Disesapnya batang kretek
dalam diam angan belingsatan
menelusuri rimbun belantara kata
Pucuk-pucuk aksara dipetik
dengan leluasa dirangkai dengan
seutas benang cinta pada dunia Sastra
Pena Jiwa sang pujangga senantiasa
menggurat di secarik keras ditemani
secangkir kopi dan sebatang kretek
Tak perlu paripurna serta drama
sebab puisi berupa lantunan jiwa
yang bertutur perihal apa adanya
Betapa setiap goresan memiliki kekuatan
hadirkan jiwa milik sang pujangga
mereka yang terlahir dari rahim puisi
Adakalanya sang pujangga
berteriak lantang dengan raut garang bak
seekor elang terbang menukik menerjang
Ada masanya sang penyair diam
seribu bahasa layaknya tengah mencerna
sebongkah rasa mendekam dalam jiwa
Pena jiwa sang pujangga akan selamanya
merajah serangkaian peristiwa
yang melatari kehidupannya
***
Hera Veronica Sulistiyanto
Jakarta | 13 Maret 2021 | 18:05