Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Menanti Petunjuk

24 November 2019   23:06 Diperbarui: 24 November 2019   23:22 92 0
Bayangkan, situasi dimana kita sedang menghadapi masalah. Masalah adalah juga salah satu ujian dalam hidup sebagaimana firman Allah dalam surat Inshiiqaq ayat 19:

 

sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan),

Jadi ujian (baik dalam kelapangan maupun kesulitan) adalah manifestasi dari janji Allah bahwa kita akan melalui tingkat demi tingkat sejak kita lahir sampai sakaratul maut.

Hampir semua dari kita sudah paham adabnya mengatasi kesulitan. Kita wajib memohon petunjuk hanya kepada Allah Ta'ala, bukan kepada mahluk apalagi benda mati. Itulah yang dinamakan Tauhid.

Saat kita shalat kita selalu membacanya minimal dalam 5 waktu shalat yaitu ayat kelima dari surat Al Fatihah:
 

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

Saat kita sudah menegakkan Tauhid (rububiyah, ulluhiyyah dan asma dan sifatNya) dalam bermohon petunjuk kepada Allah untuk suatu persoalan kita, sesungguhnya saat itu kita berada dalam posisi si penjemput tamu asing. Kita tidak tahu petunjuk seperti apa yang dikirimkanNya kepada kita. Kita hanya memegang papan nama yang berjudul 'petunjuk' tegak berdiri dengan sabar menanti sampai sang petunjuk datang menghampiri.

Diperlukan kesabaran untuk menunggu sang petunjuk tiba namun diperlukan keikhlasan untuk menyambutnya. Seorang penjemput tamu asing di bandara tidak akan pernah menolak pemilik nama yang menghampirinya, apakah dia cantik, ganteng atau buruk rupa. Sepanjang namanya sama dengan yang tercantum, pasti dia kita terima. Tapi kadang dalqm hal menunggu petunjuk, kita tidak bisa bersikap seperti itu. Petunjuk datang dalam bentuk yang beragam. Alih-alih menerima,  kita malah memilih-milih. Jika sesuai dengan kesukaan maka  diterima, jika tidak sesuai dengan keinginan kita, ditolak. Bagaimana mungkin kita bisa  bersikeras menerima petunjuk hanya seperti yang kita inginkan, sementara ujian berasal dari Rabb kita untuk kita. Tentu di luar kekuasaan kita.

Sayangnya, saat kita berperan sebagai penjemput 'petunjuk', sikap kita tidak mencerminkan sikap seseorang yang tidak tahu apa-apa. Bukannya memasang papan nama, kita malah kasak kusuk mencari tau setiap orang yang keluar pintu bandara. Dengan ilmu bodoh kita seperti itu, memangnya kita bisa menemukan apa yang kita cari? Tidak juga. Alhasil, sudah pasti lelah dan kecewa.

Jika kita mau membuat sederhana hidup ini, cukup tuliskan kata "petunjuk" pada papan nama kehidupan kita. Lalu, tunggulah dengan sabar. Sama halnya dengan memasang papan nama seorang yang asing, penglihatan mata kepala tidak banyak membantu karena kita juga tidak mengenal wajah orang yang asing tersebut.

Dalam menunggu petunjuk dalam persoalan kita, cukup gunakan mata hati untuk mengenali petunjuk yang menghampiri. Sikap pasrah alias menihilkan keinginan mengatur akan memudahkan mata hati kita untuk bekerja lebih peka.

Jika telah datang petunjuk,  sambutlah. Itulah yang terbaik bagi kita. Mari kita camkan firman Allah ini "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. 2:216).

Karena itu kita tidak perlu berlari ke sana kemari untuk mencari kecuali sebatas ikhtiar yang tidak melanggar syariat dan tidak pula menodai Tauhid.

Semoga Allah melimpahi hidayah taufikNya kepada kita semua. Aamiin.

#pengingatdiri.nd
#catatan 2013

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun