Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Beri Apresiasi kepada Guru yang Mengajak Siswi Muslimah Pakai Jilbab, Bukan Sanksi

8 Agustus 2022   12:52 Diperbarui: 8 Agustus 2022   13:02 226 6
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Jogyakarta menonaktifkan kepala sekolah dan tiga orang guru SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul. Tindakan ini buntut dari kasus "pemaksaan" pemakaian jilbab yang dialami salah seorang siswi beragama Islam.

Apakah ini tidak terlalu berlebihan? Apakah pihak sekolah menganjurkan anak didiknya yang beragama Islam memakai jilbab, salah? Apakah pihak sekolah tidak boleh menyampaikan ajaran dan kewajiban perintah agama kepada anak didik yang sesuai dengan agamanya?

Saya sih heran saja, masa karena anak disuruh pakai jilbab dia bisa stress? Bisa depresi? Padahal, ini ajaran agamanya sendiri. Coba bayangkan jika anak itu "dipaksa" untuk menjalankan ibadah lain, apakah dia juga akan stres?

Lucu saja. Masa disuruh pakai jilbab seminggu sekali dan di pelajaran agama Islam, dia bisa stres? Pakai jilbab juga tidak selama 24 jam. Si anak sampai menangis 1 jam di kamar mandi.

Beda cerita kalau si anak beragama di luar Islam. Ini kan ajaran agamanya sendiri lho. Ajaran yang memang wajib bagi muslimah. Masa perintah dari Allah harus dipertentangkan? Kan di luar logika jadinya.

Jika penonaktifan kepala sekolah dan tiga guru diberlakukan apakah tidak menjadi kontraproduktif dengan tugas guru di sekolah?

Bagaimana jika sekolah menasihati untuk tidak meninggalkan shalat, yang setiap saat diingatkan, apakah itu menjadi pemaksaan? Atau, ketika anak ditegur kenapa tidak berpuasa Ramadhan, apakah itu juga pemaksaan? Masa iya pemaksaan?

Adanya sanksi itu, apakah tidak akan membuat sekolah berani lagi untuk menegur atau menasihati anak didiknya? Dinasihati sedikit tidak nyaman, stres, lalu depresi. Kemudian menjadi blow up lalu kena sanksi.

Pertanyaannya, dari ratusan siswa yang "dipaksa" pakai jilbab, mengapa hanya seorang yang merasa tidak nyaman dan stress? Kan menjadi pertanyaan buat saya. Mengapa "satu" menjadi penilaian? Kan bisa dijadikan patokan.

Kecuali yang stress lebih dari 10 siswi bolehlah jadi bahan pertimbangan. Ini kan tidak. Perbandingannya juga jadi tidak sebanding. Jomplang.

Apakah tidak akan memunculkan rasa trauma bagi kepala sekolah dan guru, juga sekolah-sekolah (negeri) lainnya? Ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan.

Harusnya ini juga jadi bahan pertimbangan oleh pihak pemprop DIJ. Tidak serta merta memberikan sanksi kepada kepala sekolah dan guru. Harus dilihat secara keseluruhan.

Menjadi pertanyaan saya, anak tersebut stress apakah memang murni karena merasa tertekan akibat "pemaksaan" pakai jilbab atau karena akibat lain? Kondisi ini kan harus diperkuat oleh pemeriksaan kejiwaan dari ahlinya.

Karena berita yang saya baca, orang tua anak itu bercerai. Si anak tinggal sama ibunya. Bisa jadi akibat perceraian orang tua juga kan?

Saya kasihan saja dengan kepala sekolah dan tiga guru dibebastugaskan. Meski sifatnya sementara, tetap memunculkan stigma bahwa pihak sekolah menjadi pihak yang tersalahkan.

Apalagi dengan munculnya tudingan bahwa kepala sekolah dan guru tersebut telah melakukan tindakan intoleran? Intoleran dari mana coba? Kan yang disampaikan ajaran dan perintah agama kepada anak didik yang beragama sama.

Dinamakan intoleran kalau ada pemaksaan untuk menjalani ibadah yang bukan bagian dari keyakinan dan agama siswa. Ini kan tidak.

Apa sih fungsi guru di sekolah? Selain mendidik anak-anak dengan ilmu pengetahuan, juga berperan sebagai orang tua kedua bagi anak didik. Jadi, wajar orang tua menasihati sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang.

Memakai jilbab bukan hanya untuk perempuan yang menguasai ilmu agama Islam dan pandai mengaji saja. Ini adalah kewajiban bagi semua perempuan muslimah. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun