Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Pinjol Malapetaka

9 Oktober 2021   09:10 Diperbarui: 9 Oktober 2021   09:19 197 3
"Pak, uang pesangon Bapak hampir habis. Kita tidaka ada pemasukan lagi. Bagaimana anak-anak bisa makan? Apalagi sekolah katanya sudah  mulai tatap muka. Untuk uang jajan anak saja tidak cukup untuk 3 bulan ini, Pak," rengek Sumi kepada Manto suaminya.

Dulu Manto memang bekerja sebagai pegawai toko pakaian. Namun, sejak pandemi, Manto dirumahkan. Sumi mencoba mengatur keuangan dengan sebaik mungkin. Pesangon Manto diberikan seluruhnya untuk kebutuhan harian mereka.

Dana yang diberikan oleh pemerintah tidak bisa menjadi pegangan untuk hidup di kota besar. Sewa rumah kontrakan yang mereka tempati pun menjadi sesuatu yang harus dipikirkan. Sumi dan Manto ingin sekali bekerja, tetapi banyak toko yang tutup. Apalagi ketiga anaknya selalu merengek minta jajan kepadanya.

"Mbak Sumi kenapa lesu gitu?" tanya bu Noni tetangga Sumi saat bertemu di warung sayur Mak Ija.

"Kepalaku mumet, Bu. Aku mau kerja. Ibu ada kerjaan untukku enggak?" tanya Sumi sambil menyapu wajahnya.

Bu Noni tampak berpikir. Sejenak bola matanya melirik ke arah Sumi, lalu berputar mencari jawaban atas pertanyaan untuknya itu.

"Kalau pekerjaan enggak ada, Mbak. Saya pun membutuhkan kerja, tapi Mbak butuh uang ya?" Bu Noni balik bertanya, diikuti anggukan kepala dari Sumi.

"Aku baru aja meminjam uang di pinjaman online, Mbak. Prosesnya cepat dan syaratnya pun tidak banyak," seloroh bu Noni.

"Wah, kalau aku enggak berani pinjam, Bu. Suamiku enggak kerja. Ibu enak suaminya masih kerja," gerutu Sumi.

"Ini untuk sementara aja, Mbak. Sebelum Mbak dapat pemasukan yang baru, daripada pinjam ke orang. Kan enak pinjam ke lembaga," bujuk bu Noni.

Sumi tampak bingung. Dia diam dan tidak tahu mau berkata apa dengan pernyataan bu Noni.

"Gini saja, kalau Mbak memang butuh, nanti main ke rumah saya ya," ucap bu Noni sambil berlalu pulang.

Sumi pun melakukan hal yang sama. Sepanjang perjalanan, Sumi memikirkan perkataan bu Noni tadi. Sungguh pilihan yang sulit bagi Sumi untuk masa yang sulit seperti sekarang ini.

"Ah, sudahlah. Kami masih punya uang. Aku tidak mau berhutang," gumam Sumi di dalam hati.

***
"Bu, buku Nia belum ada. Besok sudah masuk sekolah, Bu," rengek Nia anak pertama Sumi, yang sudah kelas 3 SD.

"Adek juga, Bu. Pensil, buku belum ada semua," rengek anaknya yang kedua.

Kedua rengekan anak-anaknya itu menambah pikiran Sumi. Manto suaminya hanya tahu ke luar rumah. Sumi tahu tujuan suaminya itu untuk mencari pekerjaan sehingga Manto tidak begitu tahu keadaan rumah yang sebenarnya.

"Iya, sabar ya. Nanti Ibu belikan. Sekolahnya kan besok," bujuk Sumi.

Anak-anaknya pun tersenyum mendengar perkataan Sumi. Setelah mendengar ucapan Sumi, anak-anak kembali bermain. Mereka tidak pernah tahu bahwa ibunya telah memikirkan semuanya sebelum mereka merengek.

Sumi ke kamar dan melihat amplop pesangon dari suaminya. Diambilnya, 50 ribu untuk dia belanjakan. Sisanya, dia masukkan lagi ke dalam amplop dan di selipkan di dalam lemari.

"Uang ini harus cukup untuk keperluan sekolah anak-anak," gumamnya.

Sumi pun pergi ke warung sebelah rumahnya dan membelikan alat tulis untuk anak-anaknya. Nia dan adik-adiknya masih asyik bermain di ruang tamu. Setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan, segera saja Sumi pulang.

"Yeah! Aku dapat buku baru!" seru Nia. Reaksi anak keduanya pun sama. Sumi tersenyum. Dia senang melihat raut wajah anak-anaknya yang seketika ceria.

"Makasih ya, Bu," ucap Nia. Sumi mengangguk pelan. Si bungsu menggelayut minta digendong, Sumi mengambilnya.

"Dijaga ya buku dan alat tulisnya. Sayang kan kalau hilang. Ibu enggak punya uang lagi untuk membelinya," nasihat Sumi. Kedua anaknya mengangguk, sedangkan si bungsu hanya melirik lugu.

***
"Bu Noni, gimana cara pinjaman yang kata Ibu dulu. Aku butuh uang, Bu," ungkap Sumi.

"Oh, itu," jawab bu Noni sambil tersenyum.

"Iya, Bu. Uangnya bisa dapat cepat enggak, Bu?" tanya Sumi cepat.

"Bisa. Asal ada KTP, prosesnya cepat kok, Mbak. Mbak bawa KTP kan?" tanya bu Noni.

Sumi langsung mengeluarkan KTP dari kantong bajunya dan bu Noni mengambilnya. Sekilas bu Noni mengambil Hp dan mengetik sesuatu di sana.

"Selesai. Mungkin besok uangnya bisa diambil, Mbak," ucap bu Noni tersenyum. Dia berhasil mendapatkan satu mangsa.

"Terima kasih ya, Bu," jawab Sumi dengan mata berbinar. Sumi berpikir setidaknya dia sudah tidak bingung memikirkan uang makan untuk beberapa hari ini. Pesangon yang tinggal 100 ribu itu tidak akan bisa mencukupi semua kebutuhannya.

***
Pagi ini Manto tidak mendengar suara berisik di dapur. Biasanya Sumi istrinya itu sudah bangun jam 4.30 dan dapur sudah terdengar gemericik air. Di kamar pun Manto tidak menemukan istrinya itu. Dilihatnya, anak-anak masih tidur.

Manto merasa penasaran. Dia ke dapur untuk melihat Sumi. Namun, apa yang dilihatnya di luar dugaan. Tubuh Sumi tergantung di atas tiang dapur dengan keadaan yang mengerikan.

Manto langsung meraih tubuh Sumi dan melepaskannya. Namun, tubuh itu sudah tidan bernyawa. Air mata Manto muncur deras.

"Ibu! Mengapa melakukan ini, Bu?" jerit Manto histeris.

Anak-anak terbangun karena jeritan Manto dan mencari bapaknya ke dapur. Mereka mengerumbungi tubuh ibunya yang tergolek tak bernyawa itu. Air mata mereka tidak bisa disembunyikan. Tangis pecah terdengar di rumah itu.

Manto melihat secarik kertas yang ada di dekat Sumi, lalu membacanya.

"Maafkan Ibu, Pak. Ibu tidak berniat meminjam, tetapi kita membutuhkan uang. Ibu sudah tidak tahan, si peminjam menagih terus. Ibu pusing. Tolong jaga anak-anak, Pak."

***
Pelajaran penting pinjaman online yang sedang marak sekarang ini memang sangat menggiurkan. Apalagi bila kita memang membutuhkan uang. Namun, pinjaman yang berbunga itu seperti rantai besi yang melilit leher dan itu dapat menyebabkan petaka.

Jika memungkinkan tidak berutang, maka jangan berutang. Komunikasikan kebutuhan dengan orang yang betul-betul peduli, bukan sekedar mengeruk keuntungan dari kesulitan yang kita miliki.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun