Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

Mengapa PDI-P dan Jokowi Dimusuhi Kader PKS

5 April 2015   13:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:31 1150 14
PKS merupakan organisasi yang penuh perasaan (the soulful organization). Proses pengkaderan melauli mekanisme liqo (pengajian mingguan) dan usroh (kekeluargaan) membentuk perasaan yang terintegrasi antara anggota dan partai. Oleh karena itu, meskipun di level pusat sudah dikuasai oleh orang-orang yang berorientasi kepada kekuasan politik, di level bawah masih kuat rasa memiliki partai dan dakwahnya.

Sejak 2004, ditubuh PKS bisa dibagi dua faksi yaitu Religious Movement Oriented (RMO) dan  Politically Party Oriented (PPO). RMO beranggapan bahwa PKS adalah bagian dari tarbiyah dan keberhasilan PKS diukur dari keberhasilan dakwah bukan semata-mata perolehan suara dalam pemilu. Sedangkan PPO beranggapan bahwa tarbiyah menjadi bagian instrumen dari PKS dan kemenangan partai ukurannya adalah pemilu dengan perolehan kursi suara.

Kelompok PPO cenderung progresif pragmatis dan memandang kemewahan adalah relatif tergantung kondisi, berbeda dengan kelompok RMO yang suka hidup bersahaja dan cenderung idealis. Kepengurusan DPP PKS periode 2010-2015 diisi oleh faksi PPO kisaran 70% sehingga warna PKS lebih didominasi oleh orang-orang yang berorientasi kekuasaan politik daripada dakwah Islam itu sendiri.

Dengan bekal sistem pembinaan tarbiyah, pendekatan DPP menggunakan hirarki pola top-down dan mementingkan simbol-simbol kepemimpinan dari level atas. Pola ketaatan penuh yang ditunjukkan oleh piminan-pimpinan di level tengah kepada DPP sebagi bukti agar bawahan juga menunjukkan hal yang sama, sami'na wa atho'na pada qiyadah (pimpinan).

Disinilah letak penting musuh bersama dalam menyatukan perasaan semua komponen di PKS baik dari RMO maupun PPO. Ketika badai kasus LHI yang terbukti bersalah menerima suap menyuap dan makelar proyek dengan pencucian uang berupa rumah dan mobil, maka adanya musuh bersama berupa Amerika dan Yahudi sengaja menyetir KPK menjatuhkan PKS adalah langkah tepat.

Musuh bersama ketika Pilpres dan Pileg adalah PDI-P (abangan, kristen, syiah, Cina) dan Jokowi, menjadi icon pemersatu kader untuk berjuang agar negara ini tidak dikuasai oleh Cina, kristen, yahudi dan syiah.

Bahaya sifat perasaan adalah tidak bisa berpikir logis dan rasional. Ketika Morsi (ikhwanul Muslimin di Mesir) dikudeta oleh As-Sisi melalui bantuan Amerika dan Israel maka tidak ada kata lain kecuali sumpah serapah terhadap As-Sisi dan kawan-kawannya oleh kader-kader PKS. Sesama ikhwan adalah bersaudara. Siapa yang membela As-sisi adalah musuh kader-kader PKS.

Sekarang, Arab Saudi menyerang Yaman dengan dalih menyerang Syiah, dibantu oleh Amerika, Israel dan Mesir yang notabene adalah musuh-musuh Ikhwanul Muslimin. Ternyata, kader-kader PKS sangat mendukung serangan tersebut karena sebuah simbol musuh bersama yaitu syiah, dan melupakan sementara posisi Amerika, Israel dan Mesir yang bersahabat dengan Arab Saudi.

Jadi, untuk menyatukan perasaan-perasaan kader PKS, pimpinan bisa membuat musuh-musuh bersama. Harga sebuah persatuan yang ditentukan oleh penciptaan ikon musuh bersama sangatlah lemah dan bersifat emosional sementara. Sekarang musuh, bisa jadi tidak lama kemudian jadi sahabat politik. Ingatlah sejarah Jokowi dan PKS mulai di Solo hingga kini.

Tinggal tunggu waktu, ketika DPP bersahabat kembali dengan PDI-P dan Jokowi maka akan ada musuh lainnya lagi bagi kader serta dalih arti persahabatan dengan PDI-P dan Jokowi agar kader-kader yang terlalu memusuhinya tidak begitu malu. Bersiap-siaplah bisa anda dan kelompok anda yang akan dijadikan sparing partner dan common enemy selanjutnya demi mempersatukan kader-kader. Manajemen konflik dalam kepemimpinan partai sungguh mengasyikkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun