5 Oktober 2022 15:48Diperbarui: 5 Oktober 2022 16:441314
Setiap hari di pekaranganku Lantunan suara adzan merasuk lembut di telingaku Harumnya dupa yang kau bakar mulai menari-nari di hidungku Di saat yang sama kubernyanyi gembala baik bersuling nan merdu Entah mengapa semua terasa menyejukkan kalbu
Sederhana sekali Kisah kita dibangun cukup dengan secangkir kopi Dalam suasana yang mesra kita bercerita tentang hari ini Tak ada rasa benci dan sakit hati saat saling berbagi solusi Di sini, tak ada pula yang membanggakan pekarangan pribadi Dengan kasih, semua saling mendengarkan, mengormati, dan menghargai Demi lebih baiknya kualitas diri
Perbincangan kita tak cukup hanya wacana Bergandengan tangan kita tunjukkan aksi yang nyata Bersama-sama keluar dari pekarangan yang berbeda Sejenak menengok dan mengulurkan tangan pada mereka yang menderita
Biarlah Karl Marx berkata agama adalah candu Biarkan juga Nietzche berkata Tuhan telah mati Namun merawat keberagaman adalah candu yang tidak pernah mati bagi aku dan kamu yang telah lama menyatu
Terkadang dalam lamunan kuteringat sebuah masa Masa di saat dulu kita memandang pelangi setelah hujan mulai reda Awalnya dengan keluguan, kita hanya tahu indahnya saja Tanpa kita tahu warna apa yang membentuknya Semakin hari pengetahuan kita semakin terbuka Hingga kita tahu ada warna merah, kuning, dan hijau di sana Apa yang kita tahu ternyata berbeda saat semakin dewasa Ada tujuh warna yang membuat pelangi tampak sungguh mempesona
Ah, aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan keadaan yang ada Karena tak ada satu pun kisah indah yang tercipta selain kisah kita Kita yang saling menyapa dan tertawa bersama Kita yang tinggal di pekarangan yang berbeda di langit yang sama
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.