Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Punggung Bergaris, Piezodorus hybneri pada Kedelai

27 April 2011   11:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:20 599 0

Muhammad Arifin1 dan Wedanimbi Tengkano2

ABSTRACT.Economic Injury Level of The Red-banded Shield Bug, Piezodorus hybneri on Soybean. The red-banded shield bug is an important insect pest in soybean pod, which often resulted in harvest failures. Control of this pest using insecticides should be based on an economic injury level (EIL) to reduce the high production costs and environmental disruption. This study was aimed to determine the EIL of the red-banded shield bug as a decision-making criterion to control the pest using insecticides on soybean. The EIL was determined by applying break-even point principle for pest control, i.e., a balance between the value of potential yield losses that were saved by the pest control action and the cost of control measures. EIL values of the red-banded shield bug were indicated in the following multiple regression equations: y(nimfe)= 0.5332 + 0.0017 x1 – 0.076 x2 and y(imago)= 0.5988 + 0.0018 x1 – 0.084 x2, where x1= cost of control (x IDR 1,000/ha), x2= price of soybean (x IDR 1,000/ha), and y= EIL value of the bug (bugs/10 hills). Thus, if the cost of control was IDR 300,000/ha and the price of soybean was IDR 6,000/kg, then the EIL values of the nimfe and imago were 0.63 and 0.58 bugs/10 hills, respectively. A control measure using insecticides should be applied before the red-banded shield bug population reached the EIL or after it exceeded the economic threshold, that was 0.5 bugs/10 hills (= 1.0 bugs/20 hills). Based on the EIL value, control of the red-banded shield bug pest could reduce the indiscriminate use of insecticides.

Key words: Red-banded shield bug, Piezodorus hybneri, soybean, economic injury level

ABSTRAK.Kepik punggung bergaris merupakan serangga hama pengisap polong penting pada kedelai yang sering mengakibatkan gagal panen. Pengendalian hama ini dengan insektisida harus didasarkan atas tingkat kerusakan ekonomi (TKE) untuk mengurangi tingginya biaya produksi dan terganggunya lingkungan.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan TKE kepik punggung bergaris sebagai kriteria pengambilan keputusan pengendalian dengan insektisida pada kedelai. TKE ditentukan dengan menerapkan prinsip impas pengendalian hama, yakni kesetaraan antara nilai potensi kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan pengendalian hama dan biaya pengendalian hama. Nilai TKE kepik punggung bergaris dinyatakan dengan persamaan regresi berganda: y(nimfa)= 0,5332 + 0,0017 x1 – 0,076 x2 and y(imago)= 0,5988 + 0,0018 x1 – 0,084 x2, di mana x1= biaya pengendalian (x Rp 1.000/ha), x2= harga kedelai (x Rp 1.000/ha), dan y= nilai TKE (ekor/rumpun). Apabila biaya pengendalianRp 300.000/ha dan harga kedelai 6.000/kg, maka nilai TKE-nya sebesar 0,63 and 0,58 ekor/10 rumpun, masing-masing untuk stadium nimfa dan imago. Tindakan pengendalian dengan insektisida harus segera dilakukan sebelum populasi kepik punggung bergaris mencapai TKE atau setelah melampaui ambang ekonomi, yakni 0,5 ekor/10 rumpun (=1,0 ekor/20 rumpun). Pengendalian hama kepik punggung bergaris berdasarkan TKE dapat mengurangi pengunaan insektisida yang berlebihan.

Kata kunci:Kepik punggung bergaris,Piezodorus hybneri, kedelai, tingkat kerusakan ekonomi

Kepik punggung bergaris, Piezodorus hybneri (Gmelin) (Hemiptera: Pentatomidae) merupakan salah satu serangga hama pengisap polong penting yang mengakibatkan kehilangan hasil, bahkan dapat menggagalkan panen pada kedelai. Hama ini menyerang polong muda dan tua sehingga menyebabkan polong dan biji kempis, polong gugur, biji keriput, biji hitam membusuk, biji berbercak hitam, dan biji berlobang. Serangan pengisap polong pada biji menyebabkan daya tumbuh biji berkurang. Kehilangan hasil akibat serangan hama pengisap polong dapat mencapai 79% (Tengkano et al. 1992).

Sampai saat ini, pengendalian hama oleh sebagian besar petani didasarkan atas ada-tidaknya hama atau tingkat serangan hama, dan satu-satunya bahan pengendali yang tersedia dan siap pakai adalah insektisida. Pengendalian dengan insektisida dilakukan secara berkala mulai tanaman muda hingga tanaman menjelang panen, dengan selang waktu 2 minggu, dan dengan dosis sesuai rekomendasi yang tertera pada kemasan (Marwoto 1992). Cara ini dapat menimbulkan dampak negatif, antara lain bertambahnya biaya produksi dan terganggunya kelestarian lingkungan hidup. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, pengendalian hama dengan insektisida harus didasarkan atas konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Dalam konsep PHT, pengendalian hama merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan agroekosistem dengan penekanan pada upaya mengintegrasikan semua teknologi pengendalian hama yang cocok dan mendorong berfungsinya proses pengendalian alami untuk mempertahankan populasi pada tingkat keseimbangan rendah. Tujuan PHT adalah: a) meningkatkan efisiensi pengendalian hama dengan cara menerapkan teknik pemantauan untuk menjamin bahwa insektisida hanya digunakan bila diperlukan saja, b) melakukan substitusi insektisida kimiawi dengan biokontrol, biopestisida, atau varietas transgenik, dan c) melakukan disain ulang sistem pengelolaan tanaman, antara lain dengan melakukan rotasi tanaman dalam areal yang luas (IRRI 2009. Tujuan PHT juga a) menurunkan status hama, b) menjamin keuntungan pendapatan petani, c) melestarikan kualitas lingkungan, dan d) menyelesaikan masalah hama secara berkelanjutan (Pedigo dan Higley 1992). Penggunaan insektisida sebagai sarana pengendalian dibenarkan bila dari segi ekonomi, manfaat yang diperoleh sekurang-kurangnya sama dengan biaya pengendalian hama, dan dari segi ekologi, bila komponen ekosistem, baik fisik maupun biologis, tidak mampu menekan populasi hama dan mempertahankannya pada tingkat keseimbangan rendah. Kedua dasar penggunaan insektisida tersebut melahirkan konsep tingkat kerusakan ekonomi (TKE; economic injury level).

TKE adalah tingkat populasi terendah yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi (economic damage) pada tanaman (Stern et al. 1959). Konsep tersebut telah dikembangkan oleh para pakar sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian hama dengan insektisida secara rasional. Komponen penting dalam menentukan TKE adalah informasi mengenai tingkat kehilangan hasil panen karena serangan hama. Informasi tersebut diperoleh dari model persamaan regresi hubungan antara tingkat populasi hama dan persentase kehilangan hasil panen.

Penelitian TKE kepik punggung bergaris pada kedelai ini dilakukan berdasarkan pertimbangan pentingnya nilai TKE sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian hama. Tujuannya adalah untuk menentukan nilai TKE kepik punggung bergaris pada kedelai.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan dalam kurungan lapang di lahan Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) Mojosari, Jawa Timur pada bulan Juni sampai dengan Desember 2006. Ada 14 seri percobaan infestasi kepik punggung bergaris pada beberapa umur tanaman kedelai, masing-masing menggunakan rancangan acak kelompok dengan lima taraf populasi sebagai perlakuan, yakni 0, 2, 4, 6, dan 8 ekor/10 rumpun. Tiap perlakuan diulang empat kali. Ke-14 seri percobaan tersebut, yakni: (1) imago pada 42 hari setelah tanam (HST), (2) imago pada 49 HST, (3) nimfa instar III pada 49 HST, (4) imago pada 56 HST, (5) nimfa instar III pada 56 HST, (6) nimfa instar IV pada 56 HST, (7) imago pada 63 HST, (8) nimfa instar III pada 63 HST, (9) nimfa instar IV pada 63 HST, (10) nimfa instar V pada 63 HST, (11) imago pada 70 HST, (12) nimfa instar III pada 70 HST, (13) nimfa instar IV pada 70 HST, dan (14) nimfa instar V pada 70 HST. Dasarnya adalah saat kehadiran berbagai stadia serangga tersebut yang mempengaruhi hasil panen kedelai. Tiap petak perlakuan berisi 10 rumpun contoh.

Imago kepik punggung bergaris diperoleh dari lapang kemudian dibiakkan secara alami dengan kacang panjang dalam kurungan kain kasa. Kapas digunakan sebagai tempat imago meletakkan telur. Telur-telur dikumpulkan setiap hari kemudian dipelihara dalam cawan petri sampai menetas. Untuk mempertahankan kelembaban tinggi, dalam cawan petri tersebut disediakan sepotong kacang panjang segar. Nimfa yang keluar dari telur dipelihara dalam kurungan plastik milar dan diberi pakan kacang panjang yang telah berisi biji. Pakan diperbaharui 3 hari sekali.

Lahan seluas lebih-kurang 3000 m2 ditanami kedelai varietas Wilis dengan jarak tanam 40 cm X 20 cm, 3 biji per lobang. Pada saat tanam, tanaman dipupuk urea, SP-36, dan KCl, masing-masing dengan dosis 50 kg/ha, 100 kg/ha, dan 75 kg/ha. Tanaman diberi pupuk daun dengan dosis 2 g/l air pada umur 14 dan 21 HST dan pupuk bunga dengan dosis 2 g/l air pada umur 35 dan 42 HST. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 14 dan 30 HST. Pengairan dilakukan pada sebelum dan sesudah tanam kemudian dilanjutkan 10 hari sekali. Dua minggu sebelum infestasi serangga dan seminggu setelah infestasi serangga, tanaman disemprot dengan insektisida deltametrin dosis 25 g/l untuk mengatasi serangan hama yang tidak diinginkan. Residu penyemprotan insektisida selama 2 minggu tersebut tidak berpengaruh negatif terhadap kepik punggung bergaris yang akan diinfestasikan.

Kehilangan Hasil

Tanaman contoh sebanyak 10 rumpun per perlakuan disungkup dengan kain kasa berukuran 100 cm X 100 cm X 100 cm pada 12 jam sebelum infestasi. Tanaman dalam sungkup diinfestasi dengan kepik punggung bergaris sesuai perlakuan. Sungkup dilepas pada 7 hari setelah infestasi kemudian tanaman disemprot dengan insektisida setiap minggu sampai tanaman berumur 77 HST. Panen dilakukan pada 90 HST.

Parameter yang diamati adalah jumlah polong dan biji terserang, serta bobot biji hasil panen. Data dianalisis dengan sidik ragam kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Tingkat kerusakan polong atau biji dihitung dengan menggunakan rumus umum sebagai berikut:

Nilai kehilangan hasil untuk tiap perlakuan dihitung dengan menggunakan rumus:

Model kehilangan hasil untuk hubungan antara populasi serangga dan kehilangan hasil panen pada berbagai stadia serangga dan umur tanaman dinyatakan dengan persamaan regresi linier:

Setelah berbagai persamaan regresi linier tersebut diduga, dilakukan pengujian homogenitas terhadap berbagai koefisien regresinya. Apabila ada dua atau lebih koefisien regresi yang dinyatakan homogen, dibuat satu persamaan regresi yang mewakili beberapa persamaan regresi dengan koefisien regresi yang homogen.

Penentuan TKE

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun