Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Mari Berhitung, Berapa Pekan Sekali Jokowi akan Marah

9 Juli 2020   16:08 Diperbarui: 9 Juli 2020   15:58 104 15
Judul dari tulisan ini bukan main-main. Ini serius, menanggapi kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada kabinetnya untuk kali kedua dalam rentang waktu tak ada sebulan.

Seperti diketahui, Jokowi marah dalam forum kabinetnya pada 18 Juni 2020. Kemarahan itu kemudian diketahui publik sepuluh hari berselang setelah videonya dipublikasikan di dunia maya.

Kemarahan Jokowi saat itu menyinggung juga kemungkinan reshuffle kabinet. Karenanya, isu soal reshuffle kabinet merebak seperti candawan di musim hujan. Isu reshuffle mengalir sampai jauh.

Soal siapa yang akan jadi menteri baru dan siapa yang akan ditendang dari kabinet menjadi wacana yang meriah. Namun, belakangan Menteri Sekretaris Negara Pratikno menjelaskan tak ada reshuffle karena setelah kemarahan Presiden itu, kinerja kabinet membaik.

Tak ada satu bulan setelah kemarahan pada tengah Juni itu, di awal pekan ini Jokowi kembali meradang. Jokowi mengakui bahwa kinerja kabinetnya membaik. Namun, itu belum cukup untuk keluar dari kesulitan. Jokowi bilang bahwa kondisi ekonomi dunia memburuk.

Jokowi pun minta pemerintah menggerakkan ekonomi dengan membeli produk dalam negeri. Jokowi mengaku ngeri bahwa saat ini ancaman krisis ekonomi benar-benar di depan mata. Dia bahkan membeberkan ada menteri yang malah seperti cuti ketika ada program kerja dari rumah selama Covid-19.

Saya pikir kemarahan Jokowi akan seiring dengan kondisi riil dan kinerja pemerintahan. Jika kondisi riil ekonomi makin terpuruk dan kinerja kabinet tak bisa berlari sangat kencang, maka mungkin Jokowi akan makin sering marah untuk menaikkan kinerja kabinetnya.

Kemarahan Jokowi yang dipublish juga untuk menjelaskan pada semua rakyat Indonesia bahwa kondisi sekarang tak main-main. Maka, sebenarnya bukan hanya marah pada kabinet, Jokowi juga memberi kode pada masyarakat Indonesia.

Kode apa? Kode bahwa kondisi ekonomi terancam krisis serta agar masyarakat juga patuh pada protokol kesehatan. Kalau masyarakat masih banyak yang cuek dengan pandemi, maka peluang menyebarnya pandemi akan makin cepat. Kala pandemi meluas maka dana pemerintah akan makin terkuras.

Padahal dalam kondisi seperti ini, dana pemerintah juga bisa digunakan untuk memacu perekonomian. Nah kalau dana pemerintah terus disedot buat Covid-19 karena masyarakat abai protokol kesehatan, bagaimana?

Jadi, kalau mau melihat kinerja kabinet dan kondisi riil di lapangan, termasuk polah masyarakat secara umum, tinggal dihitung saja, berapa pekan sekali Jokowi marah. Jika intensitas kemarahan Jokowi makin sering, maka kondisi akan makin darurat dan kabinet serta masyarakat secara luas harus tahu diri.

Jika sekarang Jokowi marah dalam tiga pekan sekali, maka bisa jadi nanti sepekan sekali Jokowi akan marah karena kondisi makin ruwet. Marah untuk memacu kinerja kabinet dan menyadarkan masyarakat yang masih cuek dengan protokol kesehatan.

Malah bisa-bisa Jokowi marah sepekan dua kali, misalnya tiap Senin dan Kamis. Maka, saudara semua, maknai kemarahan Presiden juga sebagai cermin agar kita patuh pada protokol kesehatan, agar pengeluaran untuk Covid-19 tak terus membengkak, dan ekonomi membaik. (*)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun