Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Rayuan Kembang Malam (Part 3)

31 Maret 2021   09:48 Diperbarui: 31 Maret 2021   10:08 334 4
Flashback on

Air mata menganak siap tumpah membanjiri pipi tirusnya. Hati gadis bermata hitam kecoklatan itu remuk. Ini semua bukan keinginan dan impiannya.  

Rambut acak-acakan seperti surai singa yang tak pernah disisir. Kelopak mata seputih porselen itu membengkak. Hasil menguras seluruh air mata sejak semalam suntuk.

Tertidur karena kepayahan berharap fajar membuatnya lupa ingatan. Gadis rupawan itu salah. Pagi setelah ia bangun, justru kejadian beberapa hari yang lalu terus berputar seperti kaset. Seolah ingin agar ia terus mengingat kebejatan orang yang ia cintai.

"Berengsek!" Tangannya mengepal. Memukul boneka teddy bear hadiah ulang tahun yang ke tujuh belas dari seseorang yang dia sebut sebagai kekasih terbaik.

Baik? Ya, lelaki yang tak bisa dikatakan tampan tapi juga tak buruk rupa. Hanya pembawaannya selalu terlihat dingin. Sikap tak acuhnya terhadap wanita-wanita lain. Cara berjalannya dengan langkah tegap, teratur dan cool.

Teman-temannya sepakat lelaki itu tidak begitu tampan, namun cukup menyenangkan jika dipandang dan daya tariknya adalah satu kata, 'keren'. Titik. Beberapa gadis menjadikan lelaki berkulit kuning langsat itu sebagai incaran teman kencan. Namun, sikap cuek itulah yang tak pernah berhasil mereka tundukkan.

Dia gadis lugu dan polos. Dia tak suka memakai make up tipis apalagi tebal, juga sekedar mengoleskan lipbalm ataupun lipstik ke bibirnya ia tak pernah melakukannya. Garis bawahi dia tak pernah bersolek. Sekolah untuk belajar bukan bergaya.

Semua berubah ketika salah satu dari teman sekelas membisikkan kalimat yang mampu membuat jantungnya melompat dari tempat. Degupnya tak beraturan padahal ia tak sedang berlari jauh.

Gadis bersurai sebahu datang mendekat. Jemari lentiknya memainkan helaian rambut yang ia kuncir satu.

"Lo tu cantik tahu!" Bersamaan dengan tali rambutnya yang lepas. Siapa lagi pelaku utama jika bukan Lusi.

"Sayang banget sih! Lo tuh kuper! Rok melebihi lutut, atasan kedodoran, pakai kacamata segala! Kuno! Gue dandanin mau ngak!"

Kepalanya menggeleng cepat. Tangannya buru-buru hendak menarik ikat rambut yang dimainkan Lusi dengan satu jari telunjuk.
Gadis berlensa mata abu-abu itu bergerak lebih cepat menjauhkan telunjuknya.

Lusi keterlaluan. Ia tak butuh penampilan menarik. Tujuan utamanya menuntut ilmu. Ia tidak peduli dengan lainnya.

"Sayang banget. Lo gini aja keliatan cantik, apalagi kalo lo mengubah penampilan! Bisa klepek-klepek tuh si Indra," Tawanya menggelegar di ruang kelas ini. Mirip nenek sihir. Sial hanya ada mereka berdua.

Deg

Mendengar nama Indra disebut hatinya mencelos.

"Gue tahu lo diem-diem suka ngintilin tuh coker kan? Jujur aja kali! Gue juga sering merhatiin lo kalo lagi ngeliat si Indra! Pas di perpus, di lapangan bola, di kantin lah, waktu main basket, duh mata lo tuh minta dicolok biar berkedip." Jari telunjuk dan tengah Lusi mengarah tepat dimatanya. Gadis yang suka ganti-ganti anting imitasi setiap hari itu mengubah posisi duduknya lebih mendekat.

"Eng...eng...enggak kok! Salah liat lo!" Dustanya. Bagaimana Lusi tahu sedetail itu tentang bagaimana dia secara sembunyi-sembunyi memperhatikan Indra. Dia merasa caranya sudah cukup aman.

Katakan pada gadis cantik itu, siapa yang tak kenal Lusi. Anak perempuan yang terkenal badung, satu sekolahan pun tahu. Sering bolak-balik ruang BK. Perkelahian antar sesama perempuan maupun laki-laki pun ia lakukan. Tinggal kelas dan pernah menjalani masa skorsing tak membuatnya jera.

Hanya kejadian terakhir kali, pertengkarannya dengan Sinta yang menghebohkan seluruh sekolah pemicunya sederhana 'rebutan pacar' .
Konyol sekali. Tapi tidak bagi Lusi yang tak mau kalah dari seorang Sinta.

Dan gadis urakan itu sekarang mulai mengambil jarak dekat padanya, seorang gadis lugu yang tidak tahu menahu selera fashion yang bagus apalagi untuk diajak seru-seruan. Mustahil. Untuk apa Lusi menghampirinya?

"Dengar ya! Gue tuh kenal deket ama Indra, ngerti!Indra tuh bukannya ga tahu diperhatiin ama elo! Orang dia sendiri yang nanyain tentang lo ke gue. Dia tahu lo sekelas ama gue!"

Indra tahu? Laki-laki keren itu tahu dia sering diam-diam mencuri pandang padanya? 'Ya ampun memalukan' batinnya mengejek diri sendiri.

"Tapi dia ilfil sih liat penampilan lo!"

Deg

Kedua kalinya jantungnya berdebar kencang. Tentu saja jika dia berdiri disamping Indra dengan penampilannya saat ini, bukankah tak sebanding dengan seorang cowok yang terlihat selalu keren dan dia cupu.

Hatinya sedikit ngilu. Apa penampilan memang perlu dan penting? Bukankah dengan ketulusan itu sudah lebih dari cukup?

Ia meremas bolpoin ditangan. Sedang tangan kirinya meremas ujung rok. Bodoh amat dia tidak akan peduli lagi tentang perasaan. Salah satu gadis dengan kepintaran terbaik di sekolah ini ingin memiliki seseorang yang sanggup menerima apa adanya dirinya. Bukan malah mengomentari penampilannya.

Sampai satu suara yang Lusi bisikkan mulai menggoda bagian relung hati yang masih sedikit mengharapkan sang pangeran hati.

Lusi merangkul bahunya, "Indra bakal mau jadi pacar elo kalo lo juga sanggup mengubah penampilan lo." Kalimat final yang kemudian membuai gadis tinggi semampai itu untuk tergoda sekaligus membuatnya selangkah lebih dekat menuju kehancuran masa depannya.

****

"Halo! Lo kapan pulang sih, Nda? Gue takut nih sendirian. Mana mati lampu lagi." Adera memakan mie instan sebagai camilan tengah malam. Menjepit benda pipih berbunyi itu diantara telinga dan bahunya. Satu tangan memilah dokumen yang akan ia bawa besok.

Sehabis bermain game ia tertidur setelah sahabatnya itu berangkat. Terbangun ditengah malam justru ia mendapati keadaan gelap gulita.

"Lo bisa nyalain lilin, tapi ati-ati kebakaran lo kan kalo tidur suka nendang sana-sini. Gue telat ada urusan. Kunci bener-bener tuh pintu!" Saran Dinda panjang lebar.

"Gue pengennya lo temenin Nda! Pulang napa?" Dengan nada sedikit manja ia merengek pada sang sahabat.

"Hahaha...gue nemenin lo kaga dapet apa-apa! Mending disini dong!"  Sahut Dinda tertawa menyebalkan.

"Iya-iya gue tahu sebenernya lo khawatir kan ama gue, tenang aja kali, Sist! gue bisa jaga diri! Suara gadis yang baru memotong rambutnya pendek itu melembut. Dia tersenyum kikuk. Mengatakan dia bisa menjaga diri adalah suatu kebohongan yang pasti Adera tak akan pernah percaya. Tetapi sahabat baiknya itu juga tak banyak bertanya tentang pekerjaannya pun mencampuri lebih jauh urusan pribadinya.

Bukankah begitu sebuah persahabatan? Sangat dekat bukan berarti tanpa sekat. Ada hal-hal privasi yang perlu dijaga dan tidak semua hal bisa dibagi.

"Nda, ga tau kenapa gue gelisah banget! gue berharap banget lo pulang sekarang! Tinggalin urusan lo. Gue yakin ga sepenuhnya ini dari hati lo." Kalimat terakhir penuh penekanan.

Dinda terpaku di tempat. Iris mata berlensa sewarna bunga lavender itu meluapkan amarah yang berujung tetesan air mata. Dirinya tak lemah namun kerapuhan jelas memenuhi hidupnya sekarang.

Apa yang ia alami hari ini adalah kesalahan beberapa orang dari masa lalunya. Tetapi dia juga punya andil bukan? Mengapa menyalahkan orang lain? Tapi tidak hatinya dipenuhi benci dan jelas mereka yang salah. Jahatnya mengapa hanya ia yang terpuruk. Kemanakah keadilan Tuhan?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun