Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Perahu Layar

15 Juli 2021   22:00 Diperbarui: 15 Juli 2021   22:19 872 11
Perahu layar itu tanpa mesin, hanya bergantung pada layar kumal dengan bantuan angin. Perahu layar itu dibekali dua buah layar yang di ikat pada satu tiang. Perahu layar itu terus belayar tidak pernah tahu kapan dia berhenti berlayar.

Perahu layar itu berjalan mengarungi samudra dengan kecepatan lima knot. Orang-orang pun tidak mengetahui siapa pemilik perahu layar itu. Mereka hanya melihat dikejahuan perahu layar itu berlayar.

Perahu layar itu telah berlayar sangat lama. Perahu layar itu berlayar menyusuri lima samudra dan mengintari enam benua. Perahu layar itu masih terus belayar sampai kini, tidak akan berhenti sampai layar itu tidak mampu melayari perahunya.

Mereka tidak pernah tahu sejak kapan perahu layar itu mulai berlayar. Bahkan literatur dan riwayat sejarah, tidak ada jejak untuk diketahui kapan parahu layar itu mulai berlayar. Para sejarawan purba pun tidak berhasil membuktikannya.

"Tidak ada yang tahu. Bahkan tokoh sejarawan purba sekaliber Runof Michel tidak pernah menemukan jejak keberangkatannya."

Perahu layar itu juga mampu berlayar dalam amukan gelombang dan badai. Setiap orang dibuat merinding ketika melihat perahu layar itu masuk dalam amukan badai dan gelombang. Lalu mereka akan bahagia ketika melihat perahu layar itu berhasil keluar.

Konon, perahu layar yang berlayar itu pernah di bicarakan separuh abad oleh orang-orang. Karena suatu waktu perahu layar itu mengintari bumi persis seperti bumi mengintari matahari. Hingga perahu layar itu berada di titik yang sama, di depan matahari saat seburat cahaya senja kemasan mulai tumpah.

"Perahu layar itu..."

"Iya, perahu layar yang berlayar itu."

"Lihat, perahu layar yang berlayar itu sangat indah."

Begitulah seruh orang-orang yang melihatnya kala itu. Semua menyambutnya dengan bahagia. Keindahannya itu melampaui keindahan itu sendiri. Seorang fotografer yang sempat mengabadikan moment tersebut seketika mendadak kaya. Lantaran fotonya laku terjual hanya dalam tiga hari.

"Sayang aku mau foto itu."

"Aku ingin sekali foto perahu layar senja itu."

"Sungguh indah sekali foto itu."

Semua orang pasti jatuh hati seketika melihat foto tersebut. Mereka memburu dan melakukan perburuan terhadap foto itu. Setiap orang pun bersepakat waktu dimana perahu layar yang berlayar itu mengintari bumi seperti bumi mengintari matahari itu dijadikan hari keindahan sedunia.

"Berdasarkan musyawara seluruh manusia yang ada, kami tetapkan hari itu menjadi hari keindahan sedunia."

Perahu layar itu masih terus berlayar.  Seakan tidak peduli wacana orang-orang di setiap waktu. Perahu layar itu terus berlayar menyusuri lima samudra dan mengintari enam benua. Perahu layar itu masih terus belayar sampai kini, tidak akan berhenti sampai layar itu tidak mampu melayari perahunya.

Orang-orang juga menyakini, sepasang manusia bertemu saat waktu dimana perahu layar yang berlayar itu mengintari bumi seperti bumi mengintari matahari akan menjadi sepasang kekasih yang melebur bersama cinta dan rindu juga akan terus bersama sampai akhir hayat.

"Aku melirikmu di balik cahaya
Di depan luasnya samudera
Pada siluet perahu layar itu kentara
Di belakang mentari saat waktu kian habis."

Begitulah sepotong puisi yang di tulis oleh seorang penyair di masa itu.
                              ***
Suatu sore yang dingin, orang-orang tumpah ruah ke pantai. Mereka ingin menyaksikan perahu layar itu mengintari bumi seperti bumi mengintari matahari. Sebuah peristiwa yang indah yang keindahanya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Tiba-tiba mereka menyaksikan peristiwa yang tidak pernah terduga sebelumnya.

Di kejauhan, tiang-tiang peyangga layar terlihat patah. Layar perahu itu tidak lagi sanggup melayari perahunya. Dia karam di dalam lautan saat matahari memerah dengan senja yang merona. Semua menagisi hal itu, suatu pemandangan yang harusnya sangat indah itu kini suram seketika.

Banyak pemberitaan pun bermunculan di seluruh penjuru. Dengan ragam dan narasi yang di tulis sangat mengelitik.

"Maut menelan perahu misterius itu."

"Tiang patah, layar terbela."

"Malang, nasib perahu layar di ujung karang."

"Senja sore yang kelam."

"Petaka di senja kala."

"Hadir dengan misterius, hilang juga misterius."

Berita itu seketika melambung tinggi, seperti balon gas Palestina yang dilepaskan ke Israel. Semua wajah terpanah menyaksikan semua dengan rasa haru dan pilu. Perahu layar itu tidak lagi berlayar, keindahan itu kini telah karam.

Ketika banyak orang-orang di sana meyakini perahu layar itu karam di lautan, ada sebagian lain yang percaya jika perahu itu tidak karam. Tapi melesat masuk ke dalam matahari karena telah selesai ekspedisinya.

"Tidak karam, perahu layar itu menyusup masuk kedalam cahaya senja."

"Matahari itu telah menarik masuk perahu layar itu ke dalam."

Begitulah pernyataan-pernyataan itu keluar dari sebagian orang yang tidak meyakini karamnya perahu layar itu. Perdebatan pun bermunculan di mana-mana mengenai tragedi pilu yang di alami si perahu layar misterius itu. Namun mereka tidak pernah tahu, di saat yang bersamaan dengan karamnya perahu layar itu, di dunia lain terjadi peristiwa yang memiluhkan.

Seorang gadis belia bernama Jezebel* menemukan banyak bangkai manusia yang tergeletak di pasir juga mengapung di air laut saat dia turun ke pantai. Bangkai-bangkai itu banyak di penuhi sayatan pedang, banyak juga yang tertusuk anak panah, banyak juga tubuh yang di lubangi peluru senapan.

Manusia-manusia itu terbunuh dengan percuma. Tiada yang pernah tahu, bahkan Jezebel itu sendiri. Dia hanya meyakini bahwa bangkai-bangkai yang bergelimpangan di pasir juga mengapung di air itu adalah bentuk kebuasan manusia yang sesekali muncul. Sementara kebuasan itu sering lahir dari rasa ketidak puasan antar sesama.

Kini hanya dia satu-satunya manusia yang bertahan dan menyaksikan itu semua. Dia menyaksikan bangkai-bangkai itu juga mencium bau busuk kedalam rongga hidungnya. Dia Jezebel adalah saksi pembantaian manusia dengan manusia dari sikap kebuasan.
                                ***
Di suatu pagi, seorang nelayan duduk di pantai sembari melihat perahunya. Lalu matanya menyoroti setangkai bambu dengan layar terbentang mengapung di atas air. Dia menyakini itulah layar perahu misterius itu, maka dengan cepat dia bergerak menuju setangkai bambu dengan layar terbentang mengapung yang dia temui.

Perlahan dia melihat ada sebuah pesan yang tertulis di sana. Lalu dibukanya layar itu,

"Layar keabadian, membawa keindahan menawar kebahagiaan. Singkirlah sikap barbar dan kebuasan untuk menghentikan kematian dan tangisan di setiap mata."

Nelayan itu terdiam sesaat ketika membaca pesan itu. Dia tidak paham apa yang tertulis, pikiranya hanya dicukupkan untuk membaca. Lalu di baliknya layar itu, ada sepotong tulisan lagi tertulis di sana,

"Petaka mengahampiriku, aku karam karena ada badai tangis dengan gelombang luka di ujung dunia. Jangan tutup mata juga telinga ketika ada petaka."

*Dikembangkan dari Cerpen Jezebel karya Seno Gumira Ajidarma

Mateketen,15 Juli 2021

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun