Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Rekonsiliasi (3)

31 Januari 2023   10:46 Diperbarui: 31 Januari 2023   10:52 188 1
Aku baru pulang dinas sore saat kau menelepon dan memintaku menjemputmu. Membuatku sangat terkejut dan senang sekaligus takut. Apakah kau sudah berubah? Aku segera menelepon kepala unitku meminta pergantian shift dinas. Mataku semalaman tidak bisa terpejam memikirkan pertemuan ini. Ada banyak hal yang berkecamuk di benakku. Salah satunya adalah desakan papa dan mama untuk segera menikah. Aku tak berani menyampaikannya padamu.

Sosokmu yang tinggi tegap menarik pandanganku. Setengah berlari aku menghampiri. Kau berhenti dan menatapku, membuatku sedikit ragu. Lalu kau mengembangkan kedua tangan, mengundangku masuk dalam dekapan. Aku memelukmu erat. Kerinduan ini terasa begitu dalam. Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu. Air mata haru meleleh di pipiku.

"Kau merindukanku, Kina?" bisikmu parau. Tanganmu masih melingkari punggungku.

Aku mengangguk, tak sanggup berkata-kata.

Kau mengecup puncak kepalaku. "Ayo, kita pulang," ujarmu lagi.

"Masih hujan, Jeff. Deras," kataku menengadah. Kutatap wajahmu yang kini coklat terbakar matahari.

"Ah, persis seperti ketika kau mengantarku dulu," balasmu sambil menjawil ujung hidungku.
Kau menarik tanganku untuk duduk di kursi yang berderet di ruang tunggu. Kopermu sangat besar, tampak berbeda dengan yang kau bawa dulu. Kali ini ada logo perusahaan di sudut kanan atas.

"Bagaimana kabarmu, Kinara?" tanyamu sambil menatapku dalam. Membuat jantungku berdebar kencang.

"Baik," gumamku. "Kukira kau sudah lupa padaku," ucapku mencoba tertawa. Terdengar  garing di telingaku. "Kau sulit ditelepon belakangan ini."

"Aku tidak bisa melupakanmu, Kina," ujarmu lembut sambil meletakkan tangan di bahuku.

"Maaf, kalau kau salah sangka. Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya padamu." Kau menggosok pundakku pelan.

Aku terdiam. Apakah yang ingin kau sampaikan, Jeff? Apakah kau ingin memutuskan hubungan kita?

"Katakan saja, aku akan mendengar," jawabku berusaha tampak tegar.

Kau memalingkan muka menatap jauh ke luar tembok kaca. Tanganmu kembali diletakkan di atas pangkuanmu. "Setahun lalu, Om Broto mengunjungiku di lokasi kerjaku."

Aku diam menyimak.

"Dia datang membawa berkas keabsahan diriku. Ditunjukkannya padaku, katanya karena tak tega melihat mama yang meratapi kepergianku. Menurutnya, aku pergi karena tak suka padanya yang telah mengambil tempat mendiang papa." Kau terdiam sebentar dan menghela napas dalam. Seakan ada beban di dadamu. "Aku mengakui, sebagian alasanku memang itu," lanjutmu.

"Lalu?" tanyaku mulai tak sabar.

"Berkas itu hasil DNA. Ternyata---ternyata aku ini anak kandungnya ...."

Aku terpana. "Bagaimana mungkin?" desisku tak percaya.

"Om Broto kekasih mama. Saat mama dijodohkan dengan papa, mereka tak terima. Om Broto mengajak mama kawin lari, tetapi mama takut. Akhirnya mereka bertekad menikmati hari terakhir mereka berdua. Mama baru tahu hamil setelah menikah."

"Mendiang papamu tidak tahu?"

Kau menggeleng. Kepalamu tertunduk seolah kalah dalam pertempuran.

"Apakah mereka meneruskan hubungan itu?"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun