Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Senyum Gugur di Hamparan Daun

4 Oktober 2019   12:52 Diperbarui: 4 Oktober 2019   12:56 55 6
Ada yang tak terlihat tetapi dapat dirasakan
tubuhnya kosong sedikit gelap
bau wajahnya mengayunkan dahan-dahan bodhi
yang tertanam di pelipir bukit
konon, katanya Pohon Bodhi
pernah menaungi Siddharta Gautama
pada waktu memperoleh petunjuk.

Aku tidak berpikir luas tentangnya
sebab ada sosok lain yang bergelimang isak,
ditengah-tengah gemuruh usang
dengan angin yang berkeluyuran pergi tanpa pamit.

Aku merampas laju kaki
untuk sudi berpijak dengan belas kasih
untuk meluang langkah tanpa terbantah
sedikit yang bergaung
hanya suara angin dan desahan daun-daun gugur,
tanaman berjalar sedang sibuk melilit-lilit udara
kumbang-kumbang terlalu asik bernari dan beryanyi.

Rintihan itu semakin keras
sedang kegelapan mulai menutup terang
aku tidak tahu ia bersembunyi dimana?
Hanya ada dua pilihan
untuk menentukan keberadaannya
aku tidak begitu pandai untuk memilah
juga tidak cukup lihai untuk bermain rasa.


Tetapi kali ini aku bisa untuk menebaknya
tumpukan kering itu
yang menimpa lembut tangis isak samar sosok
daun-daun itu sepertinya menghayati irama
terlalu tenang untuk bergenang menumpuk tubuh hampa

Ternyata sosok yang berisak tangis itu
adalah perempuan yang termangu sendu dibalik daun

" Kau sedang apa? Apa penyebab dari isak air yang mengalir di hamparan pipimu itu? "

Perempuan itu menoleh
melempar senyum tanpa ingin dibalas
bibirnya tulus untuk menebar sapa
pipinya ikhlas untuk melesung

" Aku tumbuh dari pohon yang tidak mempunyai akar, yang tidak berbuah, yang tidak beranting dan berbunga indah "
" Apakah air enggan mengguyurmu?
" Aku rindu hujan, sebab hanya air hujan yang memberkatiku untuk tumbuh. "

Gelap semakin turun
cahaya tertutup dengan pepohonan rindang
bulan berguling dibalik gunung
bintang-bintang terlantar tanpa alas.
Aku tidak peduli,
menurutku senyumnya sudah mewakili terang untuk menutup kelam.

" Lalu kenapa kau memilih untuk menimbun diri dibawah daun-daun gugur? "

Angin lebih berkuasa untuk bernari
daun-daun mulai mengiringi geraknya

" Hanya ini yang tersisa dari hidupku, daun-daun yang gugur tanpa ranting. Daun-daun yang tumbuh tanpa bunga. Aku ingin terus berada didalam tumpukannya, mengais isak tangis kebahagiaan. Dan semoga saja air mataku ini bisa menghidupkan kembali tumpukan daun-daun gugur ini. "

Hening memaksa angin berhenti
sunyi kembali berkuasa
tidak ada rintih atau bebunyian lainnya
pohon-pohon terlalu cengeng untuk senyum
tetapi kebisuan memaksanya untuk tetap tak bersuara.

" Kau akan terus seperti ini? "
" Iya, sampai daun gugurku subur kembali. Dan jika tidak, biarkan tubuhku turut gugur mati didalam balutannya."

Aku tidak tega melihatnya
perempuan itu terlalu manis jika tersenyum
tetapi kenapa senyumannya
tidak bisa membangkitkan keguguran daun-daunnya

Angin kembali bergemuruh
seperti serdadu yang kelaparan darah
menggiring daun-daun kering untuk bersatu
kedalam tumpukan dedaunan perempuan itu
senyumnya mereda diwajahnya
aku merasakan gelap menguasai kembali jagat
hampa, tidak terlihat apa-apa.

Sempat aku bertanya kepadanya
tentang keberadaanya didalam tumpukan itu
" Kau tidak apa-apa? "

Seketika terang cahaya bermekaran menutup gelap
ia muncul dari dalam tumpukan daun itu
seperti raja, yang sedang memanggang dirinya sendiri
angin membantu menghembus api
namun cahaya itu bertambah besar
seluruh daun setinggal serpihan hitam
ranting-ranting tinggi berjatuhan

Perempuan itu terbakar di dalam tumpukan dedaunan
terbakar hangus tanpa tersisa sepercik daging
lenyap dengan senyum gugur dihamparan daun.

Cirebon, 3 Oktober 2019
Rafly Febriansyah

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun