Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Suaraku, Suaramu, dan Suaranya

15 Desember 2019   21:26 Diperbarui: 15 Desember 2019   21:33 39 2
Aku bukanlah seorang anak pembesar negeri, dan bukan pula anak dari pemuka agama.

Maka yang patut dan berhak dapatkan pertolongan dan perlindunganku, mereka yang yatim dan miskin.

Itulah alasanku berpikir dan menulis, dan bukan hanya banyak bicara.

Jika keyakinanku atas apa yang tidak tampak, maka akan kubuktikan lewat tindakan.

Jika jiwa penasaranku akan sesuatu, maka kucari kenyataannya itu dibalik batu.

Aku adalah Manusia, ciptaan dari Sang Pencipta. Namun Akulah Sang Pencipta atas apa yang aku ciptakan.

Aku tidaklah bodoh, tetapi Aku lebih memilih bijak. Manusia yang bijak, tentulah pandai. Sebaliknya, Manusia yang pandai pasti bijak.

Aku adalah Manusia yang egois dan cenderung subyektif, namun tanpa sadar Aku adalah obyek dari yang egois dan subyektif itu

Aku senang kepalsuan, namun Aku benci kebohongan. Aku senang keributan, tapi Aku benci pertengkaran.

Aku senang kelicikan, namun Aku benci kemunafikan. Aku senang keindahan, namun Aku benci wujud keindahan itu.

Aku bahagia tidak bisa berbuat apa-apa, tapi Aku benci Manusia yang tak berguna. Aku benci akan sesuatu, namun Aku senang akan segala sesuatu.

Jika Aku miskin, maka kubenci menjadi kaya. Jika Aku kaya, maka kubenci menjadi miskin. Jika Aku senang akan kehidupan, maka Aku senang akan kematian. Jika Aku benci kematian, maka kubenci pula kehidupan.

Aku adalah awal dari segala sesuatu sekaligus akhir dari segala sesuatu. Agama adalah rantaiku, dan Tuhan adalah hakimku.

Bila Tuhan adalah hakimku dan kehidupan adalah saksiku, siapakah yang menjadi pembelaku?

Siapakah Aku yang ingin membela Tuhan? Jika Dia adalah Hakim bagiku. Pikiran manakah yang membenarkan ciptaan membela Sang Pencipta? Aku lebih hina dari sebutir debu.

Apakah Aku adalah Tuhan selain Sang Pencipta? Aku seperti debu dalam debu. Dapat dan mampukah Aku membela Tuhan? Munafik dan naif Aku.

Kekuatan jentikan jari Sang Pencipta bisa lenyapkan bumi ini dan segala isinya. Dan Aku berusaha membelanya? Bodohnya Aku ini.

Itulah sebabnya Tuhan mengatakan kepadaku: Sesungguhnya, Langit adalah takhtaku dan bumi tumpuan kakiku. Gunung-gunung adalah tiang-tiang, dan lembah adalah permadaninya.

Maka Aku pun tertawa lepas dan merasakan ketidakberdayaannya diriku. Aku pun berjanji mengumpulkan jutaan, bahkan miliaran Manusia sepertiku untuk pergi ke hadapan takhta Tuhan.

Dan Aku pun bertanya kepada Manusia: Sesungguhnya, sudah siapkah kalian menghadapNya? Apakah yang kan Aku bawa dihadapanNya? Keharuman ataukah kebusukan? Kebaikan ataukah kejahatan? Kelembutan ataukah kekejian?

Hanya Aku, Kamu, dan Kalianlah yang mampu, bisa, dan dapat menjawabnya. Sebab suaraku, suaramu, dan suaranya ada dimana-mana.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun