Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Di Balik Stand Up Comedy dan Ernest Prakasa

12 Desember 2011   08:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:27 6258 0
[caption id="attachment_149061" align="alignleft" width="300" caption="Ernest saat sebelum tampil, foto jepretan sendiri"][/caption] Sebelum Sabtu (3/12) lalu, saya asing dengan nama Ernest Prakasa, pemilik akun @ernestprakasa. Saya lebih akrab dengan nama Soleh Solihun dan Mongol, komik di Stand Up Comedy-nya Metro TV. Maklum saja, saya cuma menyaksikan acara komedi tunggal itu di Metro TV. Kompas TV tak ada di kota saya, kecuali baru-baru ini bisa dilihat melalui tivi kabel. Ternyata, Ernest adalah komik yang tampil di Stand Up Comedy Kompas TV. Belakangan saya menyaksikan penampilannya di acara itu melalui video di Youtube. Maka adalah suatu yang spesial ketika Ernest menyebarkan virus kocaknya di Jambi, Sabtu pekan lalu. Ia tampil di dua tempat berbeda, pertama di kedai kopi dan di sebuah hotel untuk tampil bergantian dengan musisi Ello. Belakangan saya naru tahu, keduanya juga tampil di daerah lain semisal Pangkal Pinang. Singgahnya Ernest di Jambi itu sekaligus untuk “mengukuhkan” eksistensi komunitas Stand Up Comedy Jambi. Bagian dari komunitas Stand Up Comedy Indonesia yang ia bentuk bersama komik di antaranya Pandji. Komunitas itu, sudah tersebar di sejumlah daerah di Pulau Jawa dan Sumatera. Dan sungguh saya tak menduga ketika virus atau demam komedi tunggal begitu cepat tiba di Jambi. Kehadarian Ernest, sekaligus merupakan penampilan kedua bagi komunitas Stand Up Comedy Jambi. Ketika menyakskan komik local ala Jambi, di sebuah kedai kopi itu, memang tawa saya tak lepas. Berbeda  seperti ketika menyimak komik di acaranya Metro TV. Menilik blognya, jauh sebelum booming, rupanya Ernest sejak 2001 kepincut dengan komedi tunggal. Itu ketika ia menonoton acara The Blue Collar Comedy Tour di HBO. Ia bahkan mengunggah video lawakannya di Youtube pada 2009, namun lantas menghapusnya. Untuk tau lebih banyak buka saja link berikut. Adapun untuk Jambi, seperti kata Ernest ketika saya tanya via twitter, untuk lebih baik lagi resepnya adalah belajar, belajar, dan belajar. Ia mengaku, apresiasi terhadap komedi tunggal di bumi sepucuk jambi sembilan lurah luar biasa. Ada beberapa hal yang saya petik dari komedi tunggal ini. Di antaranya, perlu adanya cirri khas khusus yang harus dimiliki komik. Apakah itu ekspresi atau kata/kalimat tertentu. Misal, ndeso itu jelas “milik” Tukul, Betul itu milik Kiwil, atau kalimat khas ala komik Akbar di Kompas TV. Adapun teman-teman di Stand Up Comedy Jambi punya resep; sering-sering observasi, hingga kerap tampil untuk mengecek kadar kelucuan, dan tentunya evaluasi, dan memperkaya materi. Terlepas dari apakah ini demam atau tren semata, fenomena Stand Up Comedy telah memberi warna dalam dunia komedi Indonesia (Ihh…jelek kali kalimat saya satu ini, kesannya gimana gitu..hahaha). Kita apresiasi semangat para anak muda yang memberanikan diri tampil mengocok perut audiens. Seperti yang saya lihat pada penampilan kedua komunitas Stand Up Comedy Jambi. Tanpa malu-malu, seorang remaja putri sesekali menyontek saat ia open mic. Ia mencatat materi humornya di salah satu telapak tangannya. Hasilnya, saya terbahak, karena kurang lucu, hehehe... Syahdan, tawaran undangan bagi kompasianer untuk menyaksikan grand final Stand Up Comedy Indonesia lumayan menggoda. Hmmm daftar ikutan ga yak?....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun