Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Agustus

15 November 2022   20:29 Diperbarui: 15 November 2022   20:43 137 4
Mara berjalan menelusuri lorong SMA Naratami, rambutnya terikat dengan rapi, langkahnya tegas dan pasti. Hari itu merupakan hari pertama masuk sekolah setelah libur akhir semester, dan biasanya, selalu ada anak baru yang datang ke SMA Naratami. Rumor mengatakan bahwa anak baru ini memiliki visual bak Jennie Blackpink. Namun satu hal yang Mara tidak ketahui, kita tidak sedang membicarakan kesamaan jenis kelaminnya.

Rambut hitam kecoklatannya berkibar tertiup angin, matanya memiliki kedalaman yang tak semua orang dapat membacanya. Mara tahu, saat itu dia telah jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Anak-anak, kita kedatangan teman baru dari Jakarta, silahkan nak perkenalkan diri", kata bu Charli. "Halo semuanya, nama gue Bastian, biasa dipanggil Tian". Namanya Tian. "Oke, Tian, kamu silahkan duduk di kursi kosong ya, disebelah Mara". Deg. Suasana kelas waktu itu sangat hening, sampai-sampai Mara takut detak jantungnya terdengar oleh teman sebangkunya, Tian.

"Halo, gue Tian. Mara ya?"

Suaranya sendiri sudah membuat Mara salah tingkah brutal, apalagi dengan parasnya yang sudah menyerupai idol K-Pop. Bahkan dalam benak Mara, Tian melebihi semua idol K-Pop maupun artis-artis barat yang trending. "Iya, gue Mara. Eh lo beneran dari Jakarta?"

"Hm, lo mau tahu atau mau tahu banget?"

"Tahu banget donk"

"Bukan tempe berarti ya"

"Ih apasih receh banget lo", kata Mara sembari menahan senyuman.

"Iya gue dari Jakarta, tapi jujur kayanya gue gabakalan menyesal pindah ke Bandung.", kata Tian. "Kenapa memangnya? Adem ya gak kaya Jakarta", Mara menimpalinya. "Oh engga, itu karena gue jadi ketemu seorang Mara".

Gombalnya lancar juga, baru hari pertama kenalan padahal. Calon buaya darat Naratami baru ini pasti, pikir Mara. Mara kesulitan menahan senyumnya, ini pertama kalinya dia digoda oleh lelaki seperti itu, dan ini pula awal dari kisah cinta Bastian dan Amara.

Pada awal Agustus, Tian dan Mara sudah menjadi sangat dekat, tidak ada yang dapat memisahkan mereka berdua. Namun, satu hal yang masih menjadi pertanyaan semua orang adalah, apakah mereka berdua sudah berstatus. Minggu itu mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama piknik sambil membaca buku.

"Mar, kita Senin ada tugas apa gak?", tanya Tian yang sedang tiduran di atas kain piknik mereka.

"Mencintaimu, Yan", jawab Mara yang sedang fokus membaca bukunya.

"Aduh, sudah tambah lancar saja gombalnya si Mara", kata Tian sambal tersenyum. Mara hanya tersenyum dan tidak memperhatikan raut wajah Tian, dia sangat terfokus pada buku yang sedang dibacanya.

"Mar, kalau semisalnya gue suka sama lo, lo bakal gimana?", tanya Tian. Mara tersentak, dia merasakan telinganya memanas, untungnya buku yang dia baca masih menutupi wajahnya. Mara perlahan-lahan menurunkan bukunya dan melihat Tian yang sedang melihat dalam-dalam ke matanya.

Mata. Satu-satunya hal yang dapat meluluhkan hati Mara. Mata mengandung banyak sekali emosi dan perasaan. Terlalu banyak hal yang tidak dapat disebutkan secara lisan namun dapat disampaikan melalui tatapan seseorang, dan saat itu tatapan Tian seperti sedang meneriakkan kata-kata gue suka sama lo, Mar, kalau lo sendiri bagaimana?

"Lo suka sama gue?", tanya Mara. Tian tetap menatap Mara dalam-dalam, dengan mata coklatnya lalu berkata, "Iya".

Deg. Mara tidak pernah menyangka bahwa Tian akan se-frontal ini. Tatapan mata mereka tidak pernah putus, Mara sudah menyampaikan apa yang dia pikirkan melalui tatapannya, "Gue juga suka sama lo, Yan, sejak kita pertama bertemu di kelas."

Tian tersenyum, sangat lebar. "Jadi, kalau gue ngajak lo pacaran, lo mau gak?". Mara tersentak lagi, memang lelaki semacam Tian ini akan selalu memberikan Mara kupu-kupu liar beterbangan dalam perutnya. "Gue mau, kalau lo mau". Tian tersenyum lagi, dia duduk dan menggenggam tangan Mara. "Mara, kamu mau pacaran sama aku gak?", tanya Tian.

"Aku mau asalkan itu sama kamu", jawab Mara.

Tian kembali tiduran, tetapi kali ini, ia mengistirahatkan kepalanya di paha Mara.

"Kedengeran gak?", tanya Tian

"Apaan, Yan?", tanya Mara, masih menatap bukunya

"Suara hati aku"

"Masa aku bisa denger suara hati kamu, dokter aja harus pake stetoskop buat denger"

"Ih tapi serius ini aku nanyanya, soalnya kayanya setiap kali aku lihat muka kamu jantung aku serasa deg-degan banget".

Mara berhenti memperhatikan bukunya dan menatap kedua mata Tian dibawahnya. Ternyata selama ini Tian bukan sedang mengagumi langit, tetapi ia sedang mengagumi Mara---cinta pertama dan terakhirnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun