Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Artikel Utama

Langit yang Patah Hati dan Rahasianya yang Berbahaya

3 Agustus 2019   16:39 Diperbarui: 3 Agustus 2019   20:36 274 14
Kalaupun aku harus menyapamu, sementara aku sedang gagu, izinkan aku menyebut namamu dalam kesaksian angin yang memeluk erat rumpun bambu.

Jikapun aku mesti membaca ceruk hatimu, sedangkan aku sibuk menulis lalu lalang senja yang berlalu, izinkan aku menerjuni kedalaman matamu melalui dengung kumbang yang tenggelam di putik bunga sepatu.

Aku sedang berada di sini. Di tepian belantara yang nyaris semua penghuninya mengungsikan diri. Dari kejaran sayap-sayap patah matahari. Panas dan berapi.

Kau ada di sana. Di tepian sungai yang mengalirkan ribuan pinta. Mencari muara tempatnya bertanya. Di manakah alamat tinggal hujan yang tak kunjung tiba.

Kita berada di pinggiran langit yang sedang jatuh cinta. Kepada muka manis senja, garis magis cakrawala, dan perkara-perkara histeris yang telah berhasil menyelesaikan rencananya.

Kita bercanda di sela hiruk pikuk percakapan yang kikuk. Antara prasangka buruk dan rindu yang selalu gagal kita kutuk.

Jadi kalaupun aku harus menyapa dan membaca penghujung senja di tepian belantara yang kehabisan kalimat bela sungkawa atas kematian demi kematian anak-anaknya, maka aku akan memilih kata-kata yang hanya dipunyai langit yang sedang patah hatinya.

Begitu rahasia dan sangat berbahaya.

Palangkaraya, 3 Agustus 2019

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun