Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Karena Saya Bukan Lagi Mahasiswa

1 Oktober 2019   12:31 Diperbarui: 1 Oktober 2019   12:50 27 0
"Kak, tidak ikut juga demo mahasiswa hari ini"? Begitu pertanyaan salah seorang adik junior saya di beberapa hari yang lalu. Saya jawab aja secara spontan, "tidak, soalnya saya sudah bukan mahasiswa lagi" sambil senyum-senyum.

Mungkin karena tidak puas dengan jawaban saya, dia kemudian lanjut. "Tapi hari ini demo untuk UU KPK, KUHP bla-bla dan demo ke pemerintah."
"Lalu?", saya balik nanya.
"Iya kak, makanya mahasiswa turun ke jalan karena pemerintahan tidak bagus, dan undang-undang yang tidak berpihak pada kita", jawabnya.

"Oh begitu", jawab saya seadanya.
 
"Kakak mungkin pro Jokowi ya?", dia lanjut bertanya. Nampaknya dia penasaran, karena jawaban saya pendek-pendek saja. Saya akhirnya mencoba menjelaskan secara singkat beberapa hal yang saya pandang perlu.

---000---

Saya ini orang yang merdeka dan berharap tetap demikian. Saya tidak menjadi pengikut siapa-siapa & tidak mengekang siapa-siapa. Saya mencoba menerapkan ilmu kemahasiswaan saya dengan menggunakan rasio dan rasa. Saya ingin terus menjadi orang merdeka dengan pikiran dan perasaan saya, namun tidak juga mengusik kemerdekaan orang lain.

Kaitan dengan Pak Jokowi, apakah saya pro atau kontra, tergantung pada tindakan beliau. Bagi saya, Pak Jokowi adalah manusia--bukan iblis, bukan pula malaikat. Artinya, bagi saya, Pak Jokowi bisa saja salah, namun juga bisa benar, seperti kita pada umumnya manusia.

Pak Jokowi yang kini dan masih akan jadi presiden kita, bukanlah malaikat yang dilihat sebagai orang yang selalu benar. Bukan pula iblis yang selalu salah atau bahkan bertindak jahat, ia manusia. Kalau salah ya dikritisi, kalau benar ya diapresiasi". Harus proporsional & profesional.

Saya pikir itulah salah satu maksud sekaligus beban jika menjadi mahasiswa: berpikir layaknya akademisi, punya semangat seperti aktivis dan bekerja segiat para praktisi. Pikiran, semangat & hasil kerja di lapangan perlu diseimbangkan. Jangan hanya semangatnya yang melewati batas sewajarnya, tapi tidak mau tahu apa sebenarnya isi dari yang sedang diperjuangkan. Lalu kemudian bertindak beringas merugikan orang lain serta merusak fasilitas umum yang dihasilkan dari tangan para praktisi/pekerja dengan dana dari kantong para pembayar pajak (saya belum berani mengatakan dari kantong kita, soalnya saya bayar pajaknya belum seberapa, apalagi bagi mereka yang masih mahasiswa).

Lalu apakah unjuk rasa itu salah. Tidak, itu sesuatu yang dibolehkan undang-undang. Sesuatu yang wajar dalam negara demokrasi. Tapi ada rambu-rambunya.

---

Beberapa hari yang lalu presiden telah menyampaikan bahwa UU KPK telah disahkan, RKUHP dan beberapa RUU lainnya ditunda pengesahannya. Itu berarti, pesan telah sampai. Penundaan adalah jalan paling tepat dengan harapan terbuka ruang untuk melihat ulang pasal yang dianggap berpotensi bermasalah.

Sekarang sudah ditunda, lalu apalagi yang mau diperjuangkan? Menolak?

Tunggu dulu.

Jika ditolak, harus mulai lagi dari awal pengajuan. Revisi KUHP telah melewati perjalan panjang. Empat tahun lalu dimasukkan kembali untuk dibahas setelah beberapa kali ditolak. Dan kita telah hampir sampai di akhir, tinggal penyesuaian ulang saja. Tiba-tiba datang mau menolak.

Soal UU KPK, seperti saya katakan di awal, perlu cara pikir akademisi, gugatlah ke MK dengan dalil-dalil yang dianggap lebih kuat. Kan ada jalannya. Pakailah cara konstitusional.

Dan untuk soal yang ini, saya tentu mendukung langkah Presiden Joko Widodo.

---

Akhirnya, jika cara-cara seperti ini, demonstrasi jadi ujung tombak untuk memaksa perubahan atas apa yang telah melalui kajian panjang para ahli, saya pikir cara bernegara kita tidak sehat.

Dan dalam kondisi seperti demikian, menjelang pelantikan di mana riak-riak dan tensi politik disinyalir akan semakin menguat, maka sebagai warga negara yang taat konstitusi, kita perlu menjaga hasil pemilihan yang telah dihasilkan dari proses-proses konstitusional. Pastikan apa yang telah dihasilkan itu sampai pada proses akhir sekaligus langkah awal, pelantikan presiden & wakil presiden. Tuhan kiranya menuntun.

---000---

Jadi, simpulan untuk pertanyaan terakhir adik junior saya di atas, kali ini--meskipun mayoritas begitu--saya pro pada Pak Jokowi. [L]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun