Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Pocong dan Singkong

15 Agustus 2019   07:17 Diperbarui: 15 Agustus 2019   10:51 37 10
Pocong-pocong beraneka warna, mondar-mandir tanpa nyawa, komat-kamit melafal mantra, di atas kereta, di dalam bandara, di dapur juga di sawah. Di warung, di jalan raya, di mana-mana.

Pocong-pocong dibungkus dan diikat, tak merdeka, tak bebas. Selamanya terjajah, tunduk pada empunya, tak boleh banyak suara, menurut saja. Dan pocong-pocong percaya, itu adalah kodratnya, tunduk patuh, tak pernah membantah.

Singkong bisa tumbuh di mana saja, pantai, gunung dan lembah, di pedalaman desa, apalagi di kota-kota.

Singkong tak kenal tatakrama, menyingkap kulit memamerkan lekuk putih mengkilat dagingnya. Di permukaan, singkong memamerkan rimbun hijau daunnya. Batang singkong membatasi sendiri ruas demi ruasnya.

Pocong dan singkong, sama-sama melompong, penuh dusta, penuh bohong. Pocong selesai setelah dimasukkan ke tanah, singkong selesai saat tercerabut ke udara. Pocong dan singkong, tak pernah benar-benar bersama.

Jakarta, 15 Agustus 2019

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun