Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Botol Jin dan Tiga Orang Pemuda

1 Januari 2021   08:00 Diperbarui: 1 Januari 2021   13:47 808 24
Alkisah, di suatu malam ada tiga orang pemuda yang sedang bertugas meronda. Seperti biasanya, sambil menghabiskan malam, mereka mengisinya dengan bermain gapleĀ (kartu domino).

Tidak terasa, waktu telah menunjuk ke arah pukul 00.40 WIB. Sebagaimana jadwal yang telah disepakati oleh para peronda sebelumnya, di waktu itu adalah saat bagi mereka untuk berkeliling dusun sambil mengamati kondisi lingkungan sekitar.

Ketiga pemuda tadi menghentikan sejenak aktivitas mereka bermain gaple di gardu, sebab saat itu mereka harus segera berkeliling dusun. Dan pada dini hari itu mereka memutuskan untuk mengelilinginya dengan berjalan kaki, hitung-hitung sambil olahraga di malam hari.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba saja salah seorang dari mereka menemukan sebuah botol polos yang sangat unik tergeletak di tepi jalan.

"Wuiih, ada botol No!" sahut salah seorang pemuda penemu botol itu kepada seorang kawannya yang bernama Tarno.

"Sst. Heh, To. Kamu tahu nggak botol minuman apa ini?" tanya Tarno kepada seorang kawannya lagi yang bernama Gento yang berjalan paling depan.

Gento yang terkenal sebagai penenggak miras kelas kakap di kampungnya mengamati dengan seksama botol itu. Ia membolak-baliknya dengan penuh rasa penasaran dengan tampilan uniknya. Lantaran tak pernah sekalipun ia menjumpai jenis botol yang serupa dengan itu, meski ia sudah begitu hafal dengan aneka botol minuman seperti Brandy, Whisky, Vodka, Mansion House, dan apalagi orangtua.

"Nggak, tahu aku." jawab Gento beberapa saat kemudian.

Gento makin penasaran dengan botol yang ada di tangannya itu, sehingga ia pun berusaha menyekanya dengan pakaian sambil meniup bagian permukaannya agar tampak lebih bersih. Ia tampak masih berharap akan mendapati sebuah tulisan yang terukir di sana.

Namun, tampaknya botol antik itu memang polos adanya, sehingga usaha Gento untuk mendapati tulisan pada permukaan botol itupun sia-sia.

Sekonyong-konyong keluarlah asap berwarna putih dari dalam botol itu. Asap itu mengepul dengan begitu pekatnya sehingga mengaburkan pandangan mata ketiga pemuda tadi.

Beberapa saat kemudian, ketiga pemuda itupun mencium bau wangi yang begitu tajam menguar menusuk masuk hidung mereka.

"Uhuk.. Uhuk.. Uhuk.." ketiganya batuk secara hampir bersamaan karena tak tahan menahan bau yang amat semerbak itu. Hingga beberapa saat kemudian batuk mereka pun mereda seiring menipisnya asap yang menyelubungi badan mereka.

"Ah, sialan. Baunya tajam banget. Hampir nggak kuat nafasku dibuatnya." seru Gendon beberapa saat kemudian.

"Bener, Ndon. Aneh banget baunya. Seumur-umur nggak pernah aku mencium bau sewangi ini." Gento menanggapi.

"Mas, terima kasih, ya!" tiba-tiba mereka mendengar suara seorang lelaki yang terasa sangat dekat dengan jarak mereka berdiri. Kontan mereka pun melirik ke arah sumber suara itu. Sungguh tak dinyana, mereka menjumpai sesosok lelaki bernampilan menawan telah berada di belakang mereka.

"Mas ini siapa?" Tarno balik bertanya kepada lelaki itu.

"Saya adalah jin yang sudah dipenjara oleh dukun usil di dalam botol itu sejak setahun yang lalu. Sebagai balas budi, saya akan mengabulkan satu permintaan dari mas semua, selama setahun juga lamanya. Bagaimana? Apakah Mas mau?"

"Ah, yang benar, nih? Jangan-jangan kamu ini pencuri yang mau nipu kami!" selidik Gendon.

"Percaya terserah, takpercaya terserah. Saya harap kalian takkan menyesal setelah penawaran langka ini. Jadi, sila direnungkan baik-baik!"

Ketiga orang pemuda inipun takmau ambil pusing untuk tak memercayai ucapan sosok yang sangat wangi itu. Apalagi setelah mereka memandangi penampilan wajah tampannya yang jauh di atas rata-rata penduduk di kampung mereka, makin mantablah perasaan mereka bahwa sosok itu jelas bukan manusia.

"Ingat, pikirkan baik-baik agar kalian tak menyesal nantinya!" si jin itu kembali mengingatkan.

"O, ya. Sebagai bonusnya, aku juga akan mencukupi segala makanan kalian selama setahun ditambah privasi kalian yang aman dalam menikmati kesenangan itu." tambah jin itu.

Tampak wajah cerah yang berbinar-binar dari ketiga pemuda itu. Seakan mereka sudah begitu siap dengan apa yang hendak mereka minta.

"Silakan. Siapa mau minta lebih dulu?"

"Aku." Jawab Gendon mengawali tanggapan jin dengan mata yang terbelalak sambil celingak-celinguk cengingisan ke arah dua temannya yang lain.

"Baik. Kamu minta apa?" tanya si jin.

"Aku ingin berkumpul dengan 100 wanita yang cantik-cantik." jawabnya dengan mimik muka yang tampak genit.

"Permintaan yang sangat mudah. Kukabulkan!"

Blushh. Beberapa saat kemudian Gendon telah raib dari hadapan kedua orang temannya tadi.

"Kalian takperlu khawatir. Temanmu telah kupenuhi permintaannya." jelas si jin mencoba menenangkan Gento dan Tarno.

"Apa buktinya?" selidik Tarno.

"Mau bukti? Ini!" jawab si jin sambil menunjukkan hologram Gendon yang tengah dikerumuni oleh 100 orang wanita cantik.

"Wah, hebat." tanggap Gento.

"Bagaimana? Kalian juga mau seperti temanmu itu?" jin kembali bertanya.

"Ogah, ah. Aku mau minta yang lain." jawab Gento.

"Begitu? Silakan sebut apa yang kamu mau!"

"Aku mau minta arak terbaik di seluruh dunia ini." tanggap Gento.

"Begitu? Lebih gampang!" tanggap si jin.

Blusshh. Sesaat kemudian Gento pun menghilang dari hadapan Tarno dan ia pun menikmati apa yang sudah dimintanya. Yakni aneka minuman keras kelas dunia yang level minimalnya cocok untuk perayaan juara Moto GP.

"Bagaimana? Kamu masih bimbang atau sudah yakin?" tanya jin kepada Tarno yang masih bersamanya.

"Baik. Aku percaya." jawab Tarno setengah bimbang.

"Kalau begitu. Kamu mau minta apa? Khusus untuk kamu yang terakhir ini, dua permintaan temanmu tadi, boleh kauminta sekaligus. Sebab permintaan mereka terlalu mudah bagiku." jin menawarkan.

"Ah, aku sama sekali nggak tertarik dengan keduanya."

"Lantas, kamu mau minta apa?"

"Aku mau rokok terbaik di dunia."

"Hanya rokok? Bagaimana kalau ditambah dua yang awal tadi?" si jin masih ingin menawarkan.

"Tidak. Cukup itu saja, rokok terbaik." Tarno menegaskan.

"Aduh. Sebenarnya jika hanya permintaan yang mudah itu aku bisa jadi bahan bully-bully-an di alam sana. Silakan meminta yang lebih dari itu." tanggap si jin dengan setengah berat hati.

"Halah, sok alasan lagi. Bisa nggak?" potong Tarno.

"Baiklah. Kukabulkan kalau begitu."

Seperti halnya keadaan kedua orang sahabatnya tadi, Tarno pun menghilang menuju apa yang diidamkannya.

Jin begitu penasaran dengan permintaan ketiga pemuda tadi. Terbayang di benaknya angan-angan yang tak karuan. Terutama saat ia membandingkan apa saja yang mereka minta dengan hal-hal yang pernah diminta oleh orang-orang sebelum mereka dahulu.

Rata-rata dari mereka minimal pasti akan meminta kekuasaan, jabatan, kewibawaan, pengaruh, ataupun kekayaan. Tak pernah sekalipun ia mendapati permintaan yang begitu remeh seperti yang ia peroleh dari ketiga orang pemuda tadi.

Hingga sejak saat itu ia berkomitmen untuk menelusuri misteri keanehan itu. Terutama saat ia digelanyuti oleh pertanyaan, apakah jaman sudah berubah begitu cepatnya sejak ia dikurung setahun silam? Manusianya yang mengalami kemunduran, ataukah justru sebaliknya?

Deretan tanya macam itulah yang hendak ia pecahkan sembari menunggu waktu untuk menyudahi kenikmatan ketiga orang pemuda tadi.

Tak terasa setahun telah berlalu, sementara jin sendiri semakin bertambah bingung dengan ragam perilaku manusia.

Daripada kepalanya akan pecah sebab memikirkan tingkah mereka, jin pun memutuskan untuk mendahulukan kontraknya dengan ketiga pemuda itu.

Untuk yang pertama, ia mulai dari Gendon dan para kuntilanak cantik yang mengelilinginya.

Begitu jin itu mendapatinya, ia menjadi pangling (tidak kenal) dengan penampilannya. Sebab tampilan Gendon kini seperti orang yang berperawakan kurus kering yang sekadar untuk mengayunkan kaki pun takmampu.

"Apa yang terjadi denganmu?" tanya si jin dengan penuh rasa heran ketika mendapati Gendon yang tengah berjalan menghampirinya dengan cara merangkak.

"Gara-gara ulahmu, aku jadi lumpuh seperti ini. Tolong kembalikan kondisiku seperti semula!" jawabnya.

"Loh, kok aku yang kamu salahin?" jin bertambah bingung.

"Iya. Gara-gara kausodori aku 100 wanita cantik dan makanan yang lezat-lezat, aku jadi takkuasa untuk tak menghampiri mereka setiap hari. Hingga beginilah jadinya keadaanku sekarang."

"Hahaha. Hihihi. Salah sendiri kauminta wanita terlalu banyak. Rasakanlah sekarang akibatnya. Maaf, kawan. Takbisa kupenuhi permintaanmu itu. Sebab aku telah memberikannya setahun lalu." jawab si jin dengan ringan.

"Dulu kau sudah kuperingatkan, mikir dulu sebelum meminta. Sekarang rasakanlah sendiri akibatnya. Hahaha. Hihihi." lanjut jin itu seenaknya sambil berlalu meninggalkan Gendon yang berusaha mati-matian mengejar dirinya dengan kesotan.

Puas meninggalkan Gendon yang kondisinya sudah hampir lumpuh itu, si jin pun bertambah penasaran dengan nasib peminta yang kedua, yakni Gento dan minuman keras favoritnya.

Begitu mendapati Gento, jin kontan tertawa lepas selepas-selepasnya. Sebab sosok yang ingin ia temui itu sama persis dengan dugaannya. Gento si pemabuk berat itu kini tubuhnya ibarat lunglit (kerangka berbungkus kulit) dengan perut membuncit bak terkena busung lapar.

"Tolong, jangan kausudahi anugerah minuman surga ini, eiigghhh..!" pinta Gento pada si jin sambil mabuk memuntahkan minuman.

"Baiklah. Kalau begitu kutambahi permintaanmu. Terus mabuklah kamu kawan, hingga kamu berganti alam. Hahaha. Hihihi." jawab si jin sambil tertawa riang dan mengurung kembali Gento bersama botol-botol minuman surganya.

"Terima kasih, eiigghhh.." jawab Gento sambil menahan rasa muntah. Hatinya begitu senang sebab di sampingnya telah terkumpul kembali aneka minuman yang disenanginya.

"Hahaha. Sampai jumpa di neraka, kawan."

"ciyu." jawab Gento dengan kode tangan yang mirip dengan orang yang hendak menyulang minuman.

Jin tersenyum puas melihat keadaan si peminta keduanya itu. Lantaran ia menduga sudah pasti ia akan segera mati dengan berkalang banyu langit, yang sudah pasti hal itu akan memandunya ke arah kobaran api neraka.

Ia menjadi tak sabar untuk segera menemui orang yang ketiga, yakni Tarno si perokok berat itu. Dalam batinnya, penuh rasa harap-harap senang bahwa ia telah binasa dengan paru-paru yang bocor akibat terkena serangan kanker.

Membayangkan hal ini, hati si jin girang bukan kepalang. Ia telah menyiapkan tawa sekeras-kerasnya di depan bangkai Tarno.

"Hahaha. Hihihi." tawanya tak berkesudahan setelah mencukupi kenikmatan si Tarno.

Bak.. Buk.. Bak.. Buk..

Tiba-tiba ia merasakan hantaman benda yang sangat keras secara bertubi-tubi menimpuk badannya, sehingga ia pun jatuh tersungkur ke atas tanah. Untuk beberapa saat, dunia terasa begitu gelap dalam pandangannya.

Ia begitu bingung atas keadaan ini. Belum usai kebingungannya, ia merasa ada sosok yang teramat berat menindihi badannya.

"Kurang ajar, kamu jin. Kau kurung aku selama setahun di tempat jahanam ini." kata Tarno sambil mencengkeram badan jin.

"Loh, bukankah kenikmatan dan privasimu sudah kucukupi selama setahun ini?" jawab jin dengan nada takut bercampur bingung.

Bak.. Bik.. Buk..

Tarno kembali melayangkan bogem mentah ke arah tubuh si jin dengan pandangan melotot tajam ke arahnya.

"Nikmat? Privasi katamu? Tak kusangka, kau berani-beraninya nipu aku."

"Nipu apa?" jin bertambah bingung.

Bak.. Bik.. Buk.. Tarno melayangkan pukulan keras kembali sambil melepas cengkeramannya dari badan si jin.

"Ayo kita duel di sini sampai mati!" tantang Tarno pada si jin dengan perasaan geram setengah mati.

"Ampun, Mas Tarno. Mohon beri penjelasan dulu pada hamba." jawab jin memelas penuh iba.

"Bagaimana mungkin kau kurung aku dengan bergunung-gunung rokok tapi tak kau sediakan korek api? Bagaimana caraku menyulut rokok, goblok? Aku mau merokok puas-puas, malah kaubuat aku puasa merokok selama setahun!" jawab Tarno dengan nafas tersengal-sengal menahan amarah.

"Maaf, Mas Tarno. Beribu-ribu maaf. Hamba benar-benar lupa." jawab si jin bertambah gentar setelah memandangi badan Tarno yang jauh lebih kekar dibanding setahun sebelumnya.

"Halah, takada maaf-maafan. Sekarang, sebagai balasnya, kan kukurung lagi kamu dalam botol. Biar tahu rasa."

"Ampun, Mas Tarno. Ampuun.." jawab si jin penuh rasa iba.

***

*) Diolah dari materi ceramah Habib Umar Muthohar

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun