Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Berkah Laknat Netizen

17 September 2019   07:44 Diperbarui: 17 September 2019   07:53 18 0
Mencari popularitas dari mulut kotor netizen adalah salah satu jalan tol yang bisa ditempuh oleh orang yang malas berkarya, tetapi ingin terkenal. Kalau tujuannya hanya untuk popularitas, kenapa tidak 'kan? Toh sudah banyak yang berhasil mempraktikkannya.

Kata "netizen" sebenarnya bukan kata baku dalam bahasa Indonesia. Kata yang benar adalah warganet. Mereka adalah warga masyarakat di dunia online. Jadi, sekarang sudah jelas ya setidaknya ada dua tipe warga, tipe online dan offline. Bedanya, warga tipe online ini tidak ikut disensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, keduanya sama-sama bisa rusuh.

Kata "netizen" pun sebenarnya tidak berkonotasi negatif karena ada istilah "hatter" untuk netizen versi negatif walaupun alih-alih memakai kata "hatter", salah satu stasiun televisi memakai kata "netizen" untuk judul program bernama "Netizen Maha Benar" yang seolah-olah melekatkan konotasi negatif pada kata "netizen".

Pada zaman medsos ini, popularitas adalah kunci untuk membuka gudang harta. Dengan menjadi populer, Anda bisa diundang sebagai bintang tamu di program-program televisi, menjadi bintang iklan biskuit atau minuman berenergi, main sinetron, main film, menjadi pembawa acara, bahkan menjadi penyanyi. Tentunya semua itu tidak dilabeli dengan cap "kualitas", tetapi "popularitas". Dengan kata lain, meskipun tidak ada kualitas, minimal ada popularitaslah.

Pada akhirnya masyarakat pun bisa menilai, dari sederet nama kondang, mana yang populer berkat karya-karyanya dan mana yang populer berkat laknat netizen. Popularitas pun ada umurnya. Ya, kalau panjang seperti rel kereta api. Kalau pendeknya seumur jagung, berniat alih profesi menjadi artis dengan meninggalkan pekerjaan lama eh keburu ditinggal netizen yang sudah asyik dengan gacoan lain, bagaimana?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun