Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

7 Hal yang Sering Ditanyakan ke Mahasiswa STAI dan Hanya Mahasiswa STAI yang Mampu Menjawabnya

9 April 2020   15:06 Diperbarui: 9 April 2020   15:11 183 1
Pertama-tama dan yang paling utama marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah swt, #eh kok jadinya kayak muqaddimah ustadz-ustadz saat lagi ceramah, maklum manteman soalnya saya eks (alumni) mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) yang selalu dikira ustadz, makanya kalau saya sudah bosan menjawab perkiraan itu, saya langsung saja berceramah di depannya. Haha.

Itu baru contoh kecil, bagaimana stigma masyarakat tentang mahasiswa STAI. Saya kadang berada pada posisi dilema tingkat akut, ketika berada di tengah-tengah masyarakat, apalagi pas ada acara keislaman, karena label mahasiswa STAI yang saya sandang. Padahal, dibalik stigma seperti itu, ada saya yang masih bolong-bolong salatnya, wa khususan salat subuh.

Kemarin datang sepupu saya memancing di empang, dia alumni dari kampus ternama di Makassar, saya yang merangkap menjadi pemandu wisatanya mengelilingi empang yang punya banyak ikan mujair yang ingin ia pancingi. Di pematang-pematang empang itulah saya dan dia (haaa, diaa??), bercerita dan mengobrol banyak, apalagi dia baru tahu bahwa saya ternyata alumni salah satu kampus STAI di Makassar, tidak berlama-lama dia mengetahuinya sembari memperaiapkan pancingnya, saya langsung dilontarkan pertanyaan tentang kampus STAI yang seperti biasanya telah umum saya dapati ketika menemui orang-orang yang baru mengenalnya.

Akan tetapi, pertanyaan-pertanyaan tersebut hanyalah mahasiswa STAI yang mampu menjawabnya, sebab merekalah yang telah membaca, mentadabburi, dan memakanai, laku kehidupan mahasiswa STAI itu sendiri. Ngga sama netizen budiman yang sudah stress #DiRumahAja, belum kenal Mojok, dan belum baca isinya. Malah marah-marah di kolom komentar.

Adapun pertanyaannya adalah......:

#1. "Kalau mahasiswa STAI berarti pintar semua itu mengaji dih?"

Perrtanyaan itulah yang pertama ditanyakan oleh sepupu saya, entah darimana pengambilan datanya sehingga muncul hipotesis tersebut, mungkin karena label Islam di belakangnya sehingga sepupu saya mengira mahasiswa STAI itu pintar mengaji.

Jawaban saya: "nda tonji, karena nda harusji orang kuliah di STAI orang baru dikira pintar mengaji, karena kalau muslimki orang sudah jadi kewajibanmi untuk bisa membaca kita sucinya (Al-Quran)."

#2. "Berarti kau ine cowok syar'i, karena mahasiswa yang kuliah di STAI aktif sekali kampenye hijrah."

Mendengar pertanyaan itu, saya tidak menanyakan kembali bagaimana defenisi syar'i menurutnya, sebab dari pertanyaanya saya sudah mafhum kalau dia mengonotasikan kesyar'ian dengan kehijaraan.

Jawaban saya: "kau itu sambarang,model begine dibilang syar'i?.. Haha. Nda ada hubungannya dengan kuliah di STAI dan syar'i, liatmi orang sering kampanye hijrah kebanyakan belajar agama dari yutupji, yang mungkin kebetulanji juga kuliahi di STAI."

#3. "Jadi ustadz semua alumninya kalau selesai di STAI dih?"

Sebagaimana anggapan orang yang saya sering saya temukan, bahwa dalam pikirannya kata "Islam" sangat dekat dengan kata "ustadz", mungkin karena STAI juga terdapat kata "agama Islam" di belakangnya, yang lebih khusus daripada UIN. Padahal, Islam itu sangat luas boscu.

Jawaban saya: "ustadz yang manakah yang kau maksud, bedakan ustadz betulang dengan orang baru mendadak sholeh?, karena saya yang kau tanya, saya tidak berada pada keduanya, karena liatmi sekarang selesaika di STAI jadi penulisja."

#4. "Kira kalau Mahasiswa STAI, tinggal asramaki orang kayak pondok, kenapa pale kau tinggal kos ko?"

Jawaban saya: "kau mau tongki pacar-pacaran sambarang, kalau di asramaki nda bisa. Hahah."

#5 "Behh, berarti kau ine nda mudukung kampanye Indonesia Tanpa Pacaran?"

Jawaban saya: "kudukung tonji, tapi... Kalau adami jaminki uang panai'ku, nda mangodo'-odo'ma, karena dihadapan uang panai' cinta akan datang dengan sendirinya. Hahah"

***

Mungkin karena sepupu saya sudah merasa nggak tahan dengan dengan jawaban saya atas pertanyaan yang dia lontarkan, dia memilih untuk lebih fokus ke pancingannya, berharap ikan-ikan mujair tidak lebih ngawur daripada jawaban saya.

Singkat cerita, waktu salat dhuhur mulai tiba, sepupu saya pun ingin beranjak pulang, dia meninggalkan empang yang telah dia tempati mancing, dengan wajah yang saya lihat masih menyisahkan beberapa pertanyaan tentang STAI.

Sampailah di tengah perjalanan kami pulang, di tengah-tengah pematang empang, dia bertanya lagi.

#6 "Banyak orang mengira, bahwa STAI itu, (Sekolah Tinggi Asal dapat Ijazah), begitukah memang?"

Jawab saya: "yang namanya sekolah (formal), pasti dapat ijazah bosku, lebih bagus lagi kalau kuliahnya di STAI, ijazahnya tinggi, nama sekolahnya kan, Sekolah Tinggi. Heheh."

#7 "Berarti seringko ini dipanggil pigi yasinan kalau ada orang meninggal, kan alumni STAI?"

jawaban saya singkat: "sampai paki di rumah kubacakanko Yasiin.". Wwqwqwq

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun