Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

A Day in Oxford

8 Desember 2012   03:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:01 1872 0

Perjalanan ke Inggris adalah perjalanan pertama saya ke benua Eropa. Tujuan perjalanan saya ke negara ini adalah menghadiri the 35th Fulbright Annual Conference yang diadakan di kota London pada tanggal 18-21 Oktober 2012. Fulbright adalah sebuah program beasiswa pertukaran pelajar internasional untuk sarjana, pendidik, mahasiswa paska sarjana dan profesional yang didirikan oleh Senator Amerika Serikat, J. William Fulbright pada tahun 1946. Saya sendiri adalah alumni program Fulbright FLTA di Universitas Stanford, California, USA pada tahun 2006.

Perjalanan panjang selama kurang lebih 14 jam dari Incheon, Korea Selatan, Amsterdam, Belanda, dan kemudian London, Inggris akhirnya dapat saya lalu dengan lancar. Dalam perjalanan ini saya bertemu dengan tiga orang yang saya anggap sangat menarik. Dari Korea menuju Belanda saya duduk dengan seorang konduktor musik yang berasal dari Belanda. Saat ini beliau tinggal dan bekerja di Korea Selatan. Beliau bercerita bahwa Ibu beliau pernah tinggal di Indonesia selama sepuluh tahun. Beliau juga pernah berkunjung ke Indonesia dan sangat suka dengan alam Indonesia terutama bawah lautnya.

Kemudian dalam perjalanan dari Belanda ke London di depan saya duduk seorang profesor dari Universitas Oxford yang menceritakan bagaimana sibuknya bandara Heathrow, London di mana rata-rata setiap 7 menit pasti ada pesawat yang mendarat di bandara itu. Selain itu beliau juga menjelaskan beberapa daerah di kota London dari atas pesawat. Malam itu memang langit sangat terang dan pemandangan di bawah sangat indah. Lampu-lampu yang bercahaya mengingatkan saya akan meriahnya pembukaan Olimpiade musim panas di London beberapa bulan yang lalu. Beliau menjelaskan bahwa saya sangat beruntung karena udara sangat baik malam itu. Saat ini sedang musim gugur di Inggris dan biasanya hujan akan turun dan membuat pemandangan tidak bagus.

Beliau bertanya mengenai maksud dan tujuan saya ke London. Lewat beliaulah saya dapat informasi bagaimana menuju ke Universitas Oxford yang berlokasi di kota Oxford dengan lebih nyaman. Beliau menyarankan untuk naik bis dari London ke Oxford karena saya dapat menikmati pemandangan yang begitu elok.  Dari bandara Heathrow ke penginapan saya bertemu dengan anak muda Korea yang sedang melakukan perjalanan keliling pertama ke Eropa sebelum dia kembali ke Korea untuk wajib militer. Anak ini saat ini sedang belajar di Canada.

Bertemu dengan ketika orang ini mengingatkan saya kepada beberapa hal terutama bagaimana globalisasi yang membuat dunia menjadi sempit. Batas-batas dunia seakan sudah tidak ada lagi. Dengan mudah kita menjadi Global Citizen yang dapat berpergian baik itu untuk rekreasi, belajar, dan juga bekerja di seluruh dunia. Saya sangat yakin bahwa kunci untuk menjadi Global Citizen adalah penguasaan bahasa Inggris. Ingatan saya langsung juga tertuju kepada isu yang sedang hangat di tanah air yaitu dengan rencana pemerintah untuk menghapus pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Sebuah hal yang menurut saya kurang bijaksana. Bagaimana kita warga negara Indonesia dapat bersaing dengan warga negara lain jika tidak menguasai bahasa Inggris.

Akhirnya tepat jam dua belas malam saya sampai ke Wisma Indonesia, sebuah tempat penginapan yang dikelola oleh keluarga Indonesia di daerah Colindale London. Sesudah beristirahat esok harinya saya sudah merencanakan untuk pergi ke kota Oxford dengan naik bus sesusai dengan petunjuk dari profesor yang saya temui di pesawat serta informasi dari beberapa teman dan bacaan di internet. Hampir sama dengan kota-kota besar di negara lain, transportasi umum di kota London sangat mudah untuk dipelajari, baik itu dengan kereta api maupun bis. Cukup dengan peta transportasi yang tersedia di hampir sebagian tempat umum di London maka perjalanan di London pasti akan menyenangkan.

Dari Wisma Indonesia saya harus naik bis kota ke Victoria Station yang berjarak kurang lebih satu jam untuk ganti bis antar kota yang menuju ke kota Oxford yang berjarak kurang lebih 200 kilo meter dari London. Sebenarnya dari stasiun ini ada beberapa paket perjalanan yang bisa dibeli seperti education tour yang ditawarkan oleh agen perjalanan dengan mengunjungi dua universitas terkenal di Inggris: Universitas Cambridge dan Universitas Oxford dalam sehari. Hanya paket ini biasanya ditawarkan pada saat musim panas yaitu antara bulan Juni sampai Agustus.

Kurang lebih dua jam sampailah saya ke terminal bus Oxford. Lokasi pertama yang saya tuju adalah Admissions Information Center Universitas Oxford karena saya ingin mengambil peta dan tempat-tempat mana yang harus saya kunjungi. Ketika berkunjung ke Universitas Oxford kita mungkin sedikit bingung karena luasnya universitas dan juga tidak ada kampus yang terpusat seperti kebanyakan kampus di Indonesia atau negara lain. Universitas Oxford terbagi dalam beberapa College dan tersebar di pusat kota ini. Berdasarkan informasi yang didapat beberapa College juga tertutup untuk umum dan beberapa College juga punya jam buka yang berbeda.

Sesudah mendapatkan peta, tujuan pertama adalah mencari restauran untuk makan siang. Sangat mudah untuk menemui restauran di dalam kampus tersebut. Beberapa restauran dengan menu internasional ada di sepanjang jalan utama. Saya harus mengakui bahwa Oxford adalah salah satu kota yang multi etnik. Hal ini mungkin karena banyaknya pengunjung dari berbagai belahan dunia dan banyaknya mahasiswa asing dunia yang saat ini sedang belajar di Universitas Oxford. Harga makanan di restauran juga sangat beragam mulai dari empat pound sterling sampai lima belas pound sterling.

Selesai makan siang saya mencoba lebih tahu bagaimana untuk menikmati Oxford dengan keterbatasan waktu yang saya miliki. Ada dua cara yang dapat kita lakukan yaitu naik bus bertingkat dengan atap terbuka atau berjalan kaki. Saya sendiri lebih memilih berjalan kaki sambil menikmati udara musim gugur yang segar. Walaupun udara sedikit dingin ketika itu tetapi saya sangat beruntung karena cuaca sangat cerah. Saya masih dapat melihat birunya langit di angkasa.

Saya sedikit tertarik dengan sebuah papan nama yang ada di depan sebuah College tepatnya di Trinity College Oxford Walking Tours: Go Inside Colleges as seen in Harry Potter, Morse & Lewis and the Bodleian Library, with all entries included. Ini adalah sebuah tour yang dikelola oleh Stuart, seorang alumni Oxford yang berasal dari kota tersebut. Menurut informasi di sana, tour ini sudah beroperasi lebih dari dua puluh tujuh tahun. Akhirnya saya memutuskan untuk ikut tour ini. Biaya yang dikenakan untuk dua jam tour ini sekitar 9.5 pound sterling. Di dalam rombongan sudah berkumpul beberapa pengunjung dari Amerika, Perancis, dan Spanyol. Ada sembilan orang di rombongan saya. Ketika Stuart bertanya mengenai asal saya dia sedikit terkejut karena jarang orang Indonesia yang ikut tour dia.

Tour selama dua jam ini serasa begitu cepat. Kami diajak berkeliling kampus dan mengunjungi beberapa College seperti Exeter College yang didirikan pada tahun 1314 dan juga Hertford College yang didirikan pada tahun 1282. Saat ini di Oxford ada kurang lebih 38 College. Selain berkunjung ke beberapa College, kami juga ke perpustakaan Radcliffe Camera. Perpustakaan ini adalah salah satu dari 102 perpustakaan yang ada di Universitas Oxford. Dalam sejarahnya tidak ada informasi yang jelas kapan universitas Oxford berdiri, namun diperkirakan universitas tersebut ada sejak akhir abad ke 11. Universitas ini menjadi universitas paling tua di English-Speaking Country dan menjadi salah satu universitas terbaik di dunia saat ini.

Sesudah selesai berkunjung ke perpustakaan, Stuart mengajak kami berkeliling ke beberapa lokasi film Harry Potter. Salah satu yang sangat menarik dan terkenal adalah di Great Hall di Christ Chuch. Karena sangat terkenalnya film Harry Potter maka saat ini banyak sekali wisatawan yang khusus berkunjung ke tempat ini. Inilah salah satu keuntungan yang dapat dirasakan oleh sebuah negara jika salah satu tempatnya menjadi tempat lokasi pembuatan film. Mungkin ada baiknya pemerintah Indonesia juga mengajak kalangan industri perfilman untuk melakukan syuting di Indonesia seperti Eat, Pray, Love di Bali.

Akhirnya saya harus kembali ke London untuk memulai konferensi. Sebelumnya saya sempatkan untuk berkunjung ke Covered Market yang berlokasi di tengah kota tersebut untuk membeli beberapa souvenir. Selain itu saya menikmati segelas cangkir kopi sambil melihat para pejalan kaki dan pengemudi sepeda yang berlalu lalang menikmati indahnya musim gugur di Oxford. Walaupun kunjungan ini begitu singkat, tetapi A DAY IN OXFORD sangatlah mengesankan. Tidak hanya situasi damai yang dapat kita rasakan tetapi kita juga dapat melihat nyata  sejarah sebuah peradaban kota termasuk Universitas Oxford yang mengingatkan kita semua betapa pentingnya sebuah pendidikan tinggi yang bermutu dan berkelas tinggi.

Wisma Indonesia

Banyak orang berpikir bahwa akomodasi di kota London sangatlah mahal. Jika Anda tidak mempunyai cukup banyak uang untuk tinggal di hotel di pusat kota, Anda dapat mempertimbangkan Wisma Indonesia Guest House sebagai tempat istirahat. Lokasi yang strategis tepatnya di daerah Colindale London dapat menjadi alternatif bagi Anda untuk menjelajah kota London.

Harga yang ditawarkan juga sangat terjangkau yaitu sekitar 20 pound sterling (harga kamar sharing-room termasuk makan pagi). Wisma ini dimiliki oleh keluarga Indonesia yang sudah tinggal selama kurang lebih tiga puluh tahun. Selain tempatnya yang nyaman, di sini Anda juga dapat bertemu dan berdiskusi dengan beberapa orang Indonesia yang sedang berpergian di Inggris. Biasanya jalinan relasi dan informasi baru akan ditemui di tempat ini.

www.wismaindonesia.com

Artikel ini terbit di harian Seputar Indonesia, Sabtu, 8 Desember 2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun