Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Assalamualaikum, Perbankan Syariah (Islamic Banking) Indonesia !

6 Mei 2010   21:00 Diperbarui: 8 Maret 2016   19:03 4041 0


Bila menyimpan dan meminjam uang di bank konvensional yang berbasis bunga oleh Majelis Ulama Indonesia dinyatakan riba yang nota bene haram menurut Islam, ke manakah orang muslim menabung, menyimpan atau menitipkan uangnya?

Menabung di celengan sebenarnya bebas dari riba, tapi tidak ada jaminan keamanan, misalnya dicuri orang/maling, resiko kebakaran, atau bencana alam. Selain itu, bertahun-tahun dalam celengan tentu saja sangat bisa terkena risiko ‘tidak laku lagi’ karena setiap negara niscaya mengganti edisi fisik mata uangnya secara priodik.

Sebenarnya bahkan sebelum Bank Muamalat Indonesia lahir tahun 1992 yang beroperasi dengan prinsip syariah (meski pun kemungkinan karena situasi politik yang belum kondusif waktu itu membuatnya tidak pernah secara eksplisit memproklamirkan diri sebagai bank syariah), sesungguhnya sudah ada bank syariah di Aceh dan Jawa Barat yang telah lebih dulu lahir, meski pun baru tingkat BPR Syariah. Kebijakan moneter pemerintah tahun 1988 yang diberi nama Pakto88 (Paket Oktober 1988) memang telah memberi ruang bagi lahirnya perbankan syariah di Indonesia. Instrumen yang secara jelas mengaturnya memang baru lahir lebih dari 15 tahun kemudian, yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008. Maka seiring dengan lahirnya undng-undang tersebut, berbagai bank syariah pun kini bermunculan. Produk kebutuhan perbankan yang selama ini kita kenal berbasis bunga pada bank konvensional seperti tabungan, deposito, giro, pinjaman dan jasa perbankan lainnya kini dapat dinikmati oleh umat Islam pada perbankan syariah dalam bentuk yang sama, namun dengan prinsip perbankan yang berbeda: syariah. Produk-produk tersebut antara lain adalah :

I.SIMPANAN

A.Tabungan Syariah 

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 1 angka 21 yang mengatur perbankan syariah memberikan rumusan pengertian tabungan, yaitu:

“Tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadiah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariahyang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu”.

Sedangkan Dewan Syariah Nasional mengatur tabungan syariah dalam Fatwa Nomor 02/DSN-MUI/IV/2000, yaitu:

“Produk tabungan yang dibenarkan atau diperbolehkan secara syariah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah, sehingga kita mengenal tabungan mudharabah dan tabungan wadiah”.

Dengan demikian, praktis jenis-jenis tabungan pada perbankan syariah di Indonesia adalah :

1.Tabungan Mudharabah

2.Tabungan Wadiah

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, yang dimaksud dengan Mudharabah adalah :

“Penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya”.

Sedangkan wadiah menurut Penjelasan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 “ adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu”.

B. Giro Syariah 

Giro yang dibenarkan secara syariah seperti diatur Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam Fatwa Nomor 01/DSN-MUI/IV/2000 adalah giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah, sehingga jenis-jenis giro yang dikenal dalam perbankan syariah di Indonesia hanyalah giro mudharabah dan giro wadiah sebagaimana dijelaskan berikut ini.

1. Produk dan Akad Giro Wadiah.

Giro wadiah adalah giro yang operasionalnya berdasarkan akad wadiah yang bersifat titipan.

Pada Giro Wadiah, nasabah bertindak sebagai pihak yang menitipkan (muwaddi), sedangkan bank sebagai penerima titipan (mustauda).

Menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005, yang dimaksud dengan Wadiah adalah “Penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu”.

Juga disebutkan dalam Penjelasan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 bahwa “Wadiah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu”.

Diatur pula dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 01/DSN-MUI/IV/2000, yakni:

a. Bersifat Titipan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun