Kabar tentang kecopetan itu disampaikan bibi. Saat saya sedang bermain engklek di halaman rumah nenek. Seenak jidat ia meledek dengan berkata. "Kasihan, kamu gak jadi beli baju baru. Bapaknya kecopetan."
Dulu saya tak mengerti kenapa bibi bersikap seperti itu, tetapi sekarang saya tahu. Jika bibiku pernah mengalami fase kurang akhlak.
Waktu itu saya langsung pulang untuk memastikan. Sesampainya di rumah, saya langsung mengendap-endap ke bawah jendela kamar dan mengintip kondisi Bapak dari balik kaca.
Di atas kasur kapuk, Bapak tidur terlentang dengan menutup wajah dengan bantal. Melihatnya demikian, sudah dipastikan apa yang didengar, benar adanya. Bapak kecopetan. Seketika air mata bercucuran, saya menangis dengan menahan suara. Hati hancur, bukan karena tidak jadi beli baju. Akan tetapi hati tak tega melihat kesedihan Bapak.
Setelah melampiaskan kepedihan dengan membiarkan air mata bercucuran . Kemudian saya masuk dan menghapus jejak tangis dengan bersikap biasa saja. Walaupun ternyata hal itu sia-sia. Sebab sehari setelahnya, saya demam dan ternyata ibu memperhatikan tindak tanduk saya.