Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Generasi Biru dan Masa Depan Pemerintahan Berbasis Kekerabatan

3 September 2021   19:19 Diperbarui: 15 September 2021   17:33 161 1

Aku bukan pion-pion catur
Aku nggak slalu diatur-atur
Jangan coba halangi aku
Karna aku Generasi Biru

Aku nggak mau di rekayasa
Aku ingin berfikir merdeka...

Jika Anda termasuk dalam golongan generasi-X  atau baby boomers tentu ingat dengan penggalan lirik lagu berjudul Generasi Biru dari Slank di atas. Lagu ini dirilis pada tahun 1994, dan diproduksi sendiri oleh Slank. Diantara lagu-lagu lain, lagu yang diciptakan oleh Bimbim dan Kaka ini berada diurutan pertama sebagai pembuka diantara 11 lagu setelahnya.

Album keempat Slank ini juga mendapatkan penghargaan Double Platinum BASF Awards. Ini adalah salah satu yayasan yang dulu sering memberikan penghargaan bagi pemusik-pemusik dalam negeri. BASF Awards sekarang berubah menjadi AMI (Anugerah Musik Indonesia) Awards.

Dari album Generasi Biru ini salah satu lagu yang sangat hits dan ngetop adalah Kamu Harus Pulang dan Terbunuh Sepi. Namun kita tidak membahas mengenai popular atau tidaknya lagu-lagu yang diciptkan Slank tersebut, melainkan mencoba menganalisa pemaknaan judul dan lirik lagu Generasi Biru di atas melalui teori critical discourse analysis-nya Van Dijk. Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa suatu wacana baik lisan maupun tulisan melalui bahasa yang diungkapkan, terutama teks yang ditampilkan.

Secara umum lirik atau teks lagu Generasi Biru ini menggambarkan posisi anak muda zaman Slank dulu yang mengusung dan menggelorakan kebebasan tanpa harus di atur-atur oleh sistem dalam lingkungan yang mereka hidupi. Slank saat itu mewakili anak-anak muda Generasi-X yang boleh dibilang nakal namun sangat kreatif. Cerdas dalam menggali potensi dan piawai menciptakan peluang. Saat inipun Slank sebagai group musik terbukti tetap eksis sebagai entrepreneur.

Di daerah tertentu trip generasi biru mulai menyeruak. Generasi ini tidak diawaki oleh satu generasi saja. Tapi gabungan beberapa elemen generasi. Dari baby boomers, X, dan millenial (yang diperkirakan akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan kekerabatan). Generasi dimaksud muncul dari penamaan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk membedakan mereka dalam menghitung populasi penduduk. Generasi dalam rentang itu mewakili usia dan tahun kelahiran. Mereka tersebar berada dalam lingkup pemerintahan, organisasi-organisasi kepemudaan, juga pada lembaga-lembaga perwakilan di DPRD.

Gabungan generasi ini tumbuh karena diberikan karpet merah dalam dua periode pemerintahan berjalan, yang di back up oleh sebuah organisasi politik ber-sillouet biru. Itulah kenapa dinamakan dengan generasi biru, karena mengingatkan kita pada generasi biru-nya Slank masa lalu.

Sebenarnya tidak ada keistimewaan pada generasi ini jika kita menghubungkannya dengan lirik dan teks generasi biru-nya Slank. Bahkan mungkin saja malah menjadi antitesanya. Orang-orang yang tumbuh dalam generasi ini adalah mereka yang diberi fasilitas terstruktur. Mereka membentuk komunitas secara simultan karena kekuasaan menyuburkan praktik sebaran kekuasaan ber-platform kekerabatan ini dengan merata.

Beberapa pihak menyadari praktik sebaran generasi biru ini terutama dalam pengisian posisi-posisi ekstra maupun intra pemerintah. Dari posisi krusial sampai yang tidak krusial sama sekali. Sebagai contoh, satu individu menduduki kursi berpengaruh pada suatu dinas. Individu ini membawa lagi beberapa orang kerabatnya menduduki posisi lain apakah itu dalam lingkup dinasnya sendiri atau pada dinas lain.

Hal ini juga terjadi pada organisasi-organisasi ekstra dan intra pemerintah tadi. Kegiatannya berkorelasi dengan kegiatan pemerintah yang di back up oleh dinas tertentu. Mereka membentuk rantai ikatan yang menyambung dalam penguasaan posisi dan komoditas untuk tujuan tertentu; menjaga keberlangsungan kekuasaan.

Saling silang kekerabatan ini yang menjadi persoalan ketika seluruh posisi di isi hampir mayoritas mereka yang tidak mempunyai kemampuan manajerial, baik itu integral maupun hierarkis. Dalam bahasa komunikasi teori ini disebut dengan The Social Construction of Public Administration (SCoPA). Yaitu sebuah teori yang menyajikan gagasan konseptual yang lebih besar untuk memahami situasi, realita, usaha-usaha organisasi, desain sosial, tindakan dan perilaku dalam menjalankan administrasi.

Kebutuhan pemerintah untuk mengatasi problem-problem administrasi menuju reformasi birokrasi yang melambat, diganjal oleh sistem dalam penempatan sumber daya manusia yang penempatannya tidak berbasis kompetensi. Logikanya, ketika karpet merah dihamparkan untuk mereka tentu saja proses seleksi tidak lagi didasarkan pada tujuan mengatasi berbagai persoalan. Alih-alih membuat terobosan, posisi yang ditempati justru diperuntukkan memperkuat eksistensi generasi biru.

Ketidakseimbangan dalam organisasi pemerintah tidak terjadi oleh adanya suatu pembenaran; yaitu alasan kita sedang menghadapi krisis yang diakibatkan wabah. Melainkan karena masing-masing individu dalam generasi biru ini memiliki kemampuan yang minim dalam mengekspresikan kemampuan, terutama ketidaksabaran menampilkan eksistensi dirinya di hadapan publik sebagai bagian penting dalam pemerintahan. Padahal dari hiperrealitas yang ada, kemanjaan karena diberikan karpet merah ini justru mengakibatkan mereka tambah malas melakukan inovasi berbasis kemampuan.

Krisis yang disebabkan karena penempatan yang tidak mengacu pada kompetensi ini dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah dan sulit diatasi. Pemicunya adalah kelemahan top leader yang sudah lama dihinggapi pola-pola keberpihakan pada kekerabatan. Akhirnya berbagai kepentingan dari dalam dan luar ikut menyemainya. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun