Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Membangun Terminal Tak Ada Bus, Membangun Bandara Tak Ada Pesawat

2 September 2022   07:08 Diperbarui: 2 September 2022   07:28 3321 22
Bagaimana jika sudah capek membangun, tapi jauh dari ekspektasi? Mungkin karena perencanaan yang tidak matang. Mungkin bukan itu yang dibutuhkan. Atau mungkin...

Dahulu di tahun 2008, saya masih ingat ketika di Kendal, Jawa Tengah. Saat singgah di tempat itu, ada terminal yang hidup segan mati tak mau. Kondisi itu terjadi karena tak ada bus yang mau masuk terminal.

Terminal Bahurekso namanya. Seingatku itulah terminal yang ada di daerah barat wilayah Kabupaten Kendal. Saat itu aku dapat kabar kanan kiri bahwa bus malas ke terminal tersebut karena tak ramai.

Terminal dibangun di daerah yang sepi. Alhasil bus lebih suka ngetem di daerah tak jauh dari Pasar Weleri, Kendal. Di pasar tentu saja ramai orang dan ada potensi banyak penumpang.

 Aku tak tahu rinci bagaimana nasib terminal itu sekarang. Tapi ada pemberitaan bahwa di tahun 2015, nasib terminal tersebut juga tak jelas. Lalu sekarang ada kabar dari media massa online bahwa terminal itu jadi tempat relokasi pedagang pasar Weleri.

Aku tak mengatakan bahwa semua terminal bernasib seperti terminal di Kendal tersebut.

Selain terminal, ada juga bandara. Ada beberapa bandara yang masih sepi. Salah satunya yang saya baca di kompas.com adalah Bandara Jenderal Besar Soedirman Purbalingga.

Pada 16 Agustus lalu, saya baca berita di kompas.com dengan judul "Sepi Peminat, Wings Air Hentikan Sementara Penerbangan dari Bandara Pondok Cabe ke Jawa Tengah."

Saya tak mengatakan semua bandara seperti itu.

Kebijakan Berbasis Bukti

Kebijakan berbasis bukti atau Evidence-Based Policy sudah muncul lama, di dekade 90-an. Pembahasan kebijakan berbasis bukti sudah berceceran.

Salah satu yang saya baca terkait kebijakan berbasis bukti adalah tulisan "Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy) untuk Legislasi DPR RI dan Daya Saing Bangsa". Tulisan itu bagian dari Prosiding Seminar Nasional Bagian I Pusat Penelitian Sekretariat Jenderal dan
Badan Keahlian DPR RI.

Sederhananya kebijakan berbasis bukti adalah kebijakan yang memanfaatkan penelitian, lebih rasional, teliti, sistematis. Jadi ketika ingin membuat kebijakan, sudah ada basis data yang memadai.

Jika misal ingin membangun terminal sudah diteliti apa belum? Diteliti tentang kebutuhan masyarakat, tempat yang cocok, akses yang memadai.

Jika masyarakat butuh terminal baik itu masyarakat pengguna angkutan atau masyarakat operator angkutan, maka satu indikator alasan pembuatan terminal terpenuhi.

Apakah tempatnya memang cocok di situ? Jika cocok dengan melihat realitas, ya indikator kedua terpenuhi. Apakah aksesnya memadai? Jika memadai maka indikator ketiga terpenuhi.

Mungkin akan lebih banyak indikator yang dibutuhkan untuk diteliti agar kebijakan yang ditelurkan presisi.

Pahamkah?

Saya yakin, pembuat kebijakan sudah paham dengan kebijakan berbasis bukti. Jika pun tak tahu "evidence-based policy", saya yakin mereka tahu bahwa kebijakan dibuat dengan dasar data-data yang memadai.

Lalu mengapa masih ada pembangunan yang hasilnya meleset? Membangun terminal tapi sepi dan membangun bandara juga sepi?

Ya sekalipun pembuat kebijakan paham tentang evidence-based policy, mereka mengabaikannya. Kenapa mengabaikan evidence-based policy? Ya mungkin ada faktor tertentu yang membuat pembuat kebijakan mengabaikan evidence-based policy.

Apa faktor yang membuat pembuat kebijakan mengabaikan evidence-based policy? Bisa politik, bisnis, kepentingan, dll. Entahlah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun