Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Artikel Utama

Guru Bangsa Tjokroaminoto, yang Layak Digugu dan Ditiru

16 Mei 2015   04:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:59 468 0

Melihat kondisi pendidikan kita yang “carut-marut” : kebocoran soal ujian, murid mencontek, atau para pelajar bahkan mahasiswa yang tawuran, menyiratkan ada yang salah pada bangsa ini. Jika sistemnya kurang bagus, bisa jadi benar dan itu memang urusan pemerintah plus wakil rakyatnya. Betapa pun juga peran guru adalah yang terpenting untuk membuat murid menjadi baik dan terdidik. Jangan terpaku pada pemerintah yang bisa jadi memang penanganannya buruk. Seorang guru harus bisa menjadi pendidik dan tauladan apapun kondisi pemerintahnya. Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto adalah sosok guru yang bisa menjadi panutan, melahirkan murid yang akhirnya menjadi para founding father, padahal waktu itu pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Film ini berkisah pada masa sebelum Indonesia merdeka pada awal tahun 1900-an, di mana pada masa itu Indonesia berada pada kekuasaan kolonial Belanda yang sering disebut Hindia Belanda. Tjokroaminoto (Reza Rahadian) adalah seorang bumi putera yang merasa gelisah tentang nasib bangsanya yang penuh penderitaan. Ia melihat dengan kepalanya sendiri bagaimana para buruh tani diperas tenaganya dan kadang kala juga disiksa, yang hasilnya untuk kepentingan orang asing, dalam hal ini kolonial Belanda untuk diserahkan pada negara induknya nun jauh di sana : benua eropa.

Sebagai pemeluk agama Islam yang taat ia terilhami makna hijrah yang pernah dilakukan Rasululllah, yaitu untuk berpindah dari kegelapan menuju pencerahan. Melakukan hijrah tidaklah mudah, Tjokroaminoto muda yang saat itu menjadi pegawai di pemerintahan harus rela ditinggalkan yang dipecat karena menentang atasannya seorang Belanda untuk membela pegawai lainnya yang dihina. Tentangan juga tidak kalah hebat dari bapak mertunya (Sujiwo Tedjo), yang menganggap sok idealis dan omongannya gombal.

Menonton film ini menyadarkan kita adalah suatu bagian dari bangsa dunia yang disebut Indonesia. Saat ini kita dapat menghirup udara kebebasan politik tanpa kekangan. Berkomentar sampaiberkeluh kesah dan mengkritik penguasa (baca: pemerintah) di media sosial tidak menjadi persoalan berarti. Namun –sepertinya- kita tidakpernah menengok kebelakang bahwa bangsa Indonesia ini tidaklah terbentuk tiba-tiba. Sebelumnya ada penderitaan, penindasasan, dan pengorbanan dibalik itu semua. Film Guru BangsaTjokroaminoto cukup mengingatkan agar kita jangan pernah melupakan sejarah.

Perjuangan Tjokroaminoto seperti mengingat kita kembali kepada pelajaran sejarah sewaktu SMP dan SMA lalu. Bahwa perjuangan kemerdekaan yang bersifat fisik dan kedaerahan tidak terlalu berhasil maka perlu cara yang modern yaitu melalui pergerakan dan organisasi. Kesadaran akan adanya perkumpulan ini juga diperuntukkan untuk mengangkat harkat dan martabat penduduk pribumi tersebut.Dengan adanya perkumpulan itu maka beban segala kesulitan akan dapat ditangung secara bersama. Adanya bentrokan antara perkumpulan tionghoa dan penduduk pribumi yang merasa tersaingiturut menyadarkan perkumpulan itu harus segera dibentuk.

Cara ini yang dilakukan dengan mendirikan Sarekat Islam (SI). Dalam perjalannya SI cukup mendapat sambutan luas dari masyarakat. Ini dikarenakan Tjokroaminoto selain memiliki kharisma yang tinggi, ia juga dikenal sebagai intelektual yang cakap, orator ulung, dan pandai menulis. Kehadirannya untuk mengisi ketokahan dalam hal ini di pulau jawa yang kehilangan sosok pemimpin yang diistilahkan satrio piningit. Ini juga terjadi karena kekuasaan raja-raja jawa yang sudah tunduk kepada Belanda, ditambah lagi kekalahan perang Pangeran Diponegoro.

Pemberdayaan kaum bumiputera terus dilakukan dengan mendorong terbentuknya koperasi sebagai soko guru perekonomian yang kemudian ditopang dengan surat kabar untuk meyebarkan visi dan misi yang diperjuangkan. Ketokohan dan kharisma Tjokroaminoto ini menyebabkan banyak yang orang yang berguru padanya, sejarah mencatat para tokoh pergerakan nasional pernah berinteraksi padanya. Dan hebatnya Tjokroaminoto memiliki murid yang pandangan pemikiran yang berbeda-beda; Semaun, Alimim (komunis), Soekarno (nasionalis), atau Kartosuwiryo (Islam). Di rumah Tjokroaminoto di Gang Peneleh,Surabaya sebagai tempat bertemunya tokoh-tokoh bangsa Indonesia kelak. Namun dalam film ini hanya berapa muridnya yang ditonjolkan, durasi 2,5 jam memang tidak dapat menghimpun semuanya. Dengan melihat posternya maka yang ditonjolkan adalah Agus Salim (Ibnu Jamil), Soemaun (Tata Giring) dan Koesno/Soekarno (Deva Mahenra).

Batik dan kapuk

Film garapan Garin Nugroho ini memang berbeda nuansanya, tidak seperti film yang juga menampilkan para tokoh pergerakan lainnya: Ahmad Dahlan (Sang Pencerah) atau Hasyim Ashari (Sang Kiai). Seperti biasa Garin menampilkan beberapa simbol-simbol untuk memperkuat jalinan cerita seperti batik, yang dituturkan ibu mertua Tjokroaminoto (Maia Estianty) kepada anaknya Soeharsikin (Putri Ayudya), yang berarti bismilah titik.

Filosofi kapuk banyak ditampilkan disini melalui percakapan Tjokroaminoto dan istrinya Soeharsikin. Bahwa Tjokroaminoto sering ingatkan agar perjuangannya seperti kapuk yang putih dan bersih. Selain itu dapat menjadi isi bantal untuk menjadi sandaran bagi siapa saja.

Perjuangan tanpa kekerasan

Perjuangan bisa konsisten putih seperti kapuk memang cukup berat. Banyak rintangan dan halangan yang harus dihadapi Tjokroaminoto. Ia pun kadang sering pula gundah akan perjalanan perjuangannya itu, dan ia pun kerap bertanya kepada teman sejawatnya Agus Salim, “Sampai di mana hijrah kita Gus ?”.

Perjuangan pada saat itu memang bagaimana melawan pererintahan Hindia Belanda. Kondisi bumi putra mamang cukup memprihatinkan yang banyak diperlakukan semena-mena. Perlu ada perlawanan untuk menyudahi semua itu. Cara yang dipakai adalah secara koperatif atau non koperatif, revolusi atau evolusi.

Tjokroaminoto dan para pengikutnya di SI ingin mengangkat derajat bumiputera yang dianggap seperempat manusia. Cara perjuangan bisa bermacam-macam, namun Tjokroaminoto tetap menginginkan perjuangan tanpa kekerasan. Namun muridnya Semaun rupanya tidak sabar, revolusi yang dinginkannya. Tjokroaminoto dianggap Semaun terlalu lembek, dan meledek gurunya yang juga wakil rakyat bentukan Belanda (Volksraad) sebagai komedi omong.

Semaun akhirnya melangkah sendiri untuk melancarkan pemikiranya. Ia mampu menghasut para buruh untuk melakukan mogok dan berakhir huru-hara. Kekacauan itu tentu tidak disukai pemerintah Hindia Belanda, Soemaun pun diburu. Tjokroaminoto tidak terlibat terkena getahnya (karena ia gurunya), dengan dituduh pula, sering dintrogasi dan akhirnya dipenjara.

Implementasi hijrah Tjokroaminoto adalah dengan setinggi-tingginya ilmu, bukankah dengan ilmu tersebut akan bisa memecahkan permasalahan pelik yang ada. Tampak gaya Tjokroaminoto yang sering berdebat dengan pemerintah Hindia Belanda, dengan argumen yang menyakinkan dan menohok. Semurni-murninya tauhid, dapat diartikan segala perjuangan bukan untuk kepentingan dirinya tapi kepentingan orang banyak dan semua dikembalikan kepada Tuhan (lillahi ta’ala), unsur kecerdasan spritual sangat berpengaruh di sini. Perjuangan mencapai tujuan pun harus dengan cara yang baik dan benar dengan sedikit pihak yang dikorbankan. Pihak yang dirasa kurang benar agar diluruskan, dan itu perlu sepintar-pintarnya siasat.

Tjokroaminoto telah banyak mengajarkan banyak hal baik kepada pengikutnya dan terutama murid-muridnya, sehingga kesadaran untuk membentuk bangsa yang bisa berdiri di kaki sendiri. Ia telah menumbuhkan harapan yang kelak akan menjadi suatu bangsa merdeka, Indonesia. Bukan oleh Tjokroaminoto yang wafat tahun 1934, sejarah mencatat bahwa sang murid Soekarno yang akhirnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia 18 Agustus 1945. Bentuk bangsa dan negara seperti saat ini Negara Kesatuan Republik Indobnesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila. Bukankah guru yang baik adalah mampu mencetak murid-muridnya melebihi gurunya. Dengan melihat murid-murid yang berbagai aliran. Dan sekedar berandai-andai, jika saja bangsa ini berbentuk negara agama (Islam) atau bahkan komunis, bangsa ini akan tetap menempatkan Tjokroaminoto sebagai guru bangsa.

Film ini selayaknya ditonton buat para pihak yang mengaku dirinya aktivis, politisi, dan guru.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun