Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Arman yang Berdiri Kokoh di Depan Pusara Mak

9 Desember 2020   15:07 Diperbarui: 9 Desember 2020   15:11 168 11
Armand masih berdiri kaku di depan pusara Mak. Tidak ada gerak pada tubuhnya. Tubuh kekar sang Jawara. Kalaupun ada perubahan di situ, hanya pada wajah itu yang berubah. Tepatnya pada kelopak mata Armand.

Entah itu air mata yang jatuh dari pelipis matanya, lalu membasahi wajah kerasnya, atau itu rintik rinai hujan yang membasahi rambut gondrong Arman. Lalu, mengalir pada kening, terus ke bawah ke kelopak mata dan membasahi pipi sang jagoan tak terkalahkan itu.

Rasanya tak mungkin seorang jawara tak terkalahkan harus menangis di depan pusara Mak. Amat terasa lebay, membayangkan hal itu terjadi pada sang Jawara bernama Armand.

Namun, apa yang tidak mungkin di atas dunia ini? Apalagi jika dihubungkan dengan soal cinta dan rasa yang terjadi pada anak manusia. Antara Armand dengan Mak. Antara seorang anak dengan Ibu nya.

Armand yang dikenal jagoan tak terkalahkan, yang bahkan seekor Harimau Sumatra merasa jerih dan takut bila berdekatan dengan Armand. Memiliki sifat yang tidak pernah diketahui oleh siapapun. Kecuali, oleh Mak.

Armand amat sayang pada Mak.

Sayang yang Armand berikan pada Mak, sayang yang demikian besar. Hingga saking besarnya, tak meninggalkan sisa, barang sedikitpun untuk yang lain.

Itulah sebabnya, Armand dikenal sebagai raja tega, raja dari dunia gelap yang melakukan kejahatan tanpa belas kasih sedikit pun. Karena kasih dan belas itu, telah dia habiskan hanya untuk Mak.

Sejak jam sebelas dua puluh tiga menit malam, Armand mengunjungi makam Mak. Karena pada jam segitulah pusara Mak, benar-benar sepi. Sehingga tidak ada kemungkinan orang berziarah pada jam-jam segitu.

Apalagi, kini, bulan Desember. Bulan yang tiap hari ditandai oleh turunnya hujan. Mereka yang dikenal sebagai orang-orang baik, tentu sudah berada di balik selimutnya, berlindung dari dinginnya malam. Karena datangnya hujan.

Kondisi begitu, menjadi berkah bagi Armand. Sehingga dia akan bebas berlama-lama bersimpuh pada pusara Mak, tanpa kuatir di sergap oleh pihak berwajib.

Bersimpuh pada pusara Mak, mengadukan segala hal tentang nasibnya. Tentang peruntungan yang dialaminya. Tentang sayangnya pada Mak. Tentang sesalnya yang tak mungkin habis, karena tak mampu membahagiakan Mak, semasa Mak masih hidup.

Belum sepuluh menit Armand bersimpuh pada pusara Mak. Hujan lebat turun. Armand berniat berdiri untuk meninggalkan pusara Mak. Namun, rindu pada Mak belum terlunasi.

Secepat itukah pertemuan ini akan diakhiri? Apakah seorang Jawara sehebat Armand harus takut pada hujan? Apakah patut hujan mampu memisahkan dia dengan Mak?

Akh....per syetan dengan mu hujan. Kau tak sebanding dengan sayangku pada Mak. Demikian bathin Armand. Maka, sang jagoan itu. Kembali duduk di depan pusara Mak. Tak ada yang menyaksikan semua kejadian itu, kecuali hujan lebat yang turun membasahi Armand.

Hingga subuh, hujan tak kunjung reda. Armand tak kunjung jua beranjak dari tempat duduknya, di depan pusara Mak. Dua makhluk ciptaan Allah, saling menunjukkan kesombongan nya. Hujan dengan derasnya yang tak kunjung reda, Armand dengan kegagahan yang tak mau mengalah untuk beranjak dari depan pusara Mak.

Waktu terus berlalu. Delapan jam sudah hujan dan Armand saling menunjukkan kehebatannya. Sehingga, Matahari pun, meski sudah pukul delapan pagi. Takut menampakkan dirinya. Langit seluruhnya diliputi awan gelap.

Entah dingin karena hujan yang sepanjang malam, atau dingin karena dalam "dekapan" Mak. Entah karena air hujan yang meluruhkan seluruh daki pada tubuh Armand atau kenangan masa kecil dulu dengan seluruh kasih sayang Mak. Armand tanpa disadarinya menjadi melankholis. Ada bulir hangat yang jatuh di pipinya. Ada bulir hangat sesal yang menyesak di rongga dadanya.

Hingga timbul tekad seorang preman besar yang tak ingin lagi berpisah dengan Mak. Apakah itu di dunia, juga di akhirat kelak.

Tekad yang menghilangkan semua rasa takut pada yang berwajib. Menghilangkan rasa takut akan dinginnya penjara, rasa takut akan kejamnya aparat.

Biarlah dia mendekam di penjara untuk menebus rasa salahnya. Biarlah dia tidak merantau lagi. Tetapi tetap tinggal di kampung untuk menjaga pusara Mak agar tetap terjaga, agar dia tetap dapat berdampingan selalu dengan Mak.

Biarlah dia mengurangi malam-malam lelapnya untuk tahajud memohonkan ampunan pada Allah. Agar kelak, dengan Iba dan kasihan Allah akan dipersatukan kembali bersama Mak di Jannah Nya.

*****
Siang itu. Tepat jam 8:47 aparat menyergap Armand yang masih berdiri kokoh di depan pusara Mak. Tak ada perlawanan dari sang Jawara tak terkalahkan itu.

Atas kebesaran Jiwa aparat dan sesuai permintaan Armand, untuk tujuh hari ke depan. Armand diperbolehkan mengikuti tahlilan di rumah Mak. Meski dengan pengawalan ketat.

Bagi Armand, sayang pada Mak, tak terdefinisi kan, tidak  berbilang dengan angka. Biarlah dia tebus sayang itu, sepanjang hayatnya, semasih dia bisa lakukan. Sayang yang tak mampu Armand  berikan ketika Mak masih hidup dulu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun