Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Bulan Ramadhan...Bulan Toleransi yang Penuh Tanda Tanya...

21 Juli 2011   09:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:30 280 0
Bulan ramadhan, bulan yang disebut-sebut sebagai bulan penuh cinta, maaf, kesabaran, toleransi. paling tidak, begitulah yang dialami sebagian besar orang. acara-acara tv yang bernuansa puasa, pesta-pesta, event-event, diskon-diskon di mall untuk memeriahkan bulan tersebut, yang akan berlangsung terus sampai acara puncaknya, hari raya idul fitri. sebagai negara mayoritas muslim, penyambutan bulan penuh kemenangan tersebut adalah bukan hanya wajar sekali, tapi juga dapat mendorong perkembangan industri berbagai bidang, bukan hanya bagi muslim, tapi bagi nonmuslim juga, semua pihak dapat merasakan benefit-nya...or so it seems...

yet di sebagian tempat, pada sebagian kecil masyarakat, bulan tersebut justru merupakan bulan penuh depresi, bulan was-was, bulan menakutkan, momok yang rutin datang setiap tahunnya. pertama, sweeping ilegal oleh sekelompok ormas subbinatang picisan, kedua, razia dan peraturan-peraturan yang membatasi ruang gerak bidang-bidang tertentu. dengan alasan yang sangat mulia, yaitu demi menghormati dan demi toleransi mereka yang berpuasa, dan yang paling parahnya, men"suci"kan bulan tersebut dari bidang-bidang tertentu. bagi yang bergelut atau yang menggantungkan hidupnya di bidang-bidang tersebut, bulan itu adalah bulan bencana, karena di bulan itu bukannya pemasukan berkurang, tapi justru tidak ada pemasukan sama sekali, pemerintah memastikan hal tersebut.

katanya tahun ini pemerintah bertekad menindak tegas aksi sweeping ilegal kelompok ormas subbinatang, mudah-mudahan berhasil (dan bertahan selamanya), tapi peraturan-peraturannya masih eksis. sebagai negara demokrasi berdasarkan hukum, peraturan-peraturan itu jelas sudah melanggar hak sebagian kecil masyarakat tersebut. bidang yang dibatasi itu legal di bawah hukum, pemerintah tidak bisa dan tidak boleh membatasi mereka demi mengakomodir kepentingan tertentu. apabila pemerintah beralasan justru peraturan-peraturan pembatasan bertujuan melindungi bidang-bidang tertentu dari aksi anarkis sekelompok massa tertentu, justru itu menunjukkan ketidakbecusan pemerintah yang tidak bisa melindungi masyarakat dari aksi-aksi anarkis itu.

di negara-negara di mana muslim merupakan minoritas, yang mana sebagai minoritas tentu lebih banyak kendala dan godaan yang harus dihadapi, yet mereka tetap mampu menjalankan ibadah puasa mereka, membuatku bukan hanya respek, tapi juga salut dengan mereka. sebaliknya di indonesia yang merupakan mayoritas, justru harus "meminta" pembatasan kendala dan godaan dari sebagian kecil masyarakat dengan alasan rasa hormat dan toleransi? i can only sigh...

masih ingat waktu di singapura, di tempat di mana aku mengambil suatu kursus, resepsionisnya adalah seorang muslim. waktu itu aku belum tahu dia adalah muslim. saat ramadhan, ketika semua orang makan siang, termasuk aku yang akan pergi, aku melihat dia sendirian masih di counter-nya, iseng-iseng aku pun bertanya, "hi, you didn't go for lunch?" dia pun tersenyum menjawab, "no, i'm fasting." tanpa mikir panjang otomatis aku pun minta maaf, "oh......sorry i shouldn't have asked." dia pun tersenyum dan aku baru pergi makan. reaksinya sangat biasa, tapi justru aku yang jadi merasa gak enak. respek muncul dengan sendirinya, gak perlu peraturan-peraturan khusus yang membatasi kelompok tertentu untuk kepentingan kelompok lain demi rasa hormat, yet semua agama dan non-agama dapat saling respek satu sama lain. sekedar info, muslim di singapura merupakan ke-4 terbesar (15%) setelah buddha (33%), kristen (18%), dan non-agama (17%), tapi sejauh ini belum pernah terdengar adanya kasus-kasus diskriminasi atau pelanggaran ham atas nama agama, menunjukkan keberhasilan pemerintahnya dalam memupuk rasa toleransi antar agama.

mungkin ada yang akan merasa bahwa hanya sebagian kecil orang yang merasakan no big deal, toh hanya sebulan saja, biar gimana juga mayoritas memang berpuasa, sedikit peraturan demi hormat dan toleransi tidaklah apa-apa. apalagi mereka bahkan bisa dibilang minoritasnya minoritas, sebagian keciiiil banget, dan juga maksiat. masalahnya tidak semudah itu, peraturan-peraturan itu telah melanggar prinsip demokrasi itu sendiri, membatasi ruang gerak kelompok tertentu demi kepentingan kelompok lain. ngaku-ngaku sebagai negara demokrasi, tapi malah melanggar sendiri. mau seberapa kecil, maksiat gak maksiat, mereka tidak melanggar hukum, tidak ada alasan mereka dibatasi demi menyenangkan mayoritas. belum lagi kompleksitas sosial yang berputar dalam bidang-bidang tersebut bukanlah hal yang bisa dijelaskan dengan satu dua kata, juga bukan hal yang bisa dimengerti bagi mereka-mereka yang tidak pernah mengalaminya.

sikap seperti itu justru memberi kesan bahwa agama bersangkutan hanya memikirkan diri sendiri, tidak memikirkan kelompok lain, dan agama tersebut ternyata butuh peraturan untuk dihormati, ternyata toleransinya hanya sampai tahap segitu saja. pemerintah dengan mental seperti ini, kapan indonesia baru bisa maju?

mungkin ada juga yang merasa postingan ini gak ada bedanya dengan menebar isu sentimen negatif, tapi yang ingin ditekankan adalah, respect and tolerance are earned, not enforced. kelompok ormas subbinatang jelas gak punya cukup otak menyadari hal tersebut, tapi bagi yang benar-benar beragama tentu akan sadar atas teori tersebut. bagi yang merasa toleransi itu harus di"tegak"kan, tentu akan merasa ini adalah sentimen negatif. bagi yang benar-benar beragama, tentu juga tahu kesucian bulan ramadhan itu, tergantung kesucian hati yang menjalankan ibadah tersebut, bagi yang merasa bulan tersebut perlu di"suci"kan dari maksiat, itu hanya menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam menghadapi godaan, terus menyalahkan godaan tersebut tanpa introspeksi diri, gak beda jauh dengan pemerkosa yang malah menyalahkan wanita karena katanya mengundang nafsunya.

padahal, apabila umatnya sendiri emang benar-benar mampu menghadapi godaan, justru otomatis bidang-bidang tersebut akan menjadi sepi sendiri saat ramadhan, dan setelah dihitung-hitung, bukan tidak mungkin justru bidang-bidang tersebut akan otomatis "libur" dengan sendirinya, karena pertimbangan operasional dengan pemasukan, tanpa perlu adanya peraturan-peraturan aneh.

selama peraturan-peraturan seperti itu masih tetap eksis, tidak akan pernah ada rasa hormat dan toleransi yang sebenarnya, yang ada hanya pemaksaan rasa hormat dan toleransi maya yang penuh tanda tanya, tidak bertahan lama, dan sewaktu-waktu bakal menghilang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun