Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Pilihan

Gubuk Tower dan Jendela Surga di Papua

4 Oktober 2014   20:41 Diperbarui: 14 Oktober 2015   21:03 274 0

Pagi itu, matahari di langit Jayawijaya bersinar cerah menerangi lembah. Kabut pagi membentuk formasi tidak biasa, terlihat menggoda di atas kota Wamena. Saya bersama lima orang teman akan mengadakan perjalanan untuk mengisi liburan, rencananya akan mengunjungi Telaga Biru yang terletak di Air Garam, di distrik sebalah. Jadi bisa dibayangkan jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kami mengabdi, mungkin tidak sampai satu jam sudah sampai. Memang perjalanan liburan kami hanya seputar wilayah kabupaten Jayawijaya saja, sempat berpikir untuk ke Tiom, Karubaga, Kobakma atau tempat-tempat lain di beberapa kabupaten pemekaran. Tapi mengingat kesibukan di tempat pengabdian dan banyak hal lainnya, kami menghabiskan liburan dengan mengisi kegiatan bersama para santri di Walesi, seperti belajar berkebun dan lainnya. Atau mengunjungi rumah anak-anak di gunung-gunung, menikmati pemandangan kota Wamena dari ketinggian, bagi saya sudah cukup mengobati penat dan jenuh, sebut saja berwisata dengan cara sederhana. Memang selain Mumi dan perayaan Festival Lembah Baliem, di Wamena tidak banyak tujuan wisata khusus. Tapi dengan mengunjungi pasar-pasar tradisonal, berkeliling kampung, menikmati alam yang masih hijau, mengunjungi rumah-rumah adat dan bergaul dengan masyarakat lokal menjadi pengalaman wisata istimewa yang sangat berharga.


Kami berangkat setelah matahari perlahan meninggi, tak ada bekal apapun yang kami persiapkan, hanya kamera kecil yang biasa kami bawa dalam setiap perjalanan. Kami tidak tahu pasti dimana lokasi Telaga Biru, hanya mengandalkan informasi dari Opalek, salah satu siswa kelas 4 di Madrasah tempat kami mengabdi, yang sengaja kami ajak sebagai penunjuk jalan. Tiba di Hitigima, kami berhenti sebentar di longsoran bukit yang pernah dibuat sebagai salah satu lokasi film “Cinta Dari Wamena”, orang-orang yang melintasi jalan ini biasanya berhenti untuk sekedar mengambil gambar atau piknik dan lainnya. Perjalanan dilanjutkan, tidak lama kemudian, tiba-tiba disambut pemandangan yang menyejukkan mata. Kami berseru senang , terpukau mendapati lukisan alam di pedalaman jantung papua yang memesona. Ladang ubi yang luas, pegunungan berselimut kabut, dan buki-bukit terlihat dipenuhi rumput halus.Yang menarik adalah tebing hijau terlihat seperti dinding kokoh yang lebar seperti sengaja dibangun sebagai pagar, di bawahnya sungai baliem mengalir meliuk seperti ular. Di kejauhan, tampak juga bangunan Gereja dan perkampungan yang dipenuhi honai-honai. Kamera saku yang saya bawa tak henti menjadikan pemandangan sekitar sebagai objek yang mengagumkan. Rumah honai dengan atap menyentuh tanah, reruntuhan tiang-tiang menambah aura mistis. Belakangan kami tahu, tempat sejuk itu biasa disebut “Pintu Angin” oleh masyarakat lokal Wamena, masyarakat mempercai tempat itu sebagai pintu masuknya angin ke Lembah Baliem Wamena.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun