Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Imlek untuk Papa

25 Januari 2023   11:07 Diperbarui: 25 Januari 2023   11:20 222 4
LakiLaki-laki paruh baya bertubuh kurus itu memperlambat laju, lalu mengerem saat sampai di depan bangunan dengan halaman yang luas. Aku bergegas turun."Nanti pulangnya papa jemput," ujarnya, seulas senyum hadir di wajahnya yang kecoklatan, aku hanya mengangguk datar. Membiarkan tangannya terulur tanpa balasan. Papa menarik tangannya kembali lalu tersenyum penuh pengertian.

Entah kenapa rasanya enggan untuk meraih tangan itu. Bukan karena tidak hormat, bukan pula karena aku membenci Papa, tapi sebongkah rasa telah terbentuk atas kisah kelam bertahun lalu.

Aku berlari memasuki gerbang sekolah, bersamaan dengan laki-laki bermata sipit itu kembali melanjutkan perjalanan. Namun, baru beberapa langkah aku berhenti, membalikkan badan. Tertegun sejenak menatap punggung tua yang basah oleh keringat, mengayuh becak yang perlahan mulai menghilang di ujung jalan.

"Hey, gimana, nih, acara Imlek  besok?" Seseorang menyapaku, "sudah nyiapin hadiah Imlek buat orang tua kamu?"

Aku tersenyum tipis, perih, ingin membalas pertanyaan Feli---teman sebangkuku, tapi aku cuma merasakan getir. Kami berjalan beriringan, menapaki halaman berpaving segienam menuju ruang kelas.

"Nanti temani aku cari hadiah Imlek, ya, Li!" pinta Feli.  

"Aku ...," ucapku ragu

"Bentar doang, lagian kan kamu bisa sekalian beli barang-barang untuk keperluan Imlekl," tukas Feli memotong kalimatku.

Aku menatap temanku nanar,  ingin menolak, tetapi ada perasaan tidak enak. Selama ini aku tidak pernah mau setiap kali Feli mengajak pergi, ada rasa minder jalan bersama anak pemilik perusahaan property itu. Selain  jika mengiyakan aku kepikiran Papa yang pasti sudah menunggu di luar untuk menjemput pulang.

"Ayolah! Mau ya, Di. Kalau nolak aku marah, nih," rayu Feli.

Aku diam lalu mengangguk pelan. Tidak apalah, hanya kali ini.

"Papa kamu nggak jemput, kan?" tanya Feli. Aku menggeleng, sakitnya berbohong.

"Lagian, udah SMA masa masih di antar jemput. Malu, lah! Kayak anak SD." ujar Feli.

"Memangnya Papa kamu kerja di mana? Kok, bisa antar jemput tiap hari?" tanya Feli lagi, penasaran.

Aku mengulum senyum, bingung harus menjawab apa. Feli tidak tahu kalau Papa cuma tukang becak. Aku biasa datang lebih awal dari jam masuk sekolah sehingga tidak ada teman yang melihatku diantar Papa dan jika waktu pulang, sengaja menunggu sekolah sepi baru menghampiri Papa yang akan menyambutku dengan senyum semringah.

"Atau jangan-jangan Abang becak yang sering nongkrong di bawah pohon itu Papa kamu, Li?"  kata Feli sembari tertawa. Hatiku perih, tawa yang terdengar seperti ejekan.

Aku menunduk menyembunyikan wajah yang terasa memanas. Ada perasaan marah dan kesal yang menyatu, tetapi lebih kepada rasa malu. Aku malu saat Feli  mengatakan aku seperti anak SD. Malu karena  diantar jemput sementara yang lain pulang dan pergi  dengan sepeda motor masing-masing. Malu terlihat seperti anak kecil di usia tujuh bela s tahun, yang masih diantar apalagi dengan becak lusuh dan butut itu.

***

Pukul tujuh  malam aku sampai di rumah. Papa sedang duduk di depan TV. Di tangannya tergenggam piring berisi nasi dengan lauk ikan asin.

"Sudah makan, Li?" tanyanya ketika melihatku datang. Aku tak menjawab, hanya anggukan kecil yang aku yakin Papa paham maksudnya.   Aku memang malas bercakap dengan Papa sejak peristiwa itu.

"Papa ada penumpang jadi telat jemput,  tapi lain kali kalau mau main harusnya bilang dulu biar Papa tidak khawatir," seru Papa saat melihatku  melangkah menuju kamar tanpa seucap kata.

Aku mengempaskan diri di kasur tipis yang tergeletak di lantai. Sebentar lagi tahun baru Imlek tiba. Bagi keturunan Tionghoa sepertiku perayaan Imlek adalah perayaan terpenting. Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama pinyin zheng yue, di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh atau Festival Lentera pada tanggal 15 malam saat bulan purnama.

Tidak seperti Feli atau teman-teman yang lain, aku tidak punya persiapan apa-apa menyambut tahun baru Imlek. Bahkan bertahun-tahun aku hanya merayakan sendiri, tidak ada angpao, tidak ada kue keranjang, atau hiasan lampion merah di pintu rumah yang membuat suasana pergantian tahun terasa semarak.

Aku merindukan suasana Imlek yang dulu, meski tidak lengkap seperti yang ada di rumah Feli, atau Djai Yin ... dua sahabatku yang anak konglomerat, tapi masih ada Siu Mie yang disiapkan Mama. Mie Panjang Umur yang dalam bahassa tionghoa disebut Changshou mian. Dengan makan mie ini akan mendapat berkat kesehatan.  Kadang jika ada rezeki lebih, Mama bahkan bisa membeli Jeruk Keprok, makanan yang paling umum selama perayaan tahun baru Cina.  Biasanya jeruk keprok ditampilkan di rumah selama festival tahun baru sebagai simbol keberuntungan.

Semua itu hanya menjadi kenangan manis beberapa tahun silam, sebelum Papa kehilangan pekerjaan akibat keteledoran yang mengakibatkan rekan kerjanya meninggal tergilas mesin penggilingan kelapa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun