Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Semboyan Ki Hadjar Dewantara

5 Mei 2021   04:16 Diperbarui: 5 Mei 2021   04:34 158 1
Semboyan Ki Hadjar Dewantara

Bapakku bukan seorang guru formal di sekolah. Dia hanya sebagai penjahit yang memiliki murid dari beberapa kampung berguru kepadanya dan sebagai petani. Tapi Bapakku telah memperkenalkan satu tokoh pendidikan ini yang bernama Ki Hdjar Dewantara.

Bapak mengenyam pendidikan sampai SR (Sekolah Rakyat) setara dengan SD sekarang. Dia melanjutkan pendidikannya ke pesantren. Mungkin karena kondisi dan lingkungan seperti itu, apabila lulus SR harus mesantren di keluarganya.

Bapak memperkenalkan Ki Hadjar lewat perjuangannya sebagai Bapak Pendidikan. Beliau telah berjuang membela rakyat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang sama di zaman kolonial Belanda.

Selain itu Bapak juga memperkenalkan 3 semboyan dari Ki Hajar Dewantara yaitu, " Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani."

Tiga semboyan itu melekat dalam ingatan waktu usia SD kelas 5 yang dikenalkan Bapak sampai sekarang.  Aku sendiri belum paham bener apa makna sebenarnya dari semboyan tersebut.

Secara sederhana Bapak menjelaskan artinya saja yang ingat-ingat lupa. Yang teringat, "Kita harus bisa menjadi contoh, bisa memiliki semangat, dan bisa mendukung."

Bapak tidak banyak menjelaskan maksud  3 semboyan tadi secara detail. Tapi tergambar dalam ingatanku. Bagaimana belaiu mengaplikasikan tiga semboyan tadi dalam perilaku keseharian.

Ini hanya salah satu contoh makna yang bapakku aplikasikan mengenai semboyan Ki Hadjar tadi. Bagaimana bapak semangat dalam memimpin masyarakat untuk melakukan kerjabakti di lingkungan kampungnya.

Salah satu contoh bapak waktu itu sebagai ketua RW dan RT di kampung. Bapak mengajak seluruh warga untuk bersih-bersih kampung sehingga menjadi bersih, rapi, dan indah.  

Hal ini dapat dirasakan oleh aku sendiri, ketika jalan-jalan diantara kampung yang resik, bersih, dan hijau. Merasakan indahnya kampung yang dikelilingi bunga dan tumbuhan alami hijau di sekelilingku. Lihat ke samping kolam ikan yang luas airnya bersih dan bening.

Dipinggir kolam ada pohon kelapa dan pohon jambu batu yang rindang. Biasanya pohon jambu tersebut sebagai tempat bermain aku dan teman-teman sambil menyanyikan ciri khas lagu daerah yaitu "Ayang-ayang gung atau lagu eundeuk-eundeukan."

Sebelum kerja bakti Bapak mengumpulkan seluruh warga untuk musyawarah dan pembagian tugas. Bapak-bapak yang membersihkan kotoran-kotoran yang menghambat air ketika hujan, Ibu-ibu sebagian ada yang menyapu halaman rumah dan masjid. Juga sebagian Ibu-ibu ada yang menyiapkan konsumsi untuk makan dan minum bersama setelah kerja bakti selesai.

Nampak sekali warga kampungku semangat dan bahagia untuk melaksanakan kerja bakti. Yang hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh warga kampung itu sendiri.

Nama kampung tersebut adalah Sumur Bandung. Sebuah kampung   nuansanya seperti lembah di lungkung pasir atau bukit. Kampungku tersebut sangat indah, sejuk, dan asri alami laksana indahnya kota Bandung. Di kampungku juga dikelilingi balong yang banyak sumurnya.

Sumur tersebut memiliki air yang bersih dan bening karena air tersebut datang dari dalam tanah itu sendiri. Orang kampung menyebutnya, "Air nyusu."

Sumur tersebut banyak manfaatnya untuk warga setempat, yaitu untuk mandi, mencuci, berwudu dan lain sebaginya. Bahkan bisa dipakai untuk memasak.

Karena akan keunikannya kondisi kampungku, sampai Bapak Camat dan para staffnya datang mengunjungi kampung Sumur Bandung. Beliau sangat mengagumi akan kondisi kampung yang berbeda dengan kampung yang lain.

Itulah salah satu semboyan Ki Hajar Dewantara yang nampaknya sadar dan tak sadar Bapak mengaplikasikannya dalam kehidupannya di kampung. Hal ini bisa dijadikan contoh dan nampaknya semboyan ini melekat pada diri Bapak.

Entah dari mana Bapak memperoleh semboyan ini. Karena kalau diperhatikan Bapak tidak sekolah tinggi hanya lulusan dari pesantren aja. "Mungkinkah dari pesantren?"

Mungkin saja, namanya juga manusia diberi akal oleh Allah untuk mencari dan mencari ilmu pengetahuan yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila pengetahuan itu kuat dalam diri, maka akan menjadi penuntun dalam berkiprah di dunia kehidupannya.

Bapak sering mengungkapkan, ketika memberi nasihat kepadaku, kepada keluarganya, dan kepada masyarakat di kampung.  Nabi Muhammadlah  sebagai contoh dalam kehidupan menuju bahagia di dunia dan akhirat.

Laqod kaana lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanah

Artinya : "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu." QS. Al-Ahzab ayat 21).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun