Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Mengapa Banyak Pemain Brasil yang Karirnya Hancur Setelah Melewati Usia 30 Tahun?

25 Maret 2022   08:57 Diperbarui: 25 Maret 2022   08:57 2739 11
Kita semua sepakat bila kebanyakan pemain Brasil memiliki skil diatas rata-rata pemain pada umumnya, seperti misalnya nama Ronaldo Nazario, Adriano, Ronaldinho, sampai Neymar Jr dan Vinicius Jr. Namun meski kebanyakan pemain disana berhasil telurkan sejumlah prestasi besar, termasuk menjuarai Piala Dunia sebanyak lima kali, mengapa ketika mulai menginjak usia 30 tahunan, kita jarang melihat pemain Samba yang bertahan sampai di level tertinggi?

Padahal ketika melihat pemain asal Eropa, ada banyak sekali yang bisa bertahan hingga usia yang bahkan nyaris menyentuh angka 40 tahunan. Sekarang saja, kita bisa menemukan nama Zlatan Ibrahimovic yang masih bisa bertahan bersama Milan di kompetisi Italia bahkan Eropa.

Kemudian ada nama Cristiano Ronaldo yang meski sudah menyentuh angka 36 tahun, dirinya masih bisa diandalkan dalam setiap laga. Lalu ada nama Edin Dzeko (35), James Milner (35), Olivier Giroud (35), sampai Jose Fonte yang kita tahu berhasil membawa Lille juara meski berusia lebih dari 35 tahun.

Dahulu, kita juga mengenal nama Paolo Maldini yang masih terus menjadi andalan Milan sampai usia 40 tahun. Belum lagi Francesco Totti yang masih bertahan sampai usia yang kurang lebih sama. Antonio Di Natale yang masih produktif di usia yang melebihi 35 tahun, dan jangan lupakan Luca Toni yang masih jadi top skor Serie A di usia 38 tahun bersama Verona.

Kembali lagi ke topik utama, mengapa kita jarang sekali menemukan pemain Brasil yang masih produktif hingga usia tua?

Kurang Perawatan di Usia Muda

Salah satu alasan yang paling umum menurut dr Rajbal Brar adalah manusia mengalami penurunan performa pada otot tertentu ketika memasuki usia 30 tahunan. Jadi wajar bila penurunan performa dialami oleh kebanyakan pemain pada umumnya, tak terkecuali yang berasal dari Brasil.

Mengenai hal tersebut, dikatakan bahwa kebanyakan pemain Brasil yang hidup miskin sejak kecil tidak terbiasa melatih otot tubuh mereka secara khusus. Lalu mereka juga kebanyakan tidak mengkonsumsi nutrisi tertentu untuk bisa menambah performa otot agar bisa bertahan lebih lama dari biasanya.

Para pemain Brasil yang dianggap tidak mempersiapkan tubuh untuk fit dalam waktu yang lama itulah yang kemudian membuat mereka rentan terkena cedera. Ketika yang mereka tahu hanyalah bermain cantik dan mencetak gol sebanyak-banyaknya untuk sumbangkan kemenangan, kesehatan tubuh agar terhindar dari bahaya cedera kerap dilupakan.

Ronaldo Nazario menjadi contoh nyata ketika dia berhasil jadi superstar di usia muda bersama FC Barcelona, namun kemudian mengalami masalah cedera yang boleh dibilang sangat parah ketika membela Inter Milan. Bersama FC Barcelona Ronaldo ketika itu masih berusia 20 tahun dan berhasil menjadi top skor meski hanya semusim tampil bersama armada Catalan.

Namun sayang cederanya yang tepat setelah pergi dari Barca dan gabung bersama Inter Milan, membuat sang pemain gagal persembahkan banyak gelar untuk tim asal Italia. Padahal kita semua tahu bila ketika itu, Ronaldo masih berada di masa emas dan jadi andalan Brasil di Piala Dunia 1998.

Berikutnya juga ada nama Alexandre Pato yang bersama AC Milan, potensinya tak benar-benar bisa dimanfaatkan. Cedera yang terus menghajar dan dibarengi dengan proses penyembuhan yang lamban membuat pemain berbakat dengan julukan Si Bebek ini hanya dikenal dengan serangkaian cedera parah yang dialaminya.

Padahal saat itu usia Pato belum menyentuh angka 25 tahun. Sekitar usia 22 tahun, Pato sudah harus mengalami cedera parah yang kemudian membuat ketenarannya hilang tak berbekas.

Masalah cedera juga membekap wonderkid yang sempat membela Real Madrid, Robinho. Dia yang bolak-balik ruang perawatan meski usianya belum genap 25 tahun membuat perjalanan karirnya tidak konsisten hingga membuat raksasa Spanyol itu melepasnya ke Manchester City.

Selain nama-nama tersebut, masih ada mantan bintang AC Milan, Ricardo Kaka, yang tak mampu bersinar di Real Madrid karena masalah cedera. Di usia 31 tahun, dia kembali ke Milan dan tak pernah menunjukkan performa yang sama, hingga pada akhirnya berujung pada kepulangan ke Negeri Samba.

Motivasi yang Telah Berubah

Alasan berikutnya dikemukakan oleh seorang psikolog olahraga bernama Matt Shawa, yang menjelaskan bila para pemain Brasil telah mengalami perubahan motivasi ketika usia mereka memasuki angka 30 tahunan, apalagi bagi mereka yang sering tampil sebagai pemain andalan di tim besar.

Dalam hal ini, seperti yang sempat disinggung, kebanyakan pemain Brasil hadir dari keluarga miskin. Mereka terbiasa dengan hal-hal yang sejatinya tidak diinginkan oleh orang-orang. Maka ketika usia mereka masih anak-anak, motivasi dalam bermain bola adalah untuk menjadi yang terbaik.

Mereka ingin dikenal, meraih banyak prestasi, memenangkan semua piala yang tersedia, dan yang tidak ketinggalan adalah mereka ingin menaikkan derajat keluarga. Ada banyak sekali contoh dari kasus ini ketika pemain-pemain Amerika Selatan, Brasil khususnya, menjadikan keluarga sebagai salah satu alasan mereka ingin mendapatkan banyak uang dari hasil bermain sepakbola.

Sayangnya, ketika sudah memasuki masa emas, yang mana biasanya itu mendekati tiga puluh tahun atau bahkan lebih, motivasi mereka telah berubah. Kemiskinan sudah berhasil disingkirkan, prestasi mampu dipersembahkan bersama tim yang dibelanya, kemudian keluarga termasuk orang tua di kampung halaman juga telah merasakan hidup bahagia.

Ketika semua itu sudah dicapai, maka mereka mencari motivasi baru, yang dalam hal ini,  kebanyakan pemain Samba banyak menyalurkannya ke sebuah pesta besar yang disitu banyak minuman beralkohol dan wanita-wanita cantik.

Dalam kasus ini, ada banyak sekali pemain yang layak dijadikan contoh. Pertama ada Garrincha yang kita tahu merupakan legenda Brasil di era akhir 50 an sampai awal 60 an. Dia merupakan pemain berbakat dengan skil yang tak tertandingi. Bahkan capaian Piala Dunianya bersama timnas Brasil juga mencapai dua biji.

Namun apa yang terjadi? Garrincha tak mampu membendung hasrat untuk bersenang-senang ketika sudah mendapatkan banyak uang. Dia sering minum alkohol dan bermain wanita. Hasilnya, Garrincha sampai delapan kali bolak-balik rumah sakit karena terjadi kerusakan di dalam organ hatinya akibat minuman keras yang kerap dikonsumsi.

Selain itu, bermain wanita juga menjadi masalah Garrincha selanjutnya, dimana hal itu sampai membuat rumah tangga nya rusak, meski bersama istri pertamanya dia tercatat memiliki sebanyak delapan anak.

Kerusakan rumah tangga dan kebiasaan buruknya bermain wanita dianggap berdampak bagi sisi psikologis hingga membuat permainannya tak lagi sempurna.

Ketika itu, di usia yang 'baru' menginjak 33 tahun, karir Garrincha sudah terjun bebas. Dia yang sebelumnya tampil sebagai andalan Brasil dan jadi legenda Botafogo, harus rela karirnya redup bersama banyak klub seperti Corinthians, Atletico Juniors, sampai Flamengo.

Nama Ronaldo Nazario yang semasa muda juga sempat bersentuhan dengan persoalan cedera parah pun ikut terlibat dalam kasus ini. Dia yang ketika itu berusia 31 tahun bergabung dengan AC Milan. Namun kedatangannya justru membuat kaget pelatih Carlo Ancelotti, setelah dirinya tiba dengan bobot tubuh seberat 98 kg!

Minuman beralkohol dan gaya hidup sembarangan menjadi alasan mengapa Ronaldo memiliki tubuh yang dianggap tidak ideal. Tak lebih dari dua tahun bersama Milan, Ronaldo kemudian memutuskan pulang ke Brasil meski usianya masih tergolong cukup untuk bermain di level tertinggi.

Berikutnya ada nama Ronaldinho yang kita tahu juga gemar mengoleksi wanita penghibur. Ronaldinho kerap kedapatan berpesta dengan banyak wanita dan tak ketinggalan untuk minum-minuman beralkohol. Meski berhasil menjadi bintang bersama FC Barcelona dan sukses dapatkan gelar Ballon D'or pada tahun 2005, karir Ronaldinho terjun bebas usai gabung AC Milan di usia 28 tahun.

Belum juga genap tiga tahun, Ronaldinho yang baru mau menyentuh usia 31 tahun sudah keburu pulang ke Brasil. Dia dilepas karena dianggap minim kontribusi dan disebut tak lagi berada pada performa terbaik.

Bahkan, pada tahun 2014, pria yang ketika itu berusia 34 tahun memilih bergabung dengan klub asal Meksiko, Queretaro, karena disodorkan wanita-wanita cantik.

Bicara tentang minuman beralkohol, mantan bintang Inter Milan, Adriano, juga mengalami penurunan karir usai terus mengkonsumsi produk tersebut. Bukan karena telah mendapat banyak ketenaran dan kekayaan melimpah, hal itu dilakukan Adriano usai dirinya ditinggal pergi sang ayah untuk selama-lamanya. Adriano yang merasa frustasi kemudian melampiaskannya ke dalam dunia malam.

Hasilnya, dia yang saat itu baru berusia 26 tahun sudah mengalami kenaikan berat badan yang tidak diinginkan hingga membuat performanya menurun drastis.

Mantan wonderkid Real Madrid, Robinho, yang meski bertubuh mungil, tak mau kalah dalam bermain dengan banyak wanita. Dia yang sempat bermasalah dengan cedera di Real Madrid, ketika usianya baru mau menyentuh angka 30 tahun, juga sempat terjerat hukum akibat diduga memperkosa seorang wanita.

Hasilnya, usai karirnya tak lagi bersinar di AC Milan, Robinho yang berusia 31 tahun dilepas AC Milan ke Santos, sebelum akhirnya sang pemain memilih lanjutkan karir ke China.

Bisa Diatasi

Meski kebanyakan pemain Brasil bermasalah dengan cedera, wanita, dan minuman beralkohol, hingga membuat mereka tak mampu berbicara banyak ketika usia sudah melewati angka 30, masih ada pemain seperti Thiago Silva, Marcelo, hingga Dani Alves yang terus bermain pada usia dimana kebanyakan pemain tak lagi punya tenaga.

Dalam hal ini, motivasi berbeda jadi alasan mengapa para pemain tersebut masih bertahan. Misalnya saja Thiago Silva yang mengaku masih ingin bermain sampai usianya menembus 40 tahun.

Dia yang pernah bermain untuk Milan memiliki motivasi spesial ketika melihat sosok Paolo Maldini. Baginya, bermain hingga usia 40 tahun sangatlah luar biasa. Dia ingin seperti sosok idolanya dimana itu menjadi alasan kuat mengapa Thiago Silva masih ingin terus bersemangat menendang bola.

Hasilnya, meski dibuang Paris Saint Germain karena terlalu tua, Chelsea yang mau menampungnya malah dipersembahkan trofi Liga Champions Eropa ketika usianya menyentuh angka 36 tahun.

Berikutnya ada nama Dani Alves, yang bahkan masih mau bermain hingga usianya menyentuh angka 40 tahun, karena masih ingin bermain di turnamen Piala Dunia 2022.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun