Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

GERAK, PRAKTIK, SENTIMEN: Mencemooh Terdepan, Koreksi Diri Belakangan.

6 Januari 2021   16:07 Diperbarui: 6 Januari 2021   22:54 179 1
Teori dan praktik anda berbeda dengan teori dan praktik saya. Utopia anda adalah distopia saya. Itu sebabnya betapa pentingnya terus-menerus menggali pengetahuan khususnya ilmu yang mengkaji seputar "diferensiasi" dalam suatu masyarakat.

Ketahuilah wahai manusia, bahwa sesungguhnya setiap manusia mempunyai dinamika hidup masing-masing yang berbeda. Dan mencemooh tanpa substansi hanya akan menunjukan ketidakmanusiaan anda.

Atau mungkin yang anda butuhkan adalah belajar menggunakan nurani anda, belajar logika dasar dan belajar mengartikan suatu kalimat agar tidak keliru dalam mengartikan kalimat yang bermuatan positif atau negatif, serta belajar tentang perspektif dari setiap manusia, bukan dari perspektif sempit anda saja. (Catatan: tentunya diksi "Anda" yang dimaksud disini bisa diartikan berubah-ubah sesuai konteksnya, bisa menjadi "Saya", "Dia", "Mereka", maupun "Kita Semua").

Parahnya lagi, sudah tidak tau apa-apa tentang pengetahuan dan perspektif orang lain, tapi malah mengoceh, mencerca atau mencemooh. Bahkan tidak tahu perbedaan kritik dengan cemooh tanpa substansi. Sungguh kasihan sekali orang-orang yang seperti itu. Sukanya mencemooh orang lain (bahkan secara tersurat) tanpa mengoreksi diri sendiri. Atau bahkan membuat persekongkolan untuk membicarakan orang lain dibelakang (tanpa sepengetahuan) orang lain tersebut.

Selalu saja mayoritas yang bersekongkol akan menentukan segalanya. Walaupun dalam membaca/mengartikan sebuah karya tulisan/kehidupan personal orang lain sangatlah serampangan/ngawur, tapi tetap merekalah yang akan terlihat "benar". Yang penting melihatnya secara negatif dulu, lalu menuduh/mencemooh dulu, "mencari kebenaran yg sesungguhnya belakangan". Dan koreksi diri urusan sangat belakangan.

Perilaku semacam itu sangat persis seperti para tiran Uni Soviet, membanggakan diri sebagai yang paling menderita/yang paling progresif tapi tidak bisa melihat penderitaan orang lain. Sehingga melakukan tuduhan/perilaku yang tidak mengenakan kepada orang lain tanpa mengetahui apa saja dinamika personal dan jalan pikir orang lain tersebut. Entah karena tidak punya waktu utk mempelajari bermacam jalan pemikiran dari orang-orang yang berbeda-beda, malas belajar, ataupun terpaku oleh sisi sentimental yang tidak bisa dikendalikan.

Yang diketahui hanyalah hitam dan putih, negatif dan positif, tanpa tahu mengenai abu-abu agar dapat  mempertimbangkan konsekuensi (secara mendalam) dari asumsi negatifnya kepada orang lain.

Sedemikian itu percaya diri, sehingga dengan mudahnya melekatkan streotipe atau bahkan mendiskreditkan orang lain.
Ah, dunia yang semacam ini sungguh mengocok perut bukan ?.

Itulah mengapa para "pertapa" enggan menjadi manusia lagi, ataupun membantu manusia dalam menempuh perjalanan. Sebab manusia hanya meliputi Gerak, Praktik, Sentimen. Manusia telah kehilangan sisi manusianya dan tanpa disadari telah terpaku oleh kenaifan prinsip hidup Survival of the fitest (tentunya Survival of the fitest yang telah "dibelokkan").

Ah, entalah. Sekali lagi, memang dunia sungguh mengocok perut bukan ?. Ah, daripada terlalu menggubris keterkocokan, mending segera menutup tulisan ini dengan sedikit mengutip penggalan kalimat dari buku yg ditulis oleh seseorang bernama Arthur Schopenhauer dan orang berinisial MB:

"Untuk memastikan aktor itu terperangkap dalam ilusi kemauannya; Jika roda dunia berhenti sejenak dan pikiran yang mahatahu dan menghitung ada di sana untuk memanfaatkan gangguan ini, dia akan dapat mengetahui ke masa depan terjauh dari setiap makhluk dan menggambarkan setiap kebiasaan roda yang akan digulung".

"Kebebasan tanpa sosialisme adalah hak istimewa dan ketidakadilan, sedangkan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan”.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun