Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Rasa (Part 11)

22 November 2020   19:36 Diperbarui: 22 November 2020   19:49 55 3
Sore itu Fadly bersama beberapa temannya mampir di cafe tempat biasa mereka nongkrong setelah usai kegiatan di kampus. Mereka membicarakan semua hal, mulai dari gadis-gadis seksi yang ada di kampus sampai tingkah polah dosen bahkan jadi bahan tertawaan mereka.
"Wong edan, kok ngomongin gurune yang kasi ilmu, malah diolok dan ditertawai," sahut  wanita tua yang duduk tidak terlalu jauh dari mereka.

Kalau mereka sudah berkumpul seperti ini, mereka tidak peduli orang sekitar. Tidak jarang prilaku mereka membuat orang lain marah, jengkel, gerah, kesal, tapi mereka seolah tidak mau peduli. "Emang gue pikiran, kalimat yang sering terlontar dari bibir mereka, kalau ada yang berani mengingatkan.

60 menit berlalu, mereka masih asyik dengan obrolannya yang tidak karuan. sampai terdengar bunyi gawai.
"Ya, ma...ada apa?
"Parhan belum pulang sampai sekarang, tidak biasanya adikmu seperti ini. Tadi mang Jaja sudah mencarinya ke sekolah tapi tidak ada," sahut wanita dari seberang sana.
"Sebentar Fadly pulang." Ucapnya dan langsung mematikan ponsel

Dengan wajah gelisah, tanpa memeriksa barang bawaannya, dia buru-buru keluar cafe menuju mobilnya yang terparkir.
"Aku harus pulang, adikku Parhan belum pulang sampai sekarang, sementara dia tidak ada di sekolah? Ucap, Fadly sambil meninggalkan temannya di sana.
Akhirnya teman-temannya pun berlalu meninggalkan cafe. Ada sedikit ketenangan dan kenyamanan yang dirasakan para pengunjung setelah mereka pergi.

Wajah kepanikan ibunya terbayang di pelupuk matanya. Membuatnya memacu kendaraanya dengan kecepatan tinggi, agar cepat sampai rumah.
Dia berusaha menghubungi teman-teman sekolah Parhan tapi tidak ada yang tahu kemana dia pergi.

Sementara Aisyah baru saja memarkir sepedanya di cafe tersebut untuk sekedar minum es menghilangkan rasa haus yang dialaminya dari tadi. Dia langsung duduk di meja dimana Fadly dan teman-temannya duduk tadi.
Tidak sengaja kakinya menyenggol tas ransel yang berada di bawah meja. Diangkatnya tas tersebut untuk memastikan isinya. Ternyata laptop dan beberapa alat-alat rumah sakit seperti stetoskop, dan alat tensi.
"Mungkin ada yang tidak sengaja meninggalkan barangnya di sini, dan kasihan sekali orang yang punya tas ini," gumam Aisyah dalam hati.

Diperiksanya setiap saku di dalam tas tersebut, berharap ada tanda pengenal dalam tas, tapi nihil.
Dia mulai membuka laptop tersebut mungkin ada petunjuk, tapi laptoppun memakai sandi, tidak bisa di buka.
"Aku bawa saja tas ini, siapa tahu ada yang mencari, kalau aku diamkan disini malah bisa-bisa di ambil orang." Gumam Aisyah dalam hati.

"Mbak, siapa yang duduk di sini tadi?", tanya Aisyah kepada pramusaji yang kebetukan lewat di depannya.
"Beberapa orang laki-laki mbak, salah satu dari mereka berambut gondrong, tapi saya tidak tahu nama mereka".
"Terima kasih mbak," ucap Aisyah masih dengan wajah kebingungan. Laptop itu akhirnya dibawa pulang sambil berusaha mencari tahu pemiliknya.

Setelah es yang dipesannya sudah habis, Aisyah kembali mengayuh sepedanya menyusuri jalanan yang padat dengan kendaraan untuk pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Aisyah menemukan Parhan ada di rumahnya sedang berbicara dengan Bayu, adiknya Aisyah yang masih SMP, sama-sama kelas 8, tapi beda sekolah.

"Kapan kamu datang, apa kamu sudah minta izin sama mamakmu kamu kesini?" Tanya Aisyah. Dia tidak ingin kejadian ini akan jadi masalah, apalagi kalau nanti kakaknya tahu, sumpah serapah, caci maki serta penghinaan pasti keluar dari mulutnya yang kotor.

Tadi pulang sekolah, aku langsung ke sini pakai taxi tanpa memberitahukan mama," Jawab  Parhan singkat.
Langsung dipencetnya no ibu Nely untuk mengabarkan keberadaan Parhan. Supaya dia tidak khawatir dengan anaknya.
Tapi berbeda dengan tanggapan Fadly. Saat dia tahu Parhan di rumah Aisyah, dia langsung kesana dan menuduh Aisyah mau menculik Parhan dan minta uang tebusan.
"Kamu sengaja mengajak Parhan ke rumahmu dan selanjutnya keluargamu minta uang tebusan, ya   kan...

Hati Aisyah semakin perih dengan tuduhan Fadly yang tidak beralasan itu. Bukan berarti dia seenaknya menghina keluarganya yang miskin. Air mata Aisyah tak terbendung, rasa sakit, perih, marah, bercampur menjadi satu.
"Kak Fadly, saya yang sengaja kesini untuk bertemu Bayu, mau menanyakan PR yang tadi diberikan Bu guru di sekolah," tukas Parhan.
Tapi tetap saja Fadly tidak mau mendengar alasan apapun dari adiknya. Dia tetap saja mengeluarkan kalimat yang berisi penghinaan.
Sambil ditariknya tangan Parhan  mengajaknya langsung pulang, membuat Parhan tidak bisa berbuat apa-apa.

****

"Kok rumah sepi dek, yang lain pada kemana?," Tanya Aisyah saat dia datang ke rumah Parhan untuk melanjutkan les privatnya.
"Kebetulan ibu masih di rumah paman, sebentar lagi pulang, sedangkan kak Fadly tidak tahu kemana?" Ungkap Parhan

"Kak Fadly sudah satu Minggu ini tidak pernah di rumah, dia masih berusaha mencari laptopnya yang hilang Minggu yang lalu," ungkap Parhan.

Aisyah jadi teringat laptop yang ditemukan Minggu yang lalu dan sampai sekarang dia belum menemukan pemiliknya.
"Apa mungkin itu laptopnya Fadly," gumam Aisyah dalam hati.
Untuk memastikan dugaannya, Aisyah melontarkan beberapa pertanyaan.
"Laptop kakakmu hilang dimana? Tanya Aisyah, sambil memperhatikan Parhan yang sedang menyelesaikan soal yang ia berikan.
"Ndak tahu!" Jawab Parhan singkat.
"Kalau boleh tahu, apa warna laptopnya yang hilang,"
"Kalau saya tidak salah ingat, warna hitam. Tapi ada gambar sunshet di bagian luarnya," kata Parhan sedikit menjelaskan ciri-ciri laptop kakaknya yang hilang. Beberapa kali dia sempat melihat laptop tersebut bahkan pernah menanyakan arti gambar sunshet yang ditempel kakaknya.

"Ciri-ciri laptop yang disebutkan Parhan sama dengan laptop yang kutemukan di cafe Minggu lalu." Batin Aisyah.
Keterangan dari Parhan membuat Aisyah nyakin bahwa laptop yang ada dirumahnya itu milik Fadly.
Keringat dingin membasahi telapak tangan Aisyah, wajahnya berubah pucat, napasnya turun naik, badannya gemetar. Rasa takut menyetuak dalam diri gadis berkulit sawo matang setelah tahu bahwa laptop itu milik orang yang sering menghina dan mencaci makinya selama ini.

"Apa yang harus aku lakukan," batin Aisyah. Sambil terlihat seperti orang linglung, tidak tahu apa yang akan dilakukan.
"Seandainya bukan Fadly yang punya laptop itu tidak akan membuat Aisyah sesetress ini memikirkan cara mengembalikan barang tersebut.

Aisyah jadi bingung bagaimana caranya mengembalikan laptop tersebut, dia takut kalau dia kembalikan malah dia dituduh mencuri laptop tersebut, karena Aisyah sering datang ke rumahnya untuk mengajar Parhan.

Kondisi Aisyah seperti ini membuatnya tidak bisa Focus mengajar Parhan materi tentang bangun ruang.
"Ada apa kak? Apakah kakak sakit? Tanya Parhan dengan mimik khawatir, melihat perubahan wajah gurunya yang tampak pucat.
"Tidak apa-apa," jawab Aisyah berusaha menghilangkan kekalutannya.
"Kalau kakak kurang sehat, lebih baik kakak pulang dan istirahat,  besok saat kondisi kakak membaik baru kita lanjutkan kembali," ungkap Parhan memberikan solusi.
Karena Parhan memberikan lampu hijau untuk memberikannya izin pulang, Aisyah langsung pamit.

Aisyah mengayuh sepedanya sembari memutar otaknya mencari solusi terbaik cara mengembalikan laptop Fadly tanpa menuduhnya yang macam-macam.

Sepanjang malam dia belum juga menemukan jalan keluar. Akhirnya Aisyah bertekad akan mengembalikan laptop itu besok, apapun resiko yang terjadi dia terima dengan ikhlas, Aisyah yakin Allah akan memberikan yang terbaik untuk umatnya walaupun melalui cara yang menyakitkan. Karena Allah itu maha baik.
"Ya, Allah tunjukkan jalan keluar yang engkau ridhoi dalam menghadapi masalah ini," doa Aisyah sebelum dia memejamkan matanya.

********

Keesokan harinya, Aisyah menelpon Parhan, untuk menanyakan kapan Fadly ada di rumah. Dan dia minta tolong agar memberitahukan saat kakaknya pulang.

Menjelang sore, saat Aisyah hendak berangkat memberikan les privat di salah satu siswa bimbingannya selain Parhan, tiba-tiba ponsel di tasnya berdering.
Parhan nama yang tertera di layar hp.

"Assalamualikum," suara Parhan terdengar dari seberang sana.
"Waalaikum salam," ada apa dek?" tanya. Aisyah.
"Kak Fadly sekarang ada di rumah, jadi kak Aisyah menemuinya sekarang, biar saya memberitahunya." Ucap Parhan menginformasikan keberadaan kakaknya.
"Sebentar saya  kesana, tapi tolong jangan beritahukan kakakmu tentang kedatanganku," kata Aisyah seolah-olah membuat kesepakatan.

Aisyah langsung menelpon orang tua dari siswa tersebut bahwa ia tidak bisa mengisi les privat hari itu karena ada hal yang harus diselesaikan.

Aisyah pun mengayuh sepedanya menuju rumah Fadly, dan membawa tas ransel yang berisi laptop yang ditemukan di cafe seminggu yang lalu.Sepanjang jalan pikirannya tak menentu. Rasa takut, khawatir dan gugup memenuhi benaknya.

Lama Aisyah terdiam di depan pintu rumah Fadly. Ditariknya napas dalam-dalam sambil berusaha mengatasi dan menghilangkan rasa takut dalam dirinya.

"Assalamualaikum," Ucap Aisyah dari luar.
"Waalaikum salam, terdengar suara Parhan dari dalam sembari membuka pintu lebar-lebar.
"Silahkan masuk kak, sebentar saya panggilkan kak Fadly," ucap Parhan sambil mempersilahkan Aisyah duduk di sofa dan dia pun berlalu hendak memanggil kakaknya yang berada di kamar.

Kekhawatiran dan ketakutan Aisyah semakin menjadi-jadi, keringat dingin mengucur di sekitar pelipisnya.
Tidak berapa lama wajah kedua kakak beradik itu terlihat sedang menuruni tangga menuju lantai satu.
Kembali Aisyah menarik napas dalam-dalam dan berdoa kepada Allah, semoga diberikan kekuatan untuk menghadapi lelaki sombong yang menyerupai monster bagi Aisyah.

Sambil berdiri di depan Aisyah. Fadly menampakkan rasa ketidaksukaannya kepada Aisyah.

"Perlu apa kau mencariku, mengganggu saja. Apa pentingnya aku menemuimu sampai menyuruh Parhan memanggilku, seperti pejabat saja," ucap Fadly dengan nada sinis.

Kalimat Fadly membuat dada Aisyah terasa terbakar dan sakit hati. Tapi dia masih bisa mengendalikan diri. Dalam posisi duduk, Aisyah menyodorkan tas ransel yang berisi laptop ke depan Fadly.

Bukannya berterima kasih malah makian yang keluar dari mulut lelaki tersebut.
"Rupanya kamu yang mengambil tas dan laptopku ini, sudah seminggu aku mencarinya ternyata kamu pencurinya." Ucap Fadly langsung menuduh.

Kesabaran Aisyah sudah habis, selama ini dia hanya bisa diam kalau dihina, tapi kali ini dia harus memberikan pelajaran kepada lelaki tersebut.  Aisyah berdiri langsung menatap tajam pada lelaki di depannya.

"Aku juga punya harga diri. Jangan Mentang-mentang kamu orang kaya, seenak saja memaki dan menuduh orang. Walaupun aku orang miskin, aku bukan wanita yang suka mencuri.
Dengar.....! Tas ransel ini tidak sengaja aku temukan di cafe seminggu yang lalu. Aku juga sudah berusaha mencari pemiliknya bertanya kesana kemari tapi tidak ada yang kehilangan laptop. Kamu harusnya bersyukur dan berterima kasih aku mengembalikan laptop ini. Asal kamu tahu adikmu yang mengabarkan kepadaku prihal kamu kehilangan laptop, dengan ciri-ciri yang sama dengan laptop yang aku temukan. Jangan asal main tuduh. mulutmu itu yang harus diperbaiki biar tidak longgar, mulutmu tidak setampan wajahmu" Tukas Aisyah dengan nada menggebu-gebu melampiaskan kekesalannya."

Setelah mengeluarkan unek-uneknya selama ini. Aisyah langsung pergi meninggalkan rumah tersebut. Fadly hanya bisa memandang punggung wanita tersebut dengan rasa menyesal. Begitu pun dengan Parhan dia hanya bisa menatap guru privatnya dengan rasa iba.

Sejak kejadian itu Aisyah mengundurkan diri jadi guru privatnya Parhan. Bagi Aisyah hatinya terlalu sakit jika harus bertemu dengan Fadly.Tapi kalau ada kesulitan dalam mata pelajaran. Parhan menanyakannya lewat telepon.

Lelaki berambut gondrong itu langsung menyambar tas laptop yang tergeletak di atas meja. Sesaat kemudian dia mulai memeriksa file yang ada di laptop. Semuanya masih ada tidak ada yang berkurang sedikit pun. Tidak sembarang orang bisa membuka laptopnya karena diamankan dengan password. Termasuk beberapa uang kertas lima puluhan ribu yang ada di tas ranselnya masih utuh dalam posisi semula.

Sesaat Fadli memandang dirinya di cermin. Melihat dengan seksama raut wajahnya yang gusar. Ada rasa bersalah dan penyesalan dalam dirinya terhadap Aisyah, wanita yang selalu dihina dan diremehkan selama ini. Ternyata dia yang menyelamatkan laptopnya yang berisi skripsi sebagai tugas akhir kuliahnya. Kalau seandainya laptop saya tidak ditemukan, itu artinya Fadli harus mengulang membuat skripsi mulai dari awal dan itu bukan pekerjaan mudah.

Sejak peristiwa itu, lelaki tampan berambut gondrong ini lebih banyak menyendiri, mengurung diri di kamar. Kalimat gadis itu selalu terngiang-ngiang di telinga Fadly. "Kata-kata kasar dan penghinaan selalu aku lontarkan setiap kali bertemu dengannya. Padahal Aisyah tidak pernah melakukan kesalahan. Hanya karena dia berasal dari keluarga kurang mampu yang membuatku kurang suka." Gumam Fadly.

Beberapa Minggu berlalu, Fadly berharap bertemu dengan gadis tersebut, namun dia tak kunjung datang memberikan les private para adiknya.
"Kok Aisyah tidak pernah datang mengajar kamu les private dek," tanya Fadly pada Parhan saat mereka duduk berdua di depan televisi.

"Sejak kak Fadly menghinanya waktu mengembalikan laptop kakak yang hilang, dia minta berhenti jadi guru lesku. Awalnya ibu keberatan, setelah tahu penyebabnya akhirnya ibu malu memaksanya untuk tetap mengajar disini." Jawab Parhan
Fadly semakin merasa bersalah, karena ulahnya yang tidak punya perasaan, membuat seseorang yang berjasa mengembalikan kecerian adiknya yang sempat hilang Kini harus merelakan sumber mata pencahariannya selama ini.

Setelah menyelesaikan kuliahnya di fakultas kedokteran Fadly ini merubah haluan hidupnya jadi manusia yang lebih baik.



KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun