Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

2014, Pertarungan Dua Raksasa Media?

9 April 2012   16:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:49 1121 2
Pada 2014, Indonesia kembali bakal menggelar pesta demokrasi lima tahunan, pemilu legislatif dan pemilihan presiden. Pendek kata, di 2014, siapa yang bakal duduk berkantor di Senayan di tentukan dan siapa yang akan berkantor di Istana di pastikan.

Partai pun kini sibuk bermanuver. Regulasi pemilu yang sedang direvisi misalnya, cukup bisa menggambarkan betapa partai-partai memancang ancang-ancang menuju 2014. Ada partai yang ingin pakai parliamentary treshold tinggi sebesar 4-5 persen, dengan alasan untuk penyederhanaan partai, tapi ada juga partai yang masih mencak-mencak menolaknya, dengan dalih itu bakal memberangus suara rakyat lebih banyak lagi. Ramai, gaduh, sampai-sampai revisi regulasi itu molor disahkan.

Dan, sudah ramai pula disebut, siapa-siapa saja yang katanya layak masuk Istana. Setidaknya yang ramai menyebutkan adalah lembaga survei. Sebut saja, Hatta Rajasa, Menko Perekonomian yang juga ketua umum PAN dan besannya Presiden SBY. Atau Pak Aburizal Bakrie atau Pak Ical, konglomerat yang sekarang jadi nakhodanya Partai Golkar. Atau Jenderal Prabowo, tokoh sentral Partai Gerindra, dan Megawati, juru mudi PDI-P.

Media pun sudah marak memberitakan. Terlebih media yang dekat dengan tokoh tertentu, karena kepemilikannya. Pemberitaannya pun rada-rada sedikit berpihak, hanya membewarakan sisi baik si tokoh yang jadi pemiliknya. Dan media yang sahamnya dimiliki politisi itu, bisa dikatakan menjadi kompetitor politik dalam arti lain.

Semua itu memang tak lepas dari kepemilikan media itu sendiri. Misalnya, Pak Ical atau keluarga Bakrie punya TV One, Anteve, dan vivanews.com. Dan saat ini Pak Ical adalah ketua umum Partai Golkar. Nama Pak Ical pun banyak disebut, bukan hanya oleh lembaga survei tapi juga oleh pengurus Golkar sebagai tokoh yang layak masuk Istana.

Lainnya adalah media yang ada di bawah naungan media group, seperti Metro TV dan Media Indonesia. Dua media itu milik Bung Surya Paloh, pentolan penting Ormas Nasdem yang kini sudah menelorkan anaknya Partai Nasdem. Dulu, Bung Surya dan Pak Ical satu rumah politik. Tapi kemudian pecah kongsi, setelah bersaing dalam Munas Golkar di Pekanbaru. Kala itu Bung Surya bersaing dengan Pak Ical memperebutkan kursi nomor satu di Golkar. Sejarah pun mencatatkan, Pak Ical memenangi persaingan mengalahkan Bung Surya. Kemudian Bung Surya hengkang dan mendirikan ormas Nasdem yang kini sudah punya anak politiknya yakni Partai Nasdem.

Tak hanya di dukung Metro TV dan Media Indonesia, Nasdem juga dapat energi baru dengan masuknya Harry Tanoesoedibyo, konglomerat pemilik MNC Group yang menaungi sederet media, seperti RCTI, MNC TV, Global TV, koran Seputar Indonesia, Radio Sindo dan portal berita Okezone.com.

Dalam politik Indonesia, tuah media memang menjadi andalan para politisi membangun citra. Kata para analis politik, Pak Esbeye menang pemilihan, karena paling bisa memanfaatkan media. Atau yang paling unggul dalam politik pencitraan. Maka, politik pencitraan itu pula yang kini coba dibangun para tokoh dan partai menyongsong drama politik 2014.

Partai Nasdem pun merasakan tuahnya media. Faktanya dari hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), Partai Nasdem yang notabene partai anyar, tiba-tiba menyodok ke urutan empat. Kata Mas Burhanudin Muhtadi, peneliti LSI, melejitnya pamor Partai Nasdem, salah satu faktor pendongkraknya adalah karena dukungan media. Ya, memang lewat media di bawah naungan dua group media, iklan-iklan Partai Nasdem getol nongol menyapa pemirsa televisi.

Menarik sepertinya mencermati panggung pertarungan di pemilu 2014. Karena sepertinya, tak hanya partai dan tokohnya yang berjibaku. Tapi media dibalik si tokoh akan ikut pula meramaikan persaingan. Atau dalam kata lain, di 2014, pertarungan bakal terjadi antara Metro TV dibantu RCTI melawan TV One dan Anteve. Atau di ranah maya, persaingan bisa jadi antara Okezone dengan Vivanews.

Nuwun sewu, ini hanya analisis orang awam. Tak ada maksud apa-apa, ini hanya perkiraan orang biasa yang bisa jadi keliru dan salah. Saya sendiri berharap, jangan sampai karena kepemilikan, media terseret arus persaingan politik.

Ngomong-ngomong, kompasiana, akan ikut bersaing? Semoga saja tidak ikut-ikutan, karena kalau ikut-ikutan bersaing, kemana lagi warga menuangkan aspirasinya..

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun