Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Bahaya Bullying dan Pentingnya Pola Asuh yang Baik

25 Juli 2022   17:46 Diperbarui: 25 Juli 2022   17:49 541 12
Tentu masih segar dalam ingatan kita beberapa hari yang lalu kita mendengar berita ada seorang anak yang meninggal akibat depresi karena mengalami guncangan hebat akibat bullying dari teman-teman sebayanya.

Korban dibully dan dipaksa menyetubuhi kucing sambil di rekam oleh teman-temannya lalu video tersebut sengaja disebar untuk mempermalukan si korban. Sungguh ini perbuatan bidadab dan tak berperasaan.

Peristiwa tersebut terjadi di kabupaten Tasikmalaya. Yang mana korban ini baru berusia 11 tahun. Setelah kejadian itu akhirnya korban merasa sangat malu, depresi bahkan tidak mau makan berhari-hari, sang anak mengeluh sakit tenggorokan, sempat dirawat dirumah sakit hingga kemudian akhirnya meninggal dunia.

Sebagai masyarakat biasa, saya tentu sangat menyayangkan kejadian ini dan mengutuk para pelaku perundungan yang sudah melakukan tindakan keji dan bodoh itu. Karena ini bukan masalah spele, tapi masalah serius yang memang harus kita tangani bersama-sama.

Saya jadi teringat ketika saya masih duduk di bangku SD. Saya sering terlibat perkelahian bukan karena saya ingin menjadi jagoan, melainkan karena saya selalu membela diri ketika ada teman yang mengejek, memalak, menghina atau membully saya.

Puncaknya, baru saja beberapa tahun kebelakang, saya sampai harus berurusan dengan Polisi akibat saya emosi lalu meninju seseorang hingga tersungkur jatuh karena dia telah menghina, merendahkan, bahkan menantang saya berkelahi dengan gayanya yang seperti preman.

Anehnya ketika diladeni, orang yang petantang-petenteng tadi justru jadi lembek seperti tape dan malah lapor Polisi. Seperti itulah kira-kira mental seorang pembully. Dia senang mengejek, menghardik, memalak bahkan menghina orang lain akan tetapi sebenarnya mereka sangat rapuh, penakut, cemen apabila kita berani membela diri.

Itu yang sering saya lakukan ketika tiba-tiba mendapat tindakan bullying. Karena saya merasa perlu membela diri dan pelaku-pelaku bullying itu memang tidak bisa dibiarkan dan perlu diberikan tindakan tegas supaya dia "berhenti" melakukan aksi bullying nya itu.

Meskipun saya tahu, cara yang saya tempuh dengan menggunakan kekerasan fisik ini memang bukan cara yang paling tepat dan bijak. Namun dari pengalaman saya yang sejak SD pernah bebekali mendapat bullying meski tidak seserius dan sefatal yang dialami bocah di Tasikmalaya tadi, cara ini cukup efektif untuk menghentikan aksinya sejenak.

Namun biasanya ketika membully sudah menjadi kebiasaan mereka, maka mereka akan mencari mangsa yang lain. Biasanya orang yang lebih lemah dan tidak bisa membela diri. Semakin orang tersebut diam dan tak melakukan apa-apa, biasanya si pembully akan semakin menjadi-jadi dan melakukan tindakan bullying nya itu berulang-ulang.

Makanya saya merasa sangat jengkel, marah, sedih, prihatin, sekaligus miris ketika mendengar berita kemarin. Yang mana tindakan bullying yang dilakukan ini sudah sangat parah dan melebihi batas wajar kalau hanya dikatakan sekadar bercanda.

Sumpah saya sedih dan pasti akan nangis dan marah sejadi-jadinya apabila saya menjadi orangtua korban. Saya pasti tak akan mudah memaklumi kejadian ini hanya sebatas becandaan anak-anak saja.

Bagaimanpun pelaku harus ditindak dan diberi hukuman. Kasus ini sangat serius dan tidak bisa dibiarkan begitu saja hanya karena pelaku masih dibawah umur. Tetap saja ketika mereka telah berbuat salah mestinya ada hukuman sekalipun itu hanya hukuman ringan sebagai peringatan untuk mereka.

Karena bayangkan saja, si pelaku bukan saja telah menyakiti fisik si korban, namun juga si pelaku telah merenggut jiwa si korban, jati diri si korban, masa depan si korban.

Korban tentu saja akan mengalami dua kali lipat lebih sakit daripada biasanya. Bukan hanya fisiknya saja yang sakit akibat dipukuli, tapi juga jiwanya akibat dihinakan oleh teman-temannya sendiri.

Bayangkan apabila anak anda sendiri yang mendapat perlakuan seperti itu? Anak anda yang begitu anda cintai dipaksa menyetubuhi kucing dalam keadaan lemah tak berdaya, lalu aksinya direkam, ia menahan tangis namun teman-temannya justru tertawa diatas penderitaan dan rasa sakit yang ia rasakan?

Sejak saat itupula dia merasa sudah tidak punya harga diri lagi, hatinya menjerit kesakitan, dia merasa bukan lagi seperti manusia, jiwanya sudah terenggut, dia menangis dan sakit secara bersamaan. Wajar apabila kemudian ia depresi.

Apakah perlakuan tersebut layak dikatakan hanya sebatas bercanda? Benturkan kepala anda ke tembok jika mengganggap kejadian itu hanya bercandaan biasa!!!

Terlau naif kalau peristiwa pembullyan itu hanya dikatakan sebatas becanda yang jelas-jelas akibatnya bisa menghilangkan nyawa manusia. Anehnya, perstiwa-peristiwa pembullyan macam itu selalu dianggap biasa saja oleh orang kampung.

Peristiwa pembullyan yang terjadi di Desa atau Kampung jarang mendapat perhatian serius dari masyarakatnya. Bahkan mungkin kebiasaan orangtua yang membully dan kasar terhadap anaknya sudah menjadi kebiasaan tersendiri bagi orang-orang kampung.

Padahal jika ditelusuri kenapa seorang anak bisa jadi pelaku dan senang membully karena salahsatunya adalah pola asuh orangtua yang salah dan juga faktor lingkungan. Akibatnya seorang anak bisa ikut-ikutan untuk menjadi pelaku dan senang membully orang lain.

Seorang anak yang sering dikasari, dihardik bahkan di bully oleh orangtuanya sendiri otomatis ia akan menjadi pelaku bullying dan menganggap bahwa bullying itu adalah hal biasa dan "wajar" karena dialam bawah sadarnya tergambar jelas bagaimana perlakuan orangtua terhadap dirinya.

Sehingga sang anak menjadi "bingung" dan linglung bagaimana mengekspresikan apa yang ada dalam jiwanya itu. Mereka kurang kasih sayang dan ingin mencari perhatian dengan cara membully dan merasa puas apabila ia sudah membully orang lain.

Jadi, apabila ada seorang anak yang senang membully, yang harus disembuhkan tentu saja bukan si anak saja, tapi kita juga perlu menelusuri kebiasaan orangtuanya.

Bagaiamana cara dia mendidik anaknya itu? Seperti apa pola asuhnya itu? Karena jangan-jangan orangtuanya pun melakukan hal serupa pada anaknya sehingga anaknya pun menjadi pelaku dan senang membully orang lain.

Kasus bullying ini memang tidak bisa dianggap spele karena terbukti bisa merenggut jiwa korbannya. Seorang Psikolog bernama Trisa Genia C. Zega, M.Psi menyebut ada sekira 40% anak di Indonesia meninggal bunuh diri akibat tidak kuat terhadap bullying.

Dimana 38.41% mengaku pernah menjadi pelaku tindakan perundungan siber, sedangkan 45.35% lainnya mengaku pernah menjadi korban.

Saya berharap tidak ada lagi kasus-kasus yang terjadi seperti kemarin. Mari orang tua lebih peka terhadap anak-anak kita dan mari perbaiki pola asuh kita dan belajarlah menjadi orangtua yang baik dan bertanggung jawab sehingga anak-anak kita selamat dan tidak menjadi pelaku maupun korban bullying.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun