Aku ingat ketika aku dan tawa sama-sama melukisnya
Menembus senandung hari-hari di saat orang lain lapar
Bercanda ria di atas meja makan yang rimbun buah nan meriah lauknya
Ragam aroma indah tercium sedap lagi wangi di sana
Sebelumnya, sebab senang aku lupa terhadap berkah
Sepele lagi acuh, tumbuhkan kerelaan untuk berfoya rupiah
Masa bodoh akan kesempatan waktu luang dan sehat yang telah ada
Seolah, sudah tak membutuhkan lagi risalah indah lagi berhikmah
Semua itu seketika membuka nafsiah ini untuk sadar
Betapa polos jiwa menerima pasif belaian pernak pernik tak berharga
Arah mata memang senang menatap arus tren warna warni dunia
Masif, kepala ini sungguh masif, penuh belukar yang seolah damai dalam dada
Aku merasa iri dengan mereka-mereka di ujung sana
Betapa iklhasnya ketika ahli-ahli surga di dunia yang tetap melangkah
Senantiasa mensulamkan salam kepada kondisi sulit yang menjumpainya
Berlalu lalang, seraya menamengkan diri dari luar keadaan yang padahal saat itu tengah menahan haus dan lapar