Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Kerbau Punya Minyak Sapi Punya Nama: Kebohongan Sekolah SBI/SBN?

4 April 2011   18:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:07 496 0
Suatu ketika saya berkesempatan berkunjung ke sebuah SMU berlabel SBI di Lampung. Memasuki lobi kantor kepala sekolah, para tamu disambut etalase yang berisi ratusan (jika bukan ribuan) trofi juara beragam lomba yang berhasil dimenangi oleh siswanya dari tahun ke tahun. Ada trofi lomba menari, lomba cepat tepat, lomba penelitian ilmiah remaja, hingga lomba pidato dalam bahasa Inggris. Hebat! Begitulah komentar pertama kebanyakan tamu terhadap prestasi siswa sekolah favorit tersebut.

Benarkah ribuan trofi itu gambaran tingginya profesionalisme tenaga pendidik dan kehebatan proses belajar di sekolah itu? Nanti dulu. Berdasarkan penelusuran peneliti dari lembaga Indonesian Pedagogical Acts Surveillant (INPAS), ternyata siswa pemenang lomba-lomba itu bukan mendapatkan skill dari sekolah, melainkan dari berbagai lembaga pendidikan non formal di luar sekolah. Contoh, pemenang lomba pidato dalam bahasa Inggris ternyata mendapatkan kemahiran berbahasa Inggris dari Lembaga Kurus Bahasa Inggris yang telah diikutinya sejak kecil; atau karena kedua orang tua siswa tertsebut lulusan perguruan tinggi di luar negeri, sehingga di rumah si anak sudah dibiasakan bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Demikian juga sang juara lomba menari antar sekolah, ternyata siswa tersebut adalah "anak sanggar" sejak masih di bangku TK. Jika demikian apa peran sekolah dan guru? Ya, hanya pemberi pengakuan dalam bentuk nilai rapor saja.

Selanjutnya soal prestasi akademik dalam bentuk nilai rapor, ijazah, atau NEM. Hasil survei Indonesian Pedagogical Acts Surveillant (INPAS) terhadap siswa beberapa SMU di Lampung menunjukkan bahwa 73 persen siswa SMU yang berkategori RSBN/SBI mengaku aktif mengikuti program bimbingan belajar (Bimbel) di luar sekolah. Sementara siswa SMU berkategori BIASA hanya 43 persen yang mengaku mengikuti program Bimbel luar sekolah. Apa arti data ini? Data ini menunjukkan bahwa status sebagai siswa sekolah "bergengsi" memberikan beban tersendiri kepada para siswanya untuk menunjukkan prestasi atau keunggulannya.

Jika kemudian siswa-siswa sekolah RSBI/RSBN mampu berprestasi tinggi, berdasarkan nilai rata-rata ujian, institusi mana yang lebih memberi rasa percaya diri pada siswa dan orang tua akan prestasinya? Sekolah, atau Bimbel? Pengakuan beberapa orangtua yang anaknya bersekolah di SMU RSBN/RSBI mengugkapkan hal yang patut membuat kita kecewa, yaitu bahwa jika tidak ikut program Bimbel maka anaknya akan tertinggal-prestasinya.

Jika fenomena diatas merupakan gambaran sesungguhnya tentang mutu proses pendidikan di sekolah-sekolah yang berlabel RSBI/RSBN maka sesungguhnya telah terjadi pembohongan terhadap publik, khususnya terhadap para orangtua yang mengira bahwa sekolah itulah yang membuat anak mereka "berprestasi akademik" yang membuat mereka bangga tersebut. Padahal, para siswa tersebut berprestasi karena upaya mereka sendiri dengan mengikuti Bimbel, membeli berbagai jenis buku, atau mengikuti berbagai kursus ketrampilan. Dengan kata lain, mereka berhasil karena self service bukan karena di-service. Dalam pepatah melayu fenomena ini sama dengan "kerbau yang punya minyak, sapi yang punya nama".

Perlukah fenomena mengandalkan Bimbel dikritisi? Sangat perlu, sebab kategori status sekolah didasarkan pada standar nasional pendidikan (SNP). SNP terdiri dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Artinya jika sebuah sekolah sudah bersatatus SBN, apalagi SBI, standar isi, standar tenaga pendidik, dan standar sarana pastilah sudah terpenuhi sehingga layak menyelenggarakan pendidikan bermutu bertaraf internasional. Dengan begitu sekolahj sekolah seperti itu sepatutnya mampu menelurkan siswa yang melampaui standar kompetensi tanpa membebani siswa dengan beragam kegiatan akdemik di luar sekolah. Juga, tidak seharusnya para orang tua yang sudah mengeluarkan biaya begitu mahal untuk masuk ke sekolah favorit itu dengan biaya ekstra untuk menutupi kebohongan dan kekurangan sekolah tersebut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun