Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Masa Depan Commuter Line

26 Juli 2013   16:33 Diperbarui: 4 April 2017   16:15 5366 2

MENGAPA HARUS KRL?

Mari kita flashback kembali melihat data perbandingan jaringan moda transportasi publik  di Jakarta berikut:

MRT :  1 koridor - 25 km – [ aktif 2017 ]

Monorail :  1 koridor - 15km

KRL/ Commuter Line :  4 koridor - 143 km

Transjakarta: 12 koridor - 248km

Berdasar data di atas, kita sudah mengenal bersama bahwa Comuter Line atau KRL Jabodetabek merupakan Moda Public Transport dengan jaringan paling panjang dan paling luas cakupan zona titik titik layanannya, dibandingkan dengan Busway, Monorail atau bahkan MRT.

Kita sukai atau tidak, ternyata KRL lah kunci vital transportasi massal di Jabodetabek. Jaringan KRL Jabodetabek ini sepuluh kali lipat lebih panjang dari MRT/subway ! KRL inilah andalan kita walaupun nanti MRT sudah aktif.

Walaupun penuh dengan kontroversi dan keluhan dari pengguna setia KRL bahwa hari ini KRL semakin penuh sesak saja, sudah tidak ada pembedaan kelas mana ekonomi, mana AC. Secara garis besar sebenarnya PT. Kereta Api Indonesia melalui Dirut Ignasius Jonan ini sudah melangkah ke jalur yang lebih baik walaupun memang harus melalui tahapan berliku dan melelahkan. Gebrakan gebrakan baru memang muncul dan telah mengubah image kereta api menjadi lumayan lebih baik. Dari ketepatan waktu dan pemberantasan asongan. Peningkatan image Kereta Ekonomi yang tadinya panas dan berdesak desakan menjadi AC Ekonomi yang bersaing dengan kelas bisnis.

Untuk Jakarta sendiri tentu seperti yang sudah kita ketahui bersama KRL sudah menerapkan sistem tiketing yang sesuai jamannya. Yang sudah seharusnya. Sistem tiketing Tap (Contactless Smart Card) ini sudah diberlakukan di Singapore sekitar 2002, di Hongkong bahkan lebih awal dari itu.

Perbaikan memang harus dilakukan secara bertahap, walaupun kita terus mengeluh kekurangan ini itu, hal yang perlu diapresiasi semua pihak adalah para pelanggan KRL ini  merupakan pahlawan Jakarta sesungguhnya. Kontribusi mereka untuk memilih transportasi massal  sehingga memiliki impact positif mengurangi kemacetan lalu lintas haruslah diapresiasi secara maksimal.

Bagaimanakah langkah selanjutnya? Berikut mari kita jabarkan satu persatu garis besar langkah langkah yang perlu dipersiapkan untuk perencanaan jangka panjang Jaringan Kereta Api di Jabodetabek .

Idealnya, kuota penjualan tiket untuk Single Trip hanya memenuhi kurang dari 30% dari jumlah total penjualan tiket. Yang terjadi hari ini adalah lebih dari 90% penumpang masih menggunakan tiket single trip. Pejabat KAI yang sudah survey ke seluruh kota kota besar di dunia ini sebenarnya pola pikirnya seperti apa kok bisa bisanya “kecolongan”?  Seperti kita ketahui bersama, sistem tiketing baru ini beberapa bulan lalu penuh dengan kelemahan sehingga dimanfaatkan oleh oknum penumpang iseng untuk menyimpan tiket single tripnya sebagai souvenir dibawa pulang.

Untuk mengatasi antrian yang mengular, tentu saja tiket tidak boleh lagi dijual secara manual. PT.KAI harus segera menyediakan ATM tiket. Di Singapore dan Bangkok saja bahkan tersedia hingga belasan mesin hanya untuk 1 stasiunnya. Sehingga waktu berharga penumpang tidak perlu terbuang hanya untuk antri membeli tiket secara manual. 15 menit  waktu mengantri dalam seharinya jika diakumulasikan senin-jumat 5 hari saja sudah satu jam lebih. Jika diakumulasikan lagi, selama satu tahun naik KRL sudah berapa jam waktu produktif penumpang tidak berdosa ini lenyap begitu saja? Kita harus memperhitungkan hingga  faktor sedetail ini.

--

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun