Mohon tunggu...
KOMENTAR
Film Pilihan

Little Mom-Dua Garis Biru: Seks Edukasi Remaja hingga Persoalan Pernikahan Dini

21 September 2021   15:51 Diperbarui: 21 September 2021   15:57 1761 15
Sudahkah anda menonton serial Little Mom dan Film Dua Garis Biru???

Dalam serial Little Mom diceritakan sepasang remaja SMA, yaitu Naura (16 tahun) dan Yuda yang menjalin hubungan pacaran hingga terjadi kehamilan dini. Frustasi dirasakan keduanya karena sama-sama masih ingin mengejar cita-citanya.

Sedangkan film Dua Garis Biru menceritakan hubungan pacaran antara Dara dan Bima yang terlalu jauh. Sehingga terjadilah kehamilan dan pernikahan dini dimana usia dan kedewasaan mereka belum cukup matang. Namun Bima adalah tipe orang yang bertanggungjawab. Hingga pada akhirnya bayi mereka yang lahir harus dirawat oleh Bima karena Dara memutuskan untuk mengejar impiannya melanjutkan studi ke Korea Selatan.

Kedua tayangan diatas sebenarnya kental sekali akan unsur pendidikan seks untuk remaja. Bukan hanya menggambarkan suatu kehamilan dari hubungan terlarang, namun keduanya juga menekankan bagaimana suasana batin ketika sepasang remaja harus mengalami hal yang seharusnya tidak terjadi dan pertanggungjawabnya.

Kepanikan serta tekanan batin yang dirasakan sepasang muda-mudi terutama ketika berada di hadapan orang tua dan lingkungannya inilah yang seharusnya dapat dirasakan oleh para remaja. Sehingga mereka bisa lebih berhati-hati dalam pergaulan.

Berdasarkan informasi dari Sindonews, Indonesia masuk urutan ke-7 dari 10 negara dengan angka pernikahan anak tertinggi. Dan salah satu penyebabnya adalah kehamilan di luar nikah (dilihat dari banyaknya permohonan dispensasi kawin).

Kembali ke tahun 2018 diperkirakan sekitar 1,2 juta perempuan menikah di bawah umur 18 tahun dan 432.000 diantaranya sudah mengalami kehamilan (Alodokter).

Sungguh memprihatinkan, sehingga tayangan-tayangan seperti ini mungkin memang sangat dibutuhkan. Terlebih pemahaman akan seks edukasi baik dalam keluarga ataupun lingkungan masih tabu.

Ketabuan orangtua disini menurut HaiBunda disebabkan oleh kebiasaan yang menurun dari orang-orang tua zaman dahulu yang sudah menganggap seks adalah hal yang tabu. Sehingga kebiasaan itu masih terbawa oleh orangtua zaman sekarang.

Padahal pendidikan seks tidak selalu tentang hubungan badan. Dikutip dari Halodoc ada 5 tahapan dalam menjelaskan seks edukasi untuk anak berdasarkan usianya.

Pada usia 0-3 tahun anak mulai diperkenalkan dengan bagian-bagian tubuh hingga bagian yang sensitif. Serta perilaku sederhana dalam menutup tubuh.

Kemudian usia 4-5 tahun anak diajarkan tentang organ tubuh terutama organ reproduksi hingga asal mula seorang bayi namun dengan bahasa yang tidak vulgar.

Usia 6-8 tahun anak bisa diajarkan terkait pubertas.

Usia 9-12 tahun anak perlu diberi penjelasan terkait tanda-tanda pubertas seperti menstruasi, ereksi dan ejakulasi.

Dan terakhir, pada usia 13-18 tahun anak mulai mengenal lawan jenis serta menimbulkan ketertarikkan terhadapnya. Oleh sebab itu orangtua harus memberikan pengertian tentang batasan hubungan, perasaan dan cinta, serta perihal keintiman.

Sehingga anak akan teredukasi sejak dini dan dapat lebih menjaga tubuhnya. Pun ketabuan yang ada dalam masyarakat setidaknya dapat "terkikis" dengan contoh tayangan seperti ini. Orangtua dan lingkungan diharapkan dapat menyadari pentingnya seks edukasi bagi anak sejak usia dini. Selain itu tayangan di atas dirasa mampu untuk dijadikan salah satu sarana pengajaran bagi para remaja.

Namun yang menjadi pertanyaan, seberapa efektif tayangan ini dalam mengedukasi para remaja? Dan apakah tayangan ini mampu memberikan "control effect" bagi perilaku seks remaja?

Terkadang teori hanyalah sebatas teori. Namun dalam prakteknya bisa berbeda. Tayangan yang mengandung seks edukasi mungkin dapat mempengaruhi pola pikir remaja pada saat itu. Namun bagaimana ketika mereka dihadapkan pada keadaan real dimana ada perasaan saling suka dan keadaan sekitar juga mendukung.

Karena seperti yang kita tahu, hasrat seksual merupakan sesuatu yang alamiah yang dapat dirasakan oleh siapa saja, sehingga perlu kontrol diri dalam hal ini.

Seperti dalam serial Little mom, Naura dan Yuda berbincang lalu bertukar hadiah di rumah Yuda, tepat dikamarnya. Dimana pada saat itu orang tua Yuda sedang tidak ada di rumah.

Begitu pula dalam film dua garis biru, ketika itu Bima dan Dara juga niat awalnya hanya main ke rumah, namun keadaan sekitar inilah yang menjadi pendukung terjadinya seks bebas diantara mereka.

Namun perlu diperhatian bahwa rumah bukanlah satu-satunya tempat tujuan. Mengawasi anak yang bepergian keluar rumah juga sangat diperlukan.

Selain itu yang patut menjadi perhatian adalah hal yang lumrah dalam masyarakat kita yang menjadikan pernikahan dini sebagai solusi untuk masalah kehamilan di luar nikah.

Namun seperti yang kita tahu, sudah ramai perdebatan tentang ini. Memaksakan sebuah pernikahan akibat "kecelakaan" lantas hanya memberikan status "ayah" bagi sang anak, namun tak selalu memberikan kebahagiaan bagi si perempuan. Semua itu tergantung dari bagaimana rasa tanggung jawab dan kedewasaan diantara mereka.

Seperti dalam film diatas, kita asumsikan bahwa para karakter masih dalam golongan usia anak-anak karena masih duduk di bangku SMA (Naura 16 thn). Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 1 bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Sedangkan dalam Undang-Undang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan dilakukan oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 19 tahun. Sehingga perkawinan pada anak dengan alasan mendesak dapat mengajukan dispensasi kawin ke Pengadilan (UU 16/2019).

Menurut Child Marriage Report 2020, Perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak. Anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus menikah di bawah usia 18 tahun akan memiliki kerentanan yang lebih besar baik secara akses pendidikan, kualitas kesehatan, potensi mengalami tindak kekerasan, serta hidup dalam kemiskinan.

Oleh karena itu, Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan penurunan persentase perkawinan anak dari angka 11,2% di tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024 nanti.

Dampak dari perkawinan anak dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
1. Pendidikan
2. Kesejahteraan
3. Perlindungan sosial
4. Kesehatan, dan
5. Ketenagakerjaan

Oleh karena itu, sebisa mungkin dilakukan pencegahan terhadap kehamilan dini pada anak ataupun keluarga, dengan cara:
1. Meningkatkan pendidikan seks sejak usia dini
2. Membekali anak dengan pemahaman moral dan agama
3. Memberikan perhatian lebih
4. Pengawasan pada lingkungan dan pergaulan anak
5. Mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang dapat mengganggu mental anak
6. Memotivasi anak untuk mengejar cita-citanya

Kemudian dikutip dari Alodokter jika kehamilan pada usia muda itu sudah terjadi maka yang perlu dilakukan adalah:
1. Konsultasi rutin ke dokter kandungan
2. Menjauhi minuman keras, rokok, dan obat terlarang
3. Asupan gizi yang cukup
4. Mencari dukungan

Setidaknya empat cara di atas dapat membantu mengurangi resiko pada kehamilan dan melahirkan dini agar anak perempuan dan bayinya selamat.

Selain itu bila memutuskan untuk melakukan pernikahan pada anak maka masukan yang dapat diberikan adalah orangtua sebaiknya tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, karena bagaimanapun anak perempuan adalah tanggungjawab. Kebahagiaan dalam pernikahan harus terjadi.

Oleh karena itu nilai-nilai pengajaran selain seks edukasi yang bisa dipetik dari serial Little Mom dan Film Dua Garis Biru adalah bagaimana cara pandang orangtua terhadap keadaan kehamilan di luar nikah pada remaja.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun