Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary Pilihan

Menulis Puisi Sebagai Terapi Emosional

13 November 2024   17:20 Diperbarui: 13 November 2024   17:25 178 35
"Jika mantan tak bisa didaur ulang, setidaknya ia bisa dijadikan sumber inspirasi terdalam untuk menghasilkan suatu karya." (Novia's Quotes)

Beberapa hari belakangan ini, saya (lagi-lagi) hanya menulis puisi dan cerita pendek alias cerpen. Jujur saja, menulis puisi dan cerpen menjadi pelarian saya ketika tidak dapat menemukan topik yang menarik untuk ditulis.

Ingin menulis opini atau kritikan lagi, rasanya juga kurang bersemangat. Sedang tidak bergairah untuk beropini, apalagi mengkritik-kritik dan memberi saran.

Lalu mengapa tidak menulis artikel dari topik pilihan Kompasiana? Biasanya, saya tidak ikut menulis topik pilihan karena saya tidak menguasai atau kurang memahami topik-topik yang diberikan.

Kalaupun akhirnya ikut menulis, tentu saja sebelumnya saya harus mencari beberapa sumber referensi perihal topik tersebut. Dan tentunya tidak asal menulis dan mengutip sumber, melainkan saya harus benar-benar memahami pembahasannya lebih dahulu. Agar nantinya, artikel yang saya tulis tidak terkesan aneh dan kaku.

Dan rasanya, saya sedang sangat tidak bersemangat untuk berusaha menguasai bahan, guna menulis artikel tentang topik pilihan yang diangkat.

Hingga akhirnya, saya menemukan sesuatu--rasa yang berbeda selama berturut-turut menulis puisi belakangan ini, yang pada awalnya saya katakan hanya sebagai pelarian semata.

Bagi saya, menulis puisi dan cerpen dapat dikatakan sebagai bagian dari terapi emosional. Terutama puisi. Ketika menulis puisi, otak saya akan bekerja dua kali lebih aktif untuk menemukan padanan kata atau diksi yang tepat dan menarik, yang sejalan dengan emosi atau suasana hati yang sedang dirasakan dan ingin diutarakan.

Daya imajinasi pun turut lebih berperan aktif selama proses merangkai kata demi kata, dan menentukan kalimat berikutnya.

Sebagaimana kita ketahui, yang dimaksud dengan emosional adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan cara menunjukkan perasaan emosi. Dapat berupa rasa bahagia, sedih, marah, takut serta terkejut. Dan satu lagi yang paling sering saya rasakan, adalah rasa kecewa.

Oleh sebab itu, dari pada saya terlanjur salah melangkah dalam meluapkan emosi yang terasa mengganggu di dalam benak saya ini, lebih baik saya menulis saja. Dan menulis puisi adalah jawabannya.

Maka, hal tersebutlah yang saya katakan menulis puisi sebagai terapi emosional. Di mana puisi dapat menjadi sarana dan media yang sangat-sangat tepat untuk mengelola stres dan mengendalikan emosional seseorang.

Terutama, amarah dan kekecewaan tidak selalu harus dituangkan dengan kata-kata kasar dan menghujat, melainkan dapat diinterpretasikan melalui kata-kata yang indah, unik dan menarik, yang dirangkai ke dalam bait puisi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun