Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Menertawakan Diri Sendiri ( Refleksi Akhir Tahun)

29 Desember 2015   08:38 Diperbarui: 29 Desember 2015   09:10 95 1
Warna hijau memang sangat menggoda ketika panas langsung menusuk kulit, dengan sedikit halusinasi yang terbayang adalah es pisang Ijo, sirup marj*n atau jus alpukat sebagai pelepas dahaga. Dalam sekejap sirna, ternyata mata ini makin minus saja. Hijau yang segar selewat mata memandang, tak lain adalah sekawanan ojek online yang sedang naik daun. Tak nyana, alumni sekolah bisnis terkenal sejagat yang aku pun ingin menyambanginya, Harvard Business School adalah foundernnya. Keren sekali anak muda ini, jauh-jauh kuliah ke negeri paman sam hanya untuk mencetuskan solusi out of The box selama ini. Visioner sekali, semoga saja efek multipliernya tidak sekedar kampanye liberal ataupun kapitalisme berbalut wong cilik. Maklum, jika menyinggung kata wong cilik, banyak orang yang merasa tertipu di luar sana. Tak tahu tertipu karena apa, pastinya aku tak merasakan yang mereka maksud.
Langit akhir-akhir ini terlihat bergerombol, seperti anak sekolah mau tawuran zaman dulu atau sekedar anak nongkrong perempatan. Bukan dengan celana kotak-kotak tentunya ya, karena itu Trademark sekolahku dulu. Sekolah samping Polsek yang eksis di atas tanah bekas pasar, sehingga terkenal dengan pasar lamanya.
Entah, karena lelah, karena gundah atau karena bungah, aku ingin menertawakan diri ini sendiri sebenarnya. Sebuah epilog tentang diri, untuk menghitung sejauh mana telah melangkah dan sejauh mana langkah akan dibuat nanti. Jujur, yang kini dan sebelumnya aku rasakan adalah kegundahan dan keterasingan dalam ramai. Berat sekali sepertinya, layaknya judul FTV hehe, bukan bermaksud ke situ tapi jika dikaitkan apa boleh buat aku bukan ikan yang kena kail, tapi aku ikan tanpa es. Kok tanpa es? Karena jika pake es, dingin *apalagi ini.
2015 ini,  Setidaknya ada beberapa hal konyol yang telah dilakukan dan akan segera berakhir. Sebuah refleksi sederhana ini, sengaja dibuat untuk tujuan evaluasi diri saja, layaknya anak SD yang baru dibagi rapot beberapa pekan ke belakang :

  1. Sebagai seorang anak kost, kadang jiwa tak tau malu terkadang muncul. Terutama di tempat kerja sebagai pemburu makanan. Tidak ada yang salah dengan anak kost, yang salah adalah tukang sampah. Sudah sampah, malah ditukangi hehe ;
  2. Sebagai seorang Single, dimanapun selalu dijadikan bahan pelampiasan cacian berbau SARA, berbau pembunuhan karakter dan berbau miris. Mengapa? Entah ledekan dari toilet, di tempat nikahan, di sport corner, fasos, fasum. Mengapa bisa terjadi? Karena bisa jadi ini bentuk kepedulian mereka untuk mendoakan yang terbaik di 2016 nanti. Insya Allah.
  3. Sebagai Orang kampung, cacian yang selalu ada adalah jarak jauh hingga tanah merah. Tak usah risau atau gundah, ayam kampung saja lebih fenomenal daripada ayam kampus, tanah abang tak kalah pamor dengan tanah tinggi, begitupun tanah merah, tak kalah saing dengan tanah sengketa atau tanah waris ;
  4. Sebagai Seorang Karyawan, belum bisa jadi wirausahawan, sedang merintis jalan menuju sana, bukan tidak setia kawan, tapi ingin jadi jutawan hingga triliunan, bukan hartawan hanya relawan ;
  5. Sebagai seorang mahasiswa, tugas tiada kira, malam jadi durjana, pagi jadi teman setia, makan jadi syarat lengkapnya, hingga tugas dan dosen yang tak berjiwa untuk sekedar PR dan paper yang bejibun lumayan banyaknya ;
  6. Sebagai seorang anak lelaki, hanya ingin dimengerti, hingga dicintai, tak suka pisang, hanya salah satu tipe pembangkang, jarang makan udang, tapi tak suka ngutang. Hingga yang ada hutang di orang susah ditagih *sesi curhat. ;
  7. Sebagai seorang manusia biasa, kadang Baim lelah ya Allah, tapi seru dan alhamdulilah bisa menertawakan diri sendiri ;
  8. Sebagai seorang reporter Bodrex, kadang headline is bad ones, tapi itulah realita. Karena isu prostitusi online hanya sebagai pengalihan isu papa minta mantu, atau saham tambang gadung ;
  9. Sebagai seorang artis, plis follow saya dan jangan lihat alis saya dikala hujan ;
  10. Sebagai seorang aku pribadi. Aku layak ditertawakan, sederas samudera, seluas tol trans Java hingga Talaud, karena memang banyak salah, banyak bicara dan banyak ngaca dan ngaco, dan
  11. Sebagai seorang baper, yang peka terhadap hal-hal yang menyangkut diri, kini, esok dan seterusnya.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun