Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Selamat Jalan Bapak!, Nanti di Sana Kita Berkumpul dalam Singgasana Ars-Nya

5 Juni 2020   14:48 Diperbarui: 5 Juni 2020   16:16 198 15
Innalillahi wa inna ilahi roji'un, telah berpulang bapak yang kemarin dirawat di RS Soeroto Ngawi Jawa Timur. Kamis dini hari malam Jumat. Pukul 00.51 WIB. Di Makassar berarti pukul 02.00 pagi. Jum'at (5/6/2020) yang bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia.

Almarhum meninggal di usia 74 tahun karena komplikasi sakit gula, tensi darah, jantung serta susah bernafas. Bapak atau mbah kyai (orang sekitar rumah menyebutnya demikian) meninggalkan seorang istri, 6 orang anak, dan belasan orang cucu.

Di tengah pandemi corona ini saya dan keluarga di Palembang, Kalimantan, Makassar berduka dan merasa kehilangan sosoknya. Apalagi selama di Rumah Sakit Ngawi tidak bisa mendampingi sisa hidupnya. Yah lagi-lagi wabah Covid-19 dan anjuran larangan mudik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah.

Sebagai anak sulung (pertama), merasa sangat bersalah atas meninggalnya mbah yai, sebab tidak pernah ada mendampingi di sisa hidupnya, hingga ke liang lahatnya. Dan itu bukan tanpa sebab musababnya.

Bapak sebagai orang yang sangat baik. Ia baik sebagai seorang laki-laki muslim, guru mengaji, suami, bapak, dan kakek. Saya bersyukur memiliki beliau sebagai bapak yang banyak memberi nasehat.

Ada banyak kenangan bersama bapak yang melekat kuat dalam ingatan saya hingga hari ini. Tak cukup kata untuk menguraikan semuanya. Yang jelas, beliau adalah sosok bapak yang humoris, kepada siapa saja gemar bercanda, dan sangat ramah. Semua tentang Bapak terasa menyenangkan dan enak untuk diingat.

Jika sedang cuti menginap di rumah Bapak di Desa Kandangan Kabupaten Ngawi Jawa Timur, saya selalu mendengar suara bapak mengumandangkan adzan, memimpin sholat lima waktu maupun sunnah, membaca Alquran, tiap hari seusai salat. Kecuali kecapekan atau pergi keluar kota melihat anak cucunya, digantikan oleh salah satu jamaahnya.

Hal lain yang menyenangkan dari mbah Sadhiman, setiap jatuh pasaran Legi. Kami berjalan kaki ke pemakaman keluarga di Desa Ploso Rejo Ngawi, setelah dirasa cukup melanjutkan perjalanan ke pasar Legi, di Ngawi pasar legi dikenal sebagai pasar hewan yang bukanya setiap legi.

Bukan untuk membeli sapi atau kambing, melainkan menyantap sate dan gulai kambing khas pasar Legi Ngawi yang rasanya maknyus itu, di temani berbagai ekor sapi serta kambing, menunggu penawaran dari si blantik (juragan).

Sebuah kebiasaan baik yang tidak saya miliki. Sejak dulu sampai ajal menjelang. Bapak selalu salat 5 waktu di masjid depan rumah, dan itu diikuti oleh para jamaahnya, selain itu bapak juga mengajar ngaji di Masjid Baitul Muttaqin Kandangan Ngawi Jawa Timur.

Terima kasih pak sudah menjadi orang tua yang paling baik untuk anak-anak dan cucu-cucunya.

Selamat jalan pak, semoga Khusnul Khatimah berada di Surga Arsy-NYA, nanti disana kita berkumpul dalam singgasana terakhir yang penuh kebahagiaan abadi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun