Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Pramono Edhie Wibowo: Tata Ulang Otonomi Daerah

27 Januari 2014   16:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:25 78 0
Salah satu perubahan sistem kenegaraan yang cukup mencolok setelah adanya amandemen UUD Tahun 1945, selain pelaksanaan pemilihan umum secara langsung adalah pelaksanaan sistem otonomi daerah. Melalui sistem otonomi daerah, maka pemerintah daerah khususnya kabupaten/kota diberikan keleluasaan penuh untuk mengembangkan daerahnya. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka pemerintah pusat menyerahkan sebagian kewenangannya kepada pemerintah daerah kecuali dalam beberapa hal seperti pertahanan keamanan dan hubungan luar negeri. Sebelum adanya amandemen UUD Tahun 1945, Indonesia masih menggunakan sistem sentralisasi dimana pengaturan daerah berada di pemerintah pusat.

Setelah berjalan beberapa tahun, sistem otonomi daerah ini mendapat banyak kritik dari berbagai kalangan termasuk dari Pramono Edhie Wibowo, salah satu peserta Konvensi Partai Demokrat. Salah satu persoalan yang banyak dikritik adalah sistem otonomi daerah ini telah memunculkan "raja-raja" baru di daerah. Kepala daerah ibarat seorang raja yang memiliki kuasa penuh untuk mengatur daerahnya. Apalagi, kepala daerah tidak lagi ditunjuk oleh pemerintah pusat melainkan dipilih langsung oleh masyarakat melalui sistem pemilu. Pada saat yang bersamaan, besarnya dana APBN yang didistribusikan ke daerah, menimbulkan sumber-sumber korupsi baru di daerah. Hal ini terlihat dari banyaknya kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi baik yang ditangani oleh KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Data Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, kurang lebih 300 kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi.

Bukan hanya itu, otonomi daerah juga tidak berhasil membuat pemerintahan di daerah menjadi mandiri. Sebagian besar daerah masih bergantung pada alokasi anggaran dari pusat, baik berbentuk dana alokasi umum maupun dana alokasi khusus. Umumnya 70 persen APBD kabupaten/kota habis untuk biaya aparatur, khususnya gaji pegawai.

Otonomi daerah pada awalnya dimaksudnya untuk menjadikan pemerintah daerah lebih mandiri sehingga pembangunan Indonesia lebih merata diseluruh daerah. Selain itu, dengan ragam kultur dan budaya, maka pembangunan harus disesuaikan dengan kultur dan budaya masing-masing daerah. Melalui sistem otonomi daerah, maka seharusnya daerah bisa membangun berdasarkan potensi daerah dan sosio-kultural masyarakat daerahnya. Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan tidak ada lagi kesenjangan pembangunan antara Jawa dan Luar Jawa. Inilah semangat awal dari pelaksanaan Otonomi Daerah.

Namun, fakta berbicara lain. Pelaksanaan otonomi daerah masih jauh dari harapan. Oleh sebab itu, seperti yang disampaikan oleh Pramono Edhie Wibowo, pelaksanaan otonomi daerah ke depan harus mengalami perbaikan sehingga sesuai dengan tujuan awalnya. Harus ada penataan ulang terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu, harus ada mekanisme pengawasan penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah. Peran pemerintah provinsi harus diperkuat agar sistem pengawasan bisa dilakukan berjenjang. Selama ini, pemerintah provinsi seperti tidak memiliki peran apapun dalam otonomi daerah karena kewenangan yang dimilikinya sangat kecil. Sebaliknya, kewenangan pemerintah kabupaten/kota cukup besar dalam sistem otonomi daerah yang saat ini berlangsung. Penataan ulang sistem otonomi daerah ini sangat mutlak dilakukan agar pengelolaan daerah benar-benar sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun