Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

"Haters" Masuk Kategori yang Mana?

16 Februari 2019   10:48 Diperbarui: 16 Februari 2019   11:24 800 22
Salah satu penulis yang saya suka adalah Paulo Coelho. Buku pertama yang saya beli judulnya Seperti Sungai yang Mengalir. Saya suka cara penuturan dan pelajaran yang dituliskan. Ada artikel yang pernah ditayangkan di Kompasiana diambil dari tulisan Paulo Coelho dengan judul Pelajaran dari Sebatang Pensil.

Saat kemarin jalan-jalan di instagram saya menemukan quote dari Paulo Coelho, saya screenshoot dan ditampilkan sebagai foto untuk artikel ini.

Hater don't really hate you. They hate themselves, because you're a reflection what they wish to be. (Paulo Coelho)

Begitulah jika sesuatu dilihat dari sisi positif bahkan untuk hal yang negatif sekalipun. Menenangkan untuk yang sedang mengalaminya.

Sering tidak mengerti kenapa hater (pembenci) begitu hebat dan semangat menunjukkan kebenciannya. Jika tidak bisa melihat sisi positif jika sedang dibenci maka akan mengakibatkan energi terkuras menghadapinya.

Sekarang ini hater makin bisa menunjukkan eksistensinya apalagi bisa meluas tanpa dibatasi ruang dan waktu dengan panggung yang disediakan oleh internet dan yang lebih spesifiknya adalah media sosial.

Bagaimana bisa disaksikan dengan segala jenis kebencian dengan mudah disajikan, dibaca, didukung, walau ada juga yang menentang, dan yang parah diikuti oleh banyak orang.

Karena hater akan dengan baiknya menyusun tulisan, ucapan, kegiatan untuk menularkan kebencian yang disetujui oleh orang yang sefrekuansi dengan mereka lalu membentukkan komunitas yang seringkali mereka tidak saling kenal, belum pernah bertemu hanya karena berada dalam lingkaran frekuensi yang sama mereka bisa bergabung.

Walau tidak menutup kemungkinan ada orang yang ikut meramaikan hanya untuk iseng dan mengompori agar lebih besar bola apinya saja.

Jika posisi sedang dalam bulan-bulanan hater tentu sangat tidak menyenangkan. Kebencian yang pada dasarkan diakibatkan karena ketidakbahagiaan hater berusaha ditularkan kepada seorang yang disasar para hater. Menyedihkan jika yang disasar hater tertular dengan terpengaruh dan menjadi tidak bahagia.

Memang tidak mudah membuat agar selalu positif di tengah hantaman yang negatif, seringkali malah membenarkan apa yang disampaikan hater dan menghukum diri bahwa kita menjadi orang yang salah sesuai dengan apa yang hater sampaikan.

Paulo Coelho seperti menjawab dan bisa dijadikan pertahanan diri agar tidak jatuh bahwa saat ada pembenci sebenarnya tidak benar-benar membenci diri kita, sejatinya mereka membenci diri mereka sendiri karena kita menjadi apa yang sebenarnya mereka ingin capai. Jika seperti itu kita tidak usah sedih kalau sedang berada situasi disasar hater tapi tentu dengan catatan selama kita selalu melakukan sesuatu untuk kebaikan dan dijalan yang benar -- ukuran benarnya ada dalam wadah norma terutama agama -- apalagi selalu melakukan hal untuk kemaslahatan banyak orang.

Saya jadi ingat obrolan dengan teman yang saat itu sedang dalam kondisi bertemu orang yang negatif cenderung ke hater, dan akhir obrolannya menghasilkan beberapa kesimpulan diantaranya bahwa keberadaan seseorang itu bisa untuk dua hal yaitu jadi berkah atau jadi pelajaran bagi orang lain.

Keberadaan seseorang menjadi berkah jika seseorang itu bisa memberikan kebermanfaat bagi orang yang bertemu dengannya. Orang lain menjadi bahagia, tercerahkan, terbebaskan, mendapat banyak pelajaran, bahkan bisa meningkatkan keimanan. Dengan kata lain bahwa orang yang dengan keberadaannya menjadi berkah untuk orang lain adalah orang baik dan positif.

Kalau keberadaan seseorang menjadi pelajaran bagi orang lain karena apa yang dilakukannya seringkali menimbulkan keburukan sehingga kita bisa mengambil pelajaran agar tidak berlaku seperti dirinya. Dengan kata lain bahwa orang yang dengan keberadaannya menjadi pelajaran untuk orang lain adalah orang buruk bahkan mungkin saja orang beracun (toxic people) dan negatif. Jika bertemu orang seperti ini tinggal kitanya saja menyikapi dengan sebaiknya agar bisa mengambil pelajaran untuk diri agar bisa jadi manusia yang lebih baik.

Hater masuknya kategori yang mana, apakah keberadaannya menjadi berkah atau sebagai pelajaran ? Jawabannya pasti beragam sesuai dengan sudut pandang mana yang mau dipilih, dan sah-sah saja kalau menurut saya.

Yang terpenting kalau menurut saya bagaimana menunggangi apa yang terjadi untuk perbaikan diri karena hidup hanya sekali lalu kalau yang sekali itu tidak digunakan untuk torehan kebaikan akan sangat merugikan kalau warisan hidup yang kita tinggalkan tidak berarti, sia-sia atau malah keburukan.

Menjadi manusia yang selalu memperbaiki diri buat saya adalah perjuangan seumur hidup. Selamat berakhir pekan untuk Kompasianer semoga selalu dalam kebaikan.


Karla Wulaniyati untuk Konpasiana
Karawang, Sabtu 16 Februari 2019

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun