Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Anakku Segalanya Bagiku

15 Agustus 2022   06:22 Diperbarui: 15 Agustus 2022   06:26 524 4
Setelah kematian suaminya beberapa bulan lalu, Dhera sudah mulai terbiasa dengan keadaan ini. Hidup bertiga dengan kedua anaknya. Tanpa ada sosok suami yang biasa menemaninya, menjadi ibu sekaligus pemimpin dalam keluarga.

Putranya, Darren yang menginjak usia sembilan tahun. Sedangkan putrinya, Lintang yang besok pagi sudah mulai bersekolah di taman kanak-kanak. Dia arus bertahan demi mereka yang menjadi alasannya bertahan hidup hingga sekarang.

Dhera menatap kedua anaknya itu dari balik pintu. Keduanya sedang menyiapkan barang-barang untuk sekolah Lintang. Ya, besok adalah hari pertama putrinya itu bersekolah.

"Lihat, deh, Kak. Tas balu Lintang bagus, 'kan," kata Lintang seraya memamerkan tas barunya kepada sang Kakak.

"Bagusan tas aku, wlee ...," balas Darren tidak terima.

"Kakak, kok, bawa buku banyak. Aku, kok, cuma satu?" tanya Lintang saat melihat Kakaknya memasukkan beberapa buku ke dalam tas. Sedangkan ia hanya diberikan satu buku saja.

"Kamu, 'kan, baru TK, kalo Kakak, 'kan, sudah SD. Jadi Kakak boleh bawa buku banyak," jelas Darren.

"Jadi, kalo udah sekolahnya kayak Kakak bawa bukunya banyak?" tanya Lintang lagi.

"Iya, dong."

Tanpa terasa mata Dhera mulai mengembun. Digenggamnya dengan kuat baju yang dikenakan, setetes air mata jatuh membasahi pipi. Mereka masih bisa tersenyum, mengapa dirinya tidak?

"Bunda, kenapa Bunda nangis?" tanya Darren yang berjalan menuju ambang pintu untuk menghampiri Dhera. Darren meraih tangan Wanita yang berstatus sebagai ibunya itu, lalu menariknya turut masuk ke dalam.

Dhera duduk ditengah-tengah Darren dan Lintang. Tangannya meraih pundak keduanya, memeluk mereka untuk beberapa saat.

"Bunda, kenapa nangis? jelek tau!" Kini giliran Lintang yang berbicara.

"Bunda bahagia aja, besok, 'kan hari pertamanya Lintang sekolah, 'kan." Senyuman kini terukir di wajah Dhera ketika melihat raut senang putrinya. Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada melihat kedua putra putrinya tersenyum ceria.

"Iya, Bunda. Besok Lintang sekolah telus punya banyak temen, kayak Kak Dallen. Yey!" celetuk gadis cilik itu antusias.

"Semangat banget anaknya Bunda," balas Dhera mencubit gemas pipi chubby putrinya. Sementara Darren mencubit lengan Lintang karena kesal pada adiknya itu.

"Darren, bukan Dallen."

"Dallen," ulang Lintang yang masih belum dapat melafalkan huruf 'r'.

"Darren, Lintang!" Darren bertambah kesal karena Lintang masih saja tidak bisa menyebut namanya dengan benar.

"Dallen."

"Udah, sayang. Adekmu, 'kan memang belum bisa nyebut 'r'." Derra melerai perdebadatan anak-anaknya, sebelum berlanjut.

"Sekarang mending kalian berdua gosok gigi terus tidur. Lintang, besok sekolah, lho!"

Mereka menuruti ucapan Dhera. Darren langsung berjalan menuju kamar mandi, sementara Lintang digendong oleh Dhera menyusulnya.

Selesai melakukan aktivitas sebelum tidur, mereka kembali ke ranjang. Lintang tidur dengan posisi kepala yang berada dipangkuan Dhera dan Darren berada disampingnya.

Dhera menatap keduanya dalam. "Kalian lah alasan Bunda untuk tetap bertahan dan berjuang sampai sekarang. Kalian adalah segalanya bagi Bunda. Sehat-sehat selalu, ya! Bunda sayang kalian."

Dhera meletakkan kepala Lintang di atas bantal secara perlahan. Kemudian, mengecup mereka secara bergantian.

***

Jam masih menunjukkan pukul 05.30, tetapi Lintang sudah bangun dan meminta untuk dimandikan oleh Dhera. Lintang sudah tidak sabar untuk bersekolah hari ini. Dhera yang sedang menyiapkan makanan pun menyuruhnya untuk menunggu sebentar.

"Cepetan, Bun. Lintang udah pengen sekolah." Lintang menarik-narik tangan Dhera.

"Ya ampun Lintang! Kakakmu saja masih tidur, sayang," balas Dhera. "Duduk dulu, ya! Bunda selesaiin ini dulu."

"Nggak mau. Sekalang, Bunda!"

Dhera akhirnya mengalah. Mematikan kompor dan menyisihkan nasi goreng yang belum sepenuhnya matang itu. Kemudian, menggendong Lintang menuju kamar mandi.

Setelah selesai mengurus Lintang, Dhera kembali melanjutkan kegiatannya yang tadi sempat tertunda. Meninggalkan Lintang di kamar bersama Darren yang tadi belum bangun.

Semua sudah siap, makanan sudah tertata rapi di meja makan. Dhera pun sudah menyiapkan bekal untuk kedua anaknya. Sekarang tinggal memanggil mereka untuk sarapan.

Belum sempat memanggil keduanya, Dhera dikejutkan dengan Darren yang susah payah mengendong Lintang, sementara gadis cilik itu tengan menangis merasakan nyeri pada lututnya.

"Sayang, kenapa?" tanyanya, lalu mengambil alih Lintang dari gendongan Darren. Dengan lembut, Dhera mengusap air mata Lintang.

"Tadi pas aku habis mandi, Lintang udah jatuh, Bun." Darren mengatakan apa yang diketahuinya.

"Jatuh? Kok, bisa?"

"Nggak tahu."

"Yaudah, sekarang kita sarapan, ya!" kata Dhera seraya mengusap air mata putrinya. "Udah, dong, nangisnya."

"Sakit," balas Lintang pelan.

"Luka kecil, kok. Nanti Bunda obatin, deh. Katanya mau sekolah, harus kuat, dong! Masa gitu aja nangis, sayangnya Bunda."

"Lintang udah nggak nangis lagi, kok, Bun. Sekolah yuk!" Seketika Lintang kembali antusias mendengar kata sekolah.

"Makan dulu sama Kakak, kalo nggak makan nggak boleh seko-lah," balas Dhera seraya memplaster lutut Lintang yang terluka.

"Bunda, habis makan sekolah, 'kan?"

"Iya, makannya yang banyak, biar cepet gede." Mereka makan seadanya. Asisten Rumah Tangga di rumah itu sedang cuti, jadilah Dhera memasak apa yang ada. Karena bahan-bahan di rumah sebagian sudah habis.

"Bunda-bunda!" panggil Lintang.

"Iya, sayang."

"Makanan Lintang udah habis, yuk, sekolah!"

"Bentar, ya! Nunggu Kak Darren dulu. Barengan berangkatnya," balas Dhera. Darren masih belum menyelesaikan makannya.

Dhera memasukkan bekal yang tadi disiapkan ke dalam tas mereka masing-masing. Bekal warna pink untuk Lintang dan wana biru untuk Darren.

"Kak Dallen cepetan, dong!"

"Iya, iya. Adekku, sayang!" Selesai makan, Darren mengambil tasnya dan juga tas milik Lintang. Sementara Dhera, membereskan makanan dan piring kotor bekas mereka.

Selesai semua, Dhera pergi ke kamar untuk mengambil tas dan kunci mobil miliknya. Serta, memberi sedikit polesan make-up diwajahnya. Hanya bedak tipis dan liptint soft pink.

"Yuk!" ajak Dhera menggendong putrinya. Darren mengekori mereka dari belakang. Tempat mereka sekolah memang sama, karena masih satu yayasan.

***

"Sekolah yang pinter, di sini jangan nakal, ya. Nanti kalo nakal bu gurunya marah," pesan Dhera pada Lintang.

"Nggak nakal, kok, Bunda. Lintang, 'kan, anak baik."

"Yaudah, gih. Masuk! Udah di tungguin sama bu guru."

Bukannya menurut, Lintang malah mencium pipi Dhera. "Lintang sayang Bunda." Refleks pipi Dhera mengembang mendengar penuturan putrinya.

"Bunda juga sayang Lintang." Dhera kemudian balas mencium pipi lintang. Setelahnya lintang berlari masuk ke dalam kelasnya.

Dhera sebenarnya masih ingin berada di sini, menemani putrinya yang baru pertama kali masuk sekolah. Namun, Dhera juga harus mengurus butiknya yang sekarang menjadi pemasukan utama untuknya bertahan hidup.

Hari ini adalah jadwal rapat dengan salah satu custemer setia di butiknya. Hingga mengharuskannya untuk meninggalkan Lintang dan menitipkannya pada salah satu guru di sana. Mungkin nanti, Dhera akan meminta asisten rumah tangganya untuk menemani Lintang sekolah.

Dhera menatap ruang kelas Lintang sendu sebelum berlalu pergi dari sana. Merasakan beban berat yang dipikulnya kian hari semakin bertambah. Begitu beratnya menjadi seorang ibu, sendirian. Namun, apapun itu akan tetap dilakukannya demi sang buah hati bahkan ketika harus mengorbankan nyawa sesekalipun. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun