Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Berburu Tanda Tangan Tarawih Memang Seru

19 April 2021   22:55 Diperbarui: 19 April 2021   23:36 1044 4
Para siswa SD dari generasi tahun 80-an dan 90-an di Indonesia pasti familiar dengan tugas ini. Setiap Ramadan kami diminta ke masjid untuk tarawih.

Berbekal buku saku, jadilah kami ke masjid dengan dua tugas. Pertama, menulis ceramah tarawih dalam bentuk rangkuman.

Kedua, meminta tanda tangan imam tarawih seusai sholat sebagai bukti telah mengikuti tarawih. Nah, bagian inilah yang seru bagi saya.

Kami harus antri saat akan meminta tanda tangan. Bayangkan saja ada minimal 20 anak setiap malam yang bersikut-sikutan saat ingin menyodorkan buku saku Ramadan ke pak imam.

Respon imam tarawih itu juga beranekaragam. Ada banyak bapak imam yang sabar melayani para anak.

Namun, tak sedikit pula imam sholat yang gemas melihat ulah kami. Pernah kami harus berbaris rapi saat akan menerima tanda tangan dari imam tarawih.

Jika barisan berantakan sedikit saja, maka pak imam otomatis berhenti memberikan tanda tangan. Jadilah kami berbaris layaknya prajurit militer hahahaha...

Nah, satu waktu, ada teman yang saling bercanda ketika tarawih masih berlangsung. Suara tawa mereka sampai terdengar oleh pak imam.

Akibatnya, seusai sholat, pak imam mengumumkan bahwa tak ada anak yang mendapat tanda tangan darinya malam itu. Wah, berarti ini kami semua dihukum akibat ulah dua anak nakal itu.

Tapi, mereka juga yang membuat solusi atas masalah ini. Pak imam malam itu adalah salah seorang pengurus masjid.

Nama lengkap dan tanda tangan beliau terpampang di sebuah kertas pengumuman yang ditempel di masjid. Tak ada rotan akar pun jadi.

Salah satu dari kedua anak yang nakal itu pun lalu mengusulkan agar masing-masing kami meniru saja tanda tangan beliau. Toh sudah ada contohnya ini di depan mata kami.

Parahnya, kami mau pula menuruti saran (akal bulus) mereka! Mungkin inilah yang namanya 'the power of kepepet' hehehe...

Lain waktu, ada pak imam yang langsung pulang ke rumah karena harus segera menjemput saudaranya di stasiun kereta. Kami sempat bingung karena tak ada contoh tanda tangan beliau.

Eh, siapa sangka keponakan dari istri pak imam ada pula di masjid. Dirinya tak ikut meminta tanda tangan karena sudah SMP.

Si keponakan itu mau membawa setumpuk buku kami ke rumah pamannya. Senanglah hati kami!

Tapi, ternyata ada 'upahnya.' Setiap anak wajib membayar 1000 rupiah per tanda tangan.

Mau tak mau, kami pun membayar 'jasa kurirnya.' Betapa beruntungnya si kurir dadakan itu karena dalam semalam dia langsung mengantongi 35 ribu!

Semasa kecil dulu, saya kadang kesal juga dengan tugas sekolah saat Ramadan. Saya pun tak terlalu suka saat harus berdesak-desakan tiap kali meminta tanda tangan pak imam seusai tarawih.

Namun, kini saya bersyukur dengan semua itu. Hikmah baiknya adalah saya termotivasi ke masjid setiap Ramadan, meskipun dulu niatnya adalah lebih untuk mencari tanda tangan hehehe...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun