Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Review Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck: Perjalanan Cinta yang Mencerahkan

4 Januari 2014   14:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:10 4002 2

Cinta kan selalu abadi walau takdir tak pasti

Nidji OST Film TKVDW -Sumpah dan Cinta Matiku-

Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (TKVDW)bukanlah tentang inti kisah karamnya sebuah kapal mewah layaknya flm Hollywood, Titanic. Dibalik tenggelamnya kapal ini terkisah perjalanan cinta yang penuh cobaan maha beratantara dua insan Zainuddin (Herjunot Ali) dan Hayati (Pevita Pearce). Tema cerita mengambil setting tahun 1930-an pada masa kolonial Belanda n dalam tempat yang berbeda : Makasar, Minangkabau, Batavia, dan Surabaya.

Kisah ini seperti lagu Isabela, tembang lawas tahun 1980-an yang dinyayikan oleh band Seach dari Malaysia. Sebuah kisah cinta antara dua dunia yang berbeda, yang dipisahkan karena perbedaan adat dan budaya. Zainuddin adalah seorang anak dari campuran ayah minang dan ibu Bugis dan dibesarkan di Makasar.Setelah remaja ia kembali ke tanah leluhur ayahnya di Batipuh, Minangkabau untuk menyambung silaturrahmi dengan kerabat ayahnya itu. Namun sampai di sana ia tidak dapat diterima dengan penuh oleh warga sekitar karena keadaannya yang tidak murni minang, begitulah kuatnya adat yang harus dijunjung. Dalam adat minang memang menganut garis keturunan ibu (matrilineal), tidak seperti daerah lain yang kebanyakan patrilineal.

Pada saat sedang berjalan bersama kerabatnya, ada pedati yang melintas di jalan itu. Di dalamnya ada Hayati, sang bunga desa, yang kecantikannya tidak kalah dengan keindahan alam Minangkabau.Papasan kedua pandang mata tidak dapat dihindarkan, seperti kisah ken Arok yang pertama kali bertemu Kendedes. Sebagai seorang lelaki normal Zainudin mengagumi kecantikan Hayati, ia mengalami apa yang disebut orang cinta pada pandangan pertama (love at first sight).

Kekaguman Zainuddin itu membuatnya ia ingin mengenal lebih dalam Hayati. Kesempatam memperoleh momentumnya ketika pada malam hari keduanya sama-sama berteguh di sebuah warung karena hujan. Zainuddin pun menawarkan payungnya untuk dipakai Hayati agar ia dapat pulang ke rumah. Dari situlah perkenalan berlanjut, komunikasi keduanya melalui balas-membalas surat. Kemampuan menulis Zainuddin dalam merangkai kata membuat Hayati pun jatuh hati padanya.

Sumpah yang berat

Hubungan kasih antara Zainuddin dan Hayati rupanya terhalang tembok yang tebal. Hayati adalah dari keluarga terpandang di Batipuh, mamaknya pun adalah tetua adat. Sedangkan Zainuddin hanyalah “orang asing” di kampung ayahnya itu, tidak berharta pula. Mamaknya Hayatiberpandangan bahwa kisah kasih keduanya tidak boleh berlanjut apalagi sampai menuju pernikahan. Pendek kata Zanuddin tidak pantas bagi Hayati.

Upaya memisahkan adalah dengan “mengusir” Zainuddin dari Batipuh. Caranya cukup halus dengan menyarankan Zainuddin agar dapat belajar ilmu di kota yang tepat yaitu di Padang Panjang. Dengan berat hati Zainuddin menerima usiran itu. Sebelum Zainuddin pergi, mereka berdua bertemu sebagai salam perpisahan. Zainuddin menyatakan sangat berat untuk berpisah dengan Hayati. Namun hatinya menjadi tegar ketika Hayati menyatakan sumpahnya bahwa Zainuddin adalah lelaki yang pantas menjadi pendampingnya kelak. Hayati pun siap menanti kapanpun Zainundin akan hadir untuk menjemputnya.

Zainuddin pun sempat terhenyakdan menyatakan bahwa itu adalah sumpah yang berat. Ibarat melaksanakan mission impossible untuk mendapatkan Hayati dengan kondisi yang sangat tidak mendukung itu. Sebelum mereka berpisah Hayati memberikan kerudungnya sebagai tanda dan “azimat”cinta dirinya kepada Zainuddin. Mereka pun berjanji untuk saling berkirim surat, hubungan pun dapat berlanjut melalui LDR (long distance relationship).

Sumpah yang teringkari

Adanya orang ketiga adalah cobaan terbesar dalam hubungan dua orang yang memadu kasih. Pada suatu ketika Hayati liburan ke Padang Panjangkota Zainuddin juga tinggal, sekaligus untuk menemui pujaan hatinya itu. Hayati menginap di rumah sahabatnya,Khatijah, anak dari keluarga minang yang terpandang keturunan bangsawan dan kaya pula. Tanpa disangka Hayati bertemu dengan Aziz (Reza Rahadian) kakak Khatijah, seorang pemuda mapan modern yang bekerja di Padang.

Melihat kecantikan Hayati membuat Aziz jatuh hati. Selama liburan Aziz turut menemani termasuk saat mengunjungi arena pacuan kuda. Di tempat itu pula Hayati bertemu Zainuddin. Alih-alih dapat melepas rindu, untuk saling bercakap pun tidak sempat hanya bisa berpandang mata sebab harus menyesuaikan “acara” dari genk keluarga Khatijah itu.

Akhirnya keluarga Aziz pun jadi melamar Hayati. Tidak kalah pula dengan Zainuddin melakukan langkah yang sama. Karena adat cukup kuat maka semua keputusan ditentukan oleh mamaknya itu, pilihan jelas kepada Aziz yang dipandang sederajat dengan keluarganya. Hayati pun dengan terpaksa menerima keputusan mamaknya itu, walaupun hidup bagai makan hati berulam jantung. Sudah pasti hati Zainuddin hancur lebur. Ia merasa dingkari oleh Hayati, sumpah yang pernah diucapkannya dulu menguap begitu saja.

Cinta membuat gila

Melalui surat kepada Hayati, Zainuddin melayangkan “protes” mengapa hayati begitu tega berbuat seperti itu. Zainuddin menyatakan bahwa ini adalah pernikahan kecantikan dan kemewahan. Menurutnya Hayati lebih mementingkan harta daripada cinta kepadanya.Jawaban Hayati juga tidak kalah menyakitkan hati, ia menyatakan bahwa ini adalah pilihan hatinya dan menyarankan kepada Zainuddin melupakan dirinya dan semua kisah indah yang pernah dijalaninya dulu.

Rupanya Zainuddin tidak bisa menerima kenyataan seperti ini, sang kekasih meninggalkannya dan menikah dengan lelaki lain. Cinta yang begitu besar tidak menempati harapan yang semestinya. Cinta memang sulit di tebak ke mana muaranya seperti tembang manis Adele, Someone like you: “Sometimes it lasts in love, But sometimes it hurts instead”. Dan posisi Zainuindin pada keadaan yang tidak mengenakkan, cinta yang membuat luka di hati.

Begitu beratnya akibat beban cinta yang ditanggung itu membuat Zainuddin kehilangan arah dan membuatnya hampir gila. Orang dihadapannya dianggap Hayati, sambil memuja kekasih yang meninggalkannya itu. Ia pun tak mau makan, dan berdiam diri di kamar. Keadaan itu membuat parakerabatnya prihatin

Pelipur lara

Zainudin mempunyai sahabat bernama Muluk (Randy Danistha), anak kerabat tempat rumah yang didiami selama di Padang Panjang. Muluk adalah pemuda bandel yang tidak patuh kepada orang tua dan hobi berjudi. Namun demikian ia masih peduli dengan Zainuddin bahkan kata-katanya mampu meluluhkan hati Zainuddin. Muluk berkata kepada Zainuddin bahwa dirinya adalah orang bodoh yang tidak banyak pengetahuan. Muluk sangat menyayangkan mengapa pemuda yang panadai dan berilmu tinggi dapat hancur hidupnya gara-gara seorang perempuan.  Ia menyatakan  bahwa Zinuddin tak pantas meratapi hidup seperti ini.

Muluk memotivasi Zainuddin agar membangun kepandaian dan bakat menulisnya untuk menjadi orang besar. Dengan demikian akan berada di atas, maka suatu saat semua orang akan memandangnya termasuk juga dengan Hayati. Zainuddin membenarkan kata Muluk, ia tidak harus larut dalam kepedihan. Untuk mengobati luka hati yang begitu parah ia ingin melupakan Hayati. Agar tidak teringat dengan semua kenangan, Zainuddin pergi merantau ke Batavia dan turut ditemani Muluk sang sahabatnya.

Rupanya bakat menulis Zainuddin memperoleh tempat yang cocok. Tempat ia bekerja karyanya diterbitkan dalam surat khabar, dalam sebuah cerita bersambung. Karyanya mendapat antusias masyarakat, dan akhirnya diterbitkan dalam sebuah novel Teroesir. Novel ini juga mendapat sambutan luas, maka membuat karier Zainudin menanjak. Dan ia dipercaya menangani perusahan yang ada di Surabaya.

Surabaya pertempuran hati

Di Surabaya karier Zainuddin makin cemerlang, ia bertambah tenar yangmembuat ia terpandang dan kaya raya. Dan di saat yang sama Aziz juga memperoleh kenaikan pangkat dan ditempatkan di Surabaya. Suatu saat karyanya Teroesir di angkat di panggung opera. Aziz dan hayati turut menontonnya. Opera berlangsung sukses, dan setelah itu Zainuddin mengadakan pesta di rumah besarnya. Aziz dan Hayati turut hadir dalam acara itu.

Pertemuan atara Zainuddin dan Hayati juga tidak terhindarkan. Sebagai orang tenar Zainuddin bersikap selayaknya orang besar. Ia menjamu Aziz dan hayati dengan hormat walaupun sebelumnya pernah menyakiti hatinya. Cinta yang pernah berlangsung terpercik kembali, namun keduanya dapat menahan diri.

Lama Surabaya ini keadaan Zainuddin sangat mapan tetapi tidak bagi Aziz. Ia dipecat dari kantornya dan banyak hutang akibat kalah judi, rupanya ia hanya jago kandang, di Surabaya hidupnya benar-benar hancur. Dalam kondisi terpuruk , Aziz dan Hayati dapat tertolong. Mereka berdua diijinkan Zainuddin untuk menempati rumahnya.

Kesempatan yang terbuang

Kebaikan hati Zainuddin membuat Aziz malu. Ia pun mengetahui bahwa Hayati masih mencintai Zainuddin. Akhirnya Aziz pamit dari rumah untuk mencari pekerjaan. Pada mulanya Zainuddin tidak mengijinkannya, karena sudah tekat bulat Aziz maka ia mempersilahkannya. Aziz menitipkan Hayati pada Zainuddin untuk tetap tinggal di rumahnya.

Lama pergi, tiba-tiba Aziz mengirimkan dua surat buat Hayati dan Zainuddin. Buat Hayati diberikan surat talak dan ia hendak menceraikannya agar menjadi orang bebas, dan setelah itu mempersilahkan Hayati untuk menentukan pilihannya. Surat untuk Zainuddin , mempersilajkan agar untuk memiliki Hayati. Aziz mengganggap Zainuddin lah yang pantas untuk Hayati, sebagai suami pun ia tak pantas sebab kerap kali berbuat kasar dan menyakiti istrinya.

Kesempatan untuk bersatu antara Hayati dan Zainuddin semakin besar ketika ada khabar bahwa Aziz mati bunuh diri. Rupanya kesempatan itu terbuang begitu saja. Hayati menyatakan masih cinta padanya yang selama ini terus dipendamnya. Namun tidak bagi Zainuddin, ia tidak begitu saja menerima cinta Hayati yang sudah di depan mata. Ia masih teringat akan sikap Hayati yang pernah menyakiti hatinya. Dan Zainuddin menyarankan kepada hayati agar pulang ke kampung halamannya di Minang, tempat adat yang telah membelenggu cintanya.

Zainuddin tetap pada pendiriannya bahwa ia tetap teguh pada janjinya untuk melupakan Hayati, sebab ini pula yang pernah dimintakan Hayati kepadanya ketika menerima Aziz. Kepulangan Hayati sudah dipersiapkan Zainuddin dengan naik kapal mewahmilik BelandaVan der Wijk dari pelabuhan Tanjung Perak. Hayati pun pasrah dan menuruti kemauan Zainuddin, ia pun menitipkan surat kepada Muluk buat Zainuddin ketika akan naik kapal.

Dari surat itu akhirnya Zainuddin sadar bahwa dugaan terhadap Hayati salah. Hayati masih begitu mencintainya, dan sebenarnya ia pun masih mencintai Hayati. Hal ini dibuktikan dengan adanya lukisan Hayati yang dipajang di ruang kerja di rumahnya. Menyadari kesalahannya Zainuddin berniat menyusul Hayati dan membawanya kembali ke Surabaya untuk tinggal bersamanya.

Seandainya saja

Usaha Zainuddin menemui khabar yang tidak mengenakkan dan tidak disangka, kapal Van der Wijck tenggelam.Ia bersama Muluk segera menuju rumah sakit untuk mencari Hayati. Akhirnya ia menemukan Hayati, namun sudah pada kondisi parah, paru-parunya kebanyakan kemasukan air. Dalam menemui ajal, Hayati menyatakan bahwa hatinya selalu pada Zainuddin. Betapa hancurnya hati Zainuddin melihat kekasihnya itu, ia pun memohon agar Hayati tidak meninggalkannya.

Rupanya kematian sudah diambang batas, Hayati meminta kepada Zainuddin agar membimbingnya membacakan dua kalimat suci. Akhirnya Hayati meninggal dengan tenang, dengan mengetahui bahwa Zainuddin pun masih mencintainya. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Seandainya Zainuddin tidak menyuruhnya kembali ke kampung halamannya, tentu tidak menjadi korban kapal Van der Wijck itu. Dengan demikian bukankah dapat hidup bersama dengan kekasihnya seperti yang diharapkannya dahulu.

Kematian Hayati sempat mengguncangkan hati Zainuddin. Sudah beberapa kali ia harus jatuh karena perasaan cinta kepada Hayati. Rasa cinta yang begitu mendalam membuat ia mampu bangkit lagi dari keterpurukan, apapun keadaan yang akan terjadi. Inilah pesan moral yang dibangun dalam cerita ini. Zainuddin telah menemukan bahwa hatinya bertemu dengan hati Hayati. Seperti kata Kahlil Gibran, “hati yang bisa diajak untuk bersama-sama mereguk madu kehidupan dan menikmati kedamaian, sekaligus melupakan penderitaan hidup”. Bagi Zainuddin Hayati tidak mati, dan ia menghidupkannya kembalimelalui novel dalam sebuah kisah yang diberi judul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck.

Nama besar Buya HAMKA

Film ini diadaptasi novel dengan judul yang sama karya Buya HAMKA. Seorang tokoh yang pandai cendekia yang tidak saja piawai dalam urusan agama, dalam kesusastraan pun tidak kalah hebatnya. Seorang ulama yang mampu mengedepankan tuntunan tidak tontonan. HAMKA mampu menghadirkan bumbu kisah percintaan dengan tidak picisan. Mampu menempatkan cinta pada posisi yang semestinya, mencerahkan tidak menjerumuskan. Suatu cinta yang menyangkut empat aspek menurut Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving: peduli (care), pengetahuan (knowledge), rasa hormat (respect), dan rasa tanggung jawab (responsibility).

Salut pula para sineas film ini yang membuat suasana menjadi hidup, tampak natural. Film ini memang istimewa, durasinya pun cukup panjang kurang lebih 2,5 jam tanpa terasa bosan. Banyak kata-kata bijak dan romantik yang terselipkan dalam dialog, sederhana tetapi mengena. Beberapa diantaranya memang terkesan gombal dan lebay, cukup menghibur dan membuat bibir tersenyum.Hasil persiapan yang cukup panjang selama lima tahun dan berbiaya besar tidak lah sia-sia bagi siapa yang menontonnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun