14 November 2020 10:15Diperbarui: 14 November 2020 10:241128
Sore itu, Langit di Cemnes gelap Gerimis datang menyapa menjelang senja Di muara sungai Asuwets, pada tepi kali Anderep Rintihan jiwa membumbung ke langit gelap
Kami punya hutan gaharu Kami punya hutan kayu besi Tapi, kami punya anak-anak tidak sekolah Bagaimana masa depan anak-anak kami di Fakan? Bagaimana masa depan kami, orang-orang yang mendiami kepala sungai Asuwets ini?
Kami punya gedung sekolah di tengah kampung hanya ditemani pohon dan rumput tanpa guru dan murid belajar Ada kepala sekolah Ada guru Itu sebatas SK Itu sebatas mendengar nama mereka
Kepala sekolah lenyap tanpa kabar Guru-guru tak kunjung datang Huruf dan angka telah memudar dari ingatan anak-anak ditelan sang waktu yang cepat berlalu
Rindu menerkam kalbu hendak belajar Sirna seiring berlalunya senja Tanya tak kunjung terjawab Siapakah kami?
Mengapa anak-anak kami tak dapat menikmati pendidikan? Mengapa kami dibiarkan menjadi yatim-piatu, di tengah geliat pembangunan Papua? Bukankah anak-anak kami berhak atas pendidikan? Apa salah kami?
Kepada siapa lagi kami akan berharap?
Sungai Asuwets dengarkan jeritan kami Langit dengarkan ratapan kami Matahari jawablah keluh kesah kami Kali Anderep bawalah doa harapan kami kepada sang ilahi
Sebab, manusia-manusia pemegang kuasa di bumi, tak lagi peduli pada kami!
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.